Nelty sudah 13 tahun di Pondok Aren terus “bergerilya’. Ia serius ingin mengajak warga menjadi plasma, melalui membatik yang sangat bermanfaat baik secara perekonomian maupun budaya.
Merintis dan membangun UMKM memang tak mudah. Salah satu factor yang membuat harga jatuh adalah para pelaku market yang sangat dominan, memilih produk murah, bagus. Juga membanjirnya produk batik asing, padahal tekstil.
“Kadang diledek, kok mahal?” kata Bu Nelty bercerita tentang komentar konsumen soal batiknya.
Nelty dalam mengembangkan usaha batiknya berharap simple adanya sinergi pemerintah dan pelaku usaha. Produk dipakai dipromosikan lokal Tangsel. Supaya pengrajin berjaya dan Pemerintah mengangkat perekonomian kerakyatan. Dukungan pemerintah sangat berperan.
Kendala yang signifikan dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya, adalah soal permodalan.
“Modal usaha kami paling perlu adalah untuk produksi,” jelas Nelty.
Harga bahan baku yang tak stabil. Misalnya dulu beli kain katun seharga Rp. 6700. Tak sampai 3- 5 tahun sudah naik menjadi Rp. 11.900 – Rp. 12.000. Itu membuat pinjaman saat awal menjadi tak mencukupi.
“Uang kejar-kejaran terus dengan bahan baku,” keluh Nelty yang ternyata orangtua angkatnya adalah ‘rohnya’ batik Irwan Tirta yang ternama itu.
“Jadi untuk permodalan, peranan lembaga keuangan seperti bank itu sangat perlu,” kata Nelty.