Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nelty Fariza Meretas Jalan untuk Perekonomian Masyarakat dan Lestarinya Batik Etnik Tangsel

9 April 2017   20:21 Diperbarui: 10 April 2017   04:00 1157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelty Farisa, pengrajin dan pelaku usaha Batik etnik Tangsel. (Foto GANENDRA)

Nelty sudah 13 tahun di Pondok Aren terus “bergerilya’. Ia serius ingin mengajak warga menjadi plasma, melalui membatik yang sangat bermanfaat baik secara perekonomian maupun budaya.

Proses pewarnaan. (Foto GANENDRA)
Proses pewarnaan. (Foto GANENDRA)
Kompasianer belajar membatik. (Foto GANENDRA)
Kompasianer belajar membatik. (Foto GANENDRA)
Jatuh Bangun UMKM

Merintis dan membangun UMKM memang tak mudah. Salah satu factor yang membuat harga jatuh adalah para pelaku market yang sangat dominan, memilih produk murah, bagus. Juga membanjirnya produk batik asing, padahal tekstil.  

“Kadang diledek, kok mahal?” kata Bu Nelty bercerita tentang komentar konsumen soal batiknya.

Nelty dalam mengembangkan usaha batiknya berharap simple adanya sinergi pemerintah dan pelaku usaha. Produk dipakai dipromosikan lokal Tangsel. Supaya pengrajin berjaya dan Pemerintah mengangkat perekonomian kerakyatan.  Dukungan pemerintah sangat berperan.

Kendala yang signifikan dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya, adalah soal permodalan.  

“Modal usaha kami paling perlu adalah untuk produksi,” jelas Nelty.

Harga bahan baku yang tak stabil. Misalnya dulu beli kain katun seharga Rp. 6700. Tak sampai 3- 5 tahun sudah naik menjadi Rp. 11.900 – Rp. 12.000. Itu membuat pinjaman saat awal menjadi tak mencukupi.

“Uang kejar-kejaran terus dengan bahan baku,” keluh Nelty yang ternyata orangtua angkatnya  adalah ‘rohnya’ batik Irwan Tirta yang ternama itu.

Nelty sharing batik Tangsel. (Foto GANENDRA)
Nelty sharing batik Tangsel. (Foto GANENDRA)
Hal yang kedua adalah tentang mitra yang  terlalu kaku. Bahan baku terus naik sementara pembeli ingin barang murah, kualitas bagus.  Untuk persiapan mesti 3x lipat modal uang, produksi, uang tagihan, prepare bahan baku.

“Jadi untuk permodalan, peranan lembaga keuangan seperti bank itu sangat perlu,” kata Nelty.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun