Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sampai Kapan Asap Mengepul di Bibir Remaja Kita?

31 Mei 2016   02:53 Diperbarui: 31 Mei 2016   15:14 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasna Pradityas. (Foto GANENDRA)

"Remaja hari ini, adalah pelanggan tetap hari esok!"

MOTTO Phillip Morris, produsen rokok yang mendunia itu terdengar sangat mengerikan.  Bagaimana tidak, pernyataan itu seakan menggambarkan bahwa generasi muda adalah ‘miliknya.’ Milik sebagai pangsa pasar utama bisnis keuntungan yang sudah siap tersedia di depan mata. Lalu dimana kita berada?

***

Aku masih teringat jelas, dulu saat pertama kali merokok saat masih duduk di bangku SMP. Yaaa masa remaja ingusan. Masih sesekali saja pada awalnya. Di warung di luar sekolah, sering kulakukan di saat jam istirahat, makan dan setelahnya merokok. Demi pertemanan dan pergaulan sesame teman. 

“Kamu gak temenan. Kamu banci,” begitu kata teman-teman se-genk kalau ada yang menolak merokok. Meski tau bahwa merokok, tak bagus buat kesehatan, yaaa tetap saja dilakukan. Toh banyak yang merokok. Begitu kira-kira di benak dulu. Tentu saja sembunyi-sembunyi biar guru dan orangtua tidak tau.

Fenomena seperti itu, aku pikir banyak terjadi di kalangan remaja. Apalagi jaman sekarang ini. Semakin miris saja. Sering terlihat di tempat-tempat umum, siswa berseragam merah putih, sudah mengepulkan asap rokok dari bibirnya. Terang-terangan pulak. Tak sungkan, atau takut lagi bahkan dengan guru mau pun orang rumah. 

“Biar keren,” itu yang mungkin ada dalam kepala mereka. Lebih prihatin lagi bukan hanya cowok namun sudah melanda cewek, meski sembunyi-sembunyi. Pernah lihat khan foto-foto aksi merokok cowok maupun cewek di lini masa medsos? Bikin merinding bulu kuduk. Merinding?

Coba tengok data dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI ini. Data tentang prevalensi perokok remaja usia 15-19 sejak 1995 – 2013. Menurut dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, selaku Kepala Sub Direktorat Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, bahwa pada 1995, ada 13 % perokok laki-laki artinya ada 1 orang perokok di antara 10 orang.

“Namun sekarang  pada 2010 – 2013, ada sebesar 37%, artinya ada 1 orang perokok diantara 3 orang yang merokok,” jelas dr. Theresia saat menjadi pembicara di acara Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2016 di Ditjen P2P Kemenkes RI Gd D Lantai 4 Jalan Percetakan Negara No. 29 Jakarta, Selasa (24/5/2016).

dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, selaku Kepala Sub Direktorat Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. (Foto GANENDRA)
dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, selaku Kepala Sub Direktorat Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. (Foto GANENDRA)
Sementara dilihat proporsi perokok pemula usia 10 – 14 tahun pada 1995 – 2013 naik 2 kali lipat.  Kalau 18 %  anak usia 10-14 tahun sudah mulai merokok. Ini usia SD! Pemula usia 10-14 mulai merokok di masyarakat semakin menjadi hal yang biasa. 

Ingat kasus anak-anak yang aktif sebagai perokok, seperti kasus Sandi Adisusanto di Malang dan Aldi dari Banyuwangi yang telah ‘nyandu’ rokok sejak usia dini. Lalu apa kita membenarkan yang biasa? Atau membiasakan yang benar?

Kebiasaan merokok yang memang terlihat biasa, khususnya bagi orang dewasa tentu membawa pengaruh juga bagi perokok belia. Bahwa penjelasan soal bahaya merokok dan efek negatifnya bukanlah tak dipahami. 

Berbagai informasi termasuk di bangku sekolah, tentu soal merokok ini mendapat penjelasan secara medis, bagaimana efek negatif terhadap kesehatan. Bukan itu saja, bahkan di kemasan rokok pun sudah tertera peringatan bahaya merokok. Namun efektifkah?

Peringatan bahaya merokok di kemasan rokok dari waktu ke waktu. (Sumber Wikipedia)
Peringatan bahaya merokok di kemasan rokok dari waktu ke waktu. (Sumber Wikipedia)
“Merokok itu Keren”

Merokok buat gaya-gayaan? Merokok untuk pergaulan? Merokok untuk pertemanan? Merokok itu keren?

Beragam image yang menjadi salah satu pendorong untuk merokok dalam tanda tanya di atas, mungkin banyak yang setuju. Termasuk aku dulu. Awal merokok karena memang atas nama stigma pertemanan, pergaulan antar teman. 

Nikmat merokok? Jujur saja awal-awal merokok, aku gak merasa ada enak. Batuk-batuk dan sesak dada malahan. Cuman karena keseringan kumpul dan otomatis merokok, menjadi kebiasaan akhirnya, sifat ‘nyandu’ yang terbawa dari kandungan rokok pun, menghinggapi.

Bukan itu saja awal perkenalan dengan rokok. Image keren dari rokok yang didengung-dengungkan produsen rokok melalui beragam sarana promosi turut ambil bagian. Mulai dari event music, koran, majalah, media elektronik yang gencar promosi terselubung menyerang ‘otak’ massa remaja, khususnya.

Data Smoke Free Agents (SFA), sebuah komunitas melawan habit merokok, mencatat bahwa generasi muda yang terpapar iklan, promosi, dan sponsor rokok terdiri dari: 89,7 % remaja (usia 13-15 tahun) melihat iklan rokok dari billboard. (untungnya di DKI Jakarta sudah dilarang). Ada 76,6 % melihat iklan rokok di majalah/ Koran. 11,3% remaja memiliki barang dengan logo industri  rokok dan 7,7% remaja pernah menerima rokok gratis.

Smoke Free Agents melakukan pengamatan khusus terkait promosi simbolisasi produsen rokok ini. Seperti dijelaskan perwakilan dari SFA, Hasna Pradityas, bahwa iklan terselubung dan sebenarnya ada yang terang-terangan juga, soalnya terlihat jelas di logo rokoknya.  Bentuknya beragam. 

Misalnya acara-acara yang disponsori rokok, memakai nama acara atau bentuk promosi yang mengidentifikasika namanya terhadap produk rokok tertentu. Ada juga di booth acara digelar berbagai promosi menarik seperti pembagian hadiah merchandise dengan melakukan pembelian rokok jumlah tertentu. Juga melalui konten-konten sosmed yang bersifat organik.

Peraturan terkait roko. (Foto Ganendra)
Peraturan terkait roko. (Foto Ganendra)
Padahal secara hukum telah diatur larangan untuk promosi rokok di luar ruang, seperti DKI Jakarta yang jelas melarang penyelenggaraan reklame rokok dan produk tembakau pada media luar ruang No. 1 Tahun 2015. Larangan pemasangan reklame, neon box, umbul-umbul dan lain-lain tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 244 tahun 2015. 

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 109 tahun 2012 diatur tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

“Konten-konten itu lebih mudah dipercaya dan diterima muncul dari teman-teman sendiri,” kata Tyas, panggilan akrabnya saat kesempatan yang sama, acara Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2016.

Tyas menggambarkan bahwa itu sangat menguntungkan industri rokok. Hestek-hestek di sosmed menjadi kendaraan untuk promosi. Dan anak-anak muda yang disasar menjadi kendaraan baru bagi pemasaran industri rokok... tanpa mereka merasa!

Hasna Pradityas. (Foto GANENDRA)
Hasna Pradityas. (Foto GANENDRA)
Suarakan Kebenaran

Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah, diantaranya saat ini adalah memberikan informasi yang benar tentang bahaya rokok melalui edukasi, sosialisasi, role model yang baik dan benar, peringatan kesehatan bergambar, serta menciptakan kawasan tanpa rokok. 

Tujuannya adalah anak akan sadar akan bahaya merokok dan mampu melindungi diri sendiri terhadap keinginan merokok. Nah bertepatan dengan momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2016, tema yang diangkat adalah Suarakan Kebenaran. Pesan utamanya adalah “Jangan Bunuh Dirimu dengan Candu Rokok.”

Tentu diharapkan bukan hanya sekedar slogan yang didengungkan di momen-momen khusus, namun juga bergema di setiap waktu. Agar benak remaja khususnya, dapat menyadari dari pemahaman image rokok yang keliru.  Lalu berani menolak menjadi target produsen rokok, menjauhkan diri dari akses rokok, mau menjadi bagian masyarakat yang melindungi dampak rokok baik perokok aktif maupun pasif, ibu hamil dan anak-anak lainnya. Juga mereka menjadi berani dan terbentuk untuk mengatakan,”Mencoba rokok? NO WAY!”

Upaya menggemakan “Suarakan Kebenaran” menjadi penting untuk melawan tertanamnya image tentang rokok yang keliru di benak remaja. Paling tidak upaya bisa dilakukan dari diri sendiri. Misalnya dengan upaya tidak ada anggota keluarga yang merokok, memberi teladan tidak merokok, menjauhkan anak-anak menjadi sasaran marketing industri rokok dan lain sebagainya.

“Ingat negara kita menduduki puncak, sebagai negara dengan perokok pria terbanyak,” kata dr. Lily dari Kemenkes RI pada kesempatan berbeda. Walah! Bukan itu saja, untuk perokok wanita, juga mengalami tren yang naik!

Nah momentum Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada hari ini, Selasa 31 Mei 2016 bisa dimanfaatkan, mengingatkan bahaya tentang merokok. Seluruh dunia diajak untuk Gerakan tidak merokok 1 hari pada 31 Mei 2016. 

Dan tentu pesan tidak merokok ini, adalah bukan hanya satu hari saja. Diharapkan hari ini, menjadi pengingat kesadaran untuk titik balik, menolak rokok di bibir kita, khususnya para remaja.

Selamat Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2016  

#SuarakanKebenaran #TolakJadiTarget #HTTS2016

@rahabganendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun