Akhir Februari 1992, tepat 26 tahun silam. Tercatat di torehan sejarah kelam di sanubari orang-orang etnik Azeri (Azerbaijan). Catatan peristiwa pahit yang tak mungkin dilupakan dan akan membekas di darah generasi turun temurun. Darah sanak saudara yang tumpah, kehilangan nyawa di pucuk-pucuk senjata tentara Armenia, negara tetangganya sendiri. Diantara ingatan akan kota Khojaly yang menjadi puing-puing serangan senjata yang membabi-buta, hingga detik ini, keadilan atas peristiwa agresi itu terus diperjuangkan oleh Azerbaijan. Pasalnya meski Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional telah memutuskan Armenia melakukan kejahatan kemanusiaan atas kasus Khojaly, namun tangan-tangan hukum keadilan belum menjamah para pelakunya.
Ada yang berbeda dalam acara Kajian Islam Bulanan yang digelar pada Minggu, 25 Februari 2018 kemarin di Masjid Istiqlal, Jakarta. Ada bentangan banner di atas panggung. Kain berlatar belakang warna putih itu bukan kain biasa. Kain itu mengusung pesan kemanusian tentang peristiwa tragedi, 26 tahun silam di Khojaly, Republik Azerbaijan. Gaung kemanusiaan "Justice for Khojaly" yang dikampanyekan untuk memberitahu terjadinya aksi genosida berdarah itu, 26 tahun silam.
Tragedi Semalam yang Mengerikan di Khojaly
Perlu diketahui, sekilas apa yang terjadi di Khojaly, Karabakh yang terletak 270 km sebelah barat Baku, ibu kota Azerbaijan itu adalah tentang wilayah. Sejatinya Khojaly masuk ke dalam bagian wilayah negara Azerbaijan. Namun, wilayah tersebut dihuni oleh mayoritas etnik Armenia. Â Etnik Armenia setempat memproklamasikan kemerdekaan Republik Nagorno-Karabakh dari Azerbaijan pada 10 Desember 1991, namun kedaulatan negara itu tidak diakui oleh dunia internasional.
Dunia internasional secara de jure, menganggap wilayah itu sebagai bagian dari Azerbaijan. Konflik pun tak terhindarkan. Konflik makin meruncing saat militer Armenia turut campur tangan bersama Rusia. Suhu konflik Azerbaijan dan Armenia memanas.Â
Kembali ke acara. Beberapa menit dilakukan pemutaran video tentang tragedi yang terjadi pada malam 26 Februari 1992. Tragedi yang terjadi hanya semalam yang dilakukan ribuan etnik Armenia-Karabakh yang dibantu oleh militer Armenia dan waktu itu Uni Soviet. Serangan itu melumat kota Khojaly, Karabakh yang tengah bergegas untuk beristirahat di malam 26 Februari 1992.
Sebanyak 613 orang, termasuk 63 anak, 106 wanita dan 70 orang tua terbunuh akibat pembantaian tersebut. Delapan keluarga dimusnahkan, 130 anak kehilangan satu orang tua dan 25 anak kehilangan keduanya. Sebanyak 487 warga sipil menjadi cacat seumur hidup. Sekitar 1275 warga tak berdosa disandera, dan nasib 150 orang masih belum diketahui. Sementara bangunan seperti masjid-masjid, rumah, dan bangunan-bangunan kota muslim Khojaly banyak yang hancur tinggal puing-puing. Â Â
"Hingga kini pelaku genosida Khojaly belum diadili," kata KH. Yusuf Mansur menterjemahkan pernyataan Ruslan dari bahasa Inggris.
KH. Yusuf Mansur menjelaskan bahwa kehadiran Ruslan mewakili negaranya adalah untuk meminta doa bagi penyelesaian kasus Khojaly, di damping menginformasikan kejadian berdarah itu kepada orang-orang yang belum mengetahuinya. Sebagai ungkapan solidaritas umat muslim, KH. Yusuf Mansur mengajak untuk mendoakannya. Doa pun dilakukan sejenak bersama umat muslim yang hadir di acara.
"Kedatangan beliau membuka ladang amal kita. Mudah-mudahan ada hukum yang adil atas peristiwa genosida 1992 itu," kata KH. Yusuf Mansur disamping Ruslan.
Khojaly, kota kecil dan bersahaja yang berpenduduk 3 ribu Muslim entik Azerbaijan, sontak menjadi kota yang paling tertekan dan mencekam di Azerbaijan. Konflik yang berkepanjangan dan menelurkan aksi berdarah itu menimbulkan simpati dari kalangan internasional.
Mengutip dari sumber Kedubes Azerbajan, World Assembly of Muslim Youth (WAMY), organisasi pemuda Muslim internasional yang dipayungi oleh Liga Dunia Islam (Rabitah al-Alam al-Islami) menggelar misi internasional dengan tajuk "al-Adalah li Khujali" (Keadilan untuk Muslim Khujali) di Istanbul, Turki. Salah satunya adalah digelarnya pameran fotografi yang akan dibuka hingga 26 Februari 2018 dan diikuti oleh fotografer dari berbagai negara.
Di lain sisi, Leyla Aliyeva selaku Koordinator Pusat Forum Konferensi Pemuda Islam untuk Dialog dan Kerjasama, Â memprakarsai kampanye "Justice For Khojaly" sejak 8 Mei 2008. Â Kampanye itu adalah kepedulian masyarakat internasional terhadap agresi Armenia atas Khojaly, Azerbaijan.
Situs itu menginformasikan tentang deklarasi perdamaian, upaya-upaya solusi perdamaian di antara para pemimpin internasional. Juga dimaksudkan untuk sesegera mungkin mengambil langkah untuk menyeret pihak yang terlibat dalam peristiwa tragedi kemanusiaan Khojaly ke meja hijau.
@rahabganendra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H