Melalui pipa-pipa panjang berukuran besar berjajar di lokasi yang bersebelahan dengan pemukiman warga Taman Kota ini, nampak alat-alat pengukur tersedia dengan angka-angka digital yang menunjukkan parameter ukuran air baku yang masuk. Dan tahapan dimulai.
“Tahapan pertama adalah koagulasi,” kata Febri.
“Plat-plat kecil, buat mengaduk air biar rata dan menyatukan dengan campuran yang dimasukkan ke dalam pipa,” jelas Febri.
Perlakuan di sini, bisa ditambahkan Soda A, untuk netralin PH. Sementara Karbon aktif, untuk menghilangkan bau/ limbah detrjen. Pasalnya air baku awal jelas sangat beragam kandungannya. Mulai dari sampah, deterjen, dan lain-lain.
Dilanjutkan pada tahapan berikutnya, tahap kedua yakni flokulasi.Di sini terjadi proses pembentukan partikel flok yang besar dan padat dengan cara pengadukan lambat agar dapat diendapkan.
“Di sini diaduk lambat. Biar flok tergabung,” jelas Febri melalui megaphonenya.
Nah setelah proses sedimentasi ini, berlanjut ke biofiltrasi. Inilah teknologi dengan menggunakan mikroorganisme ‘pemakan’ amonia dan deterjen. Teknologi yang menjadi kunci pengolahan dari air baku yang berkadar 8 ppm diubah menjadi 1 ppm sesuai persyaratan air bersih dari Kementrian kesehatan RI dan Gubernur DKI.
Biofiltrasi, Teknologi Menggunakan Mikroorganisme Pemakan Amonia
Ada bak-bak biofiltrasi yang dialiri dengan air baku. Bak-bak terlindungi dengan besi-besi penghalang di atas bak. Tampilannya berbeda dengan proses sedimentasi dengan air yang tenang. Di tahap biofilterasi ini air dialirkan terus menerus. Tujuannya untuk menumbuhkan mikroorganisme ‘pemakan’ amonia dan deterjen. Inilah teknologi biofilstrasi, amonia diuraikan dengan menggunakan bakteri. Dengan teknologi ini, mampu menurunkan hingga 87% kadar amonia.