Ada foto Achmad Soebardja (alm) nampak terpajang di dinding kamar tidur. Sudah mulai kusam warnanya, namun lumayan jelas foto setengah badannya. Juga ada foto-foto lainnya. Foto-foto keluarganya. Sayangnya aku gak kenal nama-namanya. Mau tanya, eh semua sibuk. Nanti sajalah.
Ke ruang depannya, ruang utama ada perangkat keroncong. Di acara diiringi dengan keroncongan ini. Masuk di ruang kamar lagi, ruangan luas. Ada meja kerja, kursi, bendera meja dan…mesin ketik ‘jadul’. Jelas di sinilah ruang kerja Pak Menteri dulu. Di belakangnya ada rak buku yang lumayan besar. Full buku-buku tebal peninggalan Sang Menlu.
Pujiwati Effendi, anak pertama dari 5 bersaudara anak Achmad Soebardjo, dalam kesempatan itu, berterima kasih kepada Kemenlu RI yang menyelenggarakan peringatan HUT RI dan HUT Kemenlu di rumahnya.
“Sejak Ayah diangkat sebagai Menlu RI pertama, rumah kami menjadi kantor diplomasi dan dijaga oleh para pemuda bersenjata bambu runcing, untuk memastikan keamanan Menlu,” kata Pujiwati.
Di rumah itulah dimulai perjuangan diplomasi Indonesia. Pada 1949 setelah Achmad Soebardjo keluar tahanan, kembali ke Jakarta dan menjabat lagi Menlu 1951. Rumah itu juga digunakan untuk berkumpul terkait aktivitas hubungan internasional, seminar, pertunjukkan kesenian dan lain-lain.
“Saya main piano, Bapak bermain biola,” kata Puji mengenang. Ia berharap agar apa yang diperjuangkan Achmad Soebardjo, tidak sia-sia.
Tak kalah haru, disampaikan oleh Bu Menlu RI, Retno Marsudi dengan mengucapkan terima kasih kepada keluarga Achmad Soebardjo atas terselenggaranya acara.
"Rasanya saya mau menangis, kita bisa berkumpul di rumah ini, untuk meneruskan perjuangan diplomasi, “ kata Retno.
Suasana haru terasa hingga acara ‘napak tilas’ dengan meninjau ruangan bersejarah rumah tempat membangun diplomasi di masa kemerdekaan dulu.