Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

HIV Aids di Batam, Pertama Kali Muncul di Pulau Terluar

2 Mei 2016   18:57 Diperbarui: 3 Mei 2016   03:23 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Acara Kunjungan Lapangan Tematik Kemenkes RI bareng media dan Blogger di Hotel Harmoni One Batam, Kamis 21 April 2016. (Ganendra)

BAGIAN 2 SERI: “BERGAYUT NOSTALGIA, MEREKAM JEJAK NUSANTARA SEHAT DI TAPAL BATAS BARAT.”

BATAM UNIK. Kisah pulau yang sempat mencuat di era Otorita Batam menjelmakan kota kecil dalam kehidupan metropolis. Lokasi bak "sepelemparan batu" (saking dekat jaraknya) dari negeri singa, Singapura, sedikit banyak membawa imbas, plus minus. Dari perkembangan ekonomi yang melaju pesat hingga penyakit elit pun tak terbendung hinggap bahkan hingga “pulau pedalaman.”  

Siapa sangka HIV Aids terdeteksi pada 1992 di sebuah pulau kecil, pulau terluar ujung barat nusantara, Pulau Penawar Rindu, Belakang Padang, Batam. Pulau tempat anak-anak muda tenaga kesehatan berusia dibawah 30 tahun yang tergabung dalam tim Nusantara Sehat,  berada. Mereka mengabdikan diri selama 2 tahun.

***

Aku bergegas turun dari lantai 5 hotel bonafid Harmoni One di kawasan bisnis, Nagoya tempat menginap. Segar rasanya setelah berendam 30 menitan sebelumnya. Lelah dan penat sejak pagi dari Jakarta dan city tour selepas landing di Bandara Hang Nadim Batam, hilang. Tinggal menyisakan lapar sangat.  Ruangan di lantai 2, menjadi tujuan. Ruangan yang sedang-sedang saja luasnya. Ada sekitar 10 meja bertaplak warna kuning krem berukuran cukup lebar. Per meja muat 10 orang. Rasanya ruangan menampung 100 orang.

Malam itu acara Kunjungan Lapangan Tematik, Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI berlanjut dengan talkshow. Di antara alunan music dan vocal manis Maya, band lokal Batam, telah hadir para narasumber, baik dari Jakarta maupun dari Dinas Kesehatan Batam. 

Ada Robertus Theodore, dari kantor staf Presiden sekaligus selaku Technical One Data Indonesia, drg. H. Candra Rizal, selaku Kadinkes Kota Batam, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyakarakat Kemenkes RI, drg. Oscar Primadi, MPH. Duduk di meja paling depan ada Diah Satyani Saminarsih selaku Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Kemitraan dan Pelayanan Kesehatan Primer (SDGs). Meja depan sampingnya, ada Sri Rupiati, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Batam.  Jajaran narasumber berasa lengkap.

8-57273f0c789373bf09f0b40c.jpg
8-57273f0c789373bf09f0b40c.jpg
Diah Satyani Saminarsih selaku Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Kemitraan dan Pelayanan Kesehatan Primer (SDGs). (Foto Ganendra)

9-57273f222f977346096cd0b1.jpg
9-57273f222f977346096cd0b1.jpg
Robertus Theodore, dari kantor staf Presiden sekaligus selaku Technical One Data Indonesia. (Foto Ganendra)

Menarik yang disampaikan oleh Drg, Candra soal kondisi memprihatinkan menyangkut HIV Aids.  Sebagai pulau terluar di perbatasan barat, dan daerah endemis terkonsentrasi, Batam menjadi signifikan dalam upaya pencegahan HIV Aids yang mengancam. Dinkes Batam telah melakukan beragam upaya. Data yang ditunjukkan dokter berkaca mata ini, HIV Aids di Batam mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan terjadi pada medio 2012-2014. Distribusi kumulatif sampai sekarang mencapai hampir 4000 penderita. Melihat data penderita yang meningkat setiap tahun menunjukkan tingkat penyebarannya sudah mencapai prevalensi tinggi.

“Peran pertama adalah oleh para pelanggan lokalisasi. Lalu pasangan beresiko atau istri pelanggan,” jelas Drg. Candra.

4-1-57273eafaf7a61910920a682.jpg
4-1-57273eafaf7a61910920a682.jpg
(Kiri) drg. H. Candra Rizal, selaku Kadinkes Kota Batam. (Kanan) Anjari Umarjianto selaku Kepala Opini Publik Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI.  (Foto Ganendra)

3-57274054b27e61841492bda1.jpg
3-57274054b27e61841492bda1.jpg
Distribusi Kumulatif penderita HIV Aids di Batam. (Ganendra)

Aku jadi teringat, medio 2007 silam, saat sering mengikuti talkshow dan penulisan soal HIV Aids yang digelar Komisi Penanggulangan Aids di Batam. Salah satunya adalah melalui informasi yang akurat dan benar tentang fakta Hiv Aids menyangkut cara penularan, pencegahan dan lainnya.

Dari salah satu acara di Nongsa waktu silam, aku sempat kenal dengan lelaki yang dipanggil Papi. Seorang ODHA (Orang dengan HIV AIDS) yang aktif di Yayasan Gay Batam, waktu itu. Nggak tau juga, kabar sekarang. papi dan kawan-kawannya dulu sempat juga terlibat dalam aksi-aksi sosialisasi mereka tentang HIV Aids melalui seni teater. Ceritanya sih mereka minta bantuanku membuat drama opera dengan model recording. Jadilah ruang studio di kantor, riuh saat mereka proses recording. Duuhh, awalnya merinding juga bergaul sama mereka, meski aku sudah tau soal sulitnya penularan HIV Aids. Keder juga awalnya. Tapi senang bisa bantu mereka. #GakBaper

Prihatin juga, bahwasannya HIV Aids selama kurun waktu hampir satu decade sejak aku bermukim di Batam, ternyata belum menunjukkan fakta yang melegakan. Kota Batam memiliki kasus HIV-AIDS yang cukup tinggi. Ibu Sri Rupiati atau akrab dipanggil Bu Nonong mengamini pernyataan Drg Candra.

“Singapura adalah negara dengan budaya pergaulan bebas. Di Batam, banyak pekerja asing maupun pendatang dari daerah luar yang menerapkan pergaulan bebas,” kata Ibu Rupiati yang telah mengabdi puluhan tahun di Dinkes Batam.

nunung-57273e812f977342096cd0af.jpg
nunung-57273e812f977342096cd0af.jpg
Sri Rupiati, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Batam. (Foto Ganendra)

Data dari penjelasan Bu Rupiati menyebutkan ada 641 kasus baru HIV-AIDS di Batam pada 2015. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak HIV-AIDS pertama kali ditemukan di Batam pada 1992 silam di Pulau Belakang Padang.  Secara kumulatif, ada 4.364 kasus HIV positif sejak 1992.  Wuihhh banyak juga ini.

“Saya sendiri yang menangani waktu HIV Aids ini ditemukan dari warga Singapura di Belakang Padang,” katanya.

Saat ini upaya-upaya Dinkes Batam telah dilakukan, seperti melibatkan instansi-instansi terkait termasuk swasta, juga LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)  dan  masyarakat. Bukan itu saja komunitas peduli ODHA dan kelompok yang terkena HIV dilibatkan.  Mungkin seperti Papi dan kawan-kawannya, yang juga melakukan sosialisasi dan penyuluhan. 

Mc Dermot, sebagai contoh perusahaan swasta yang konsisten dan peduli dalam pencegahan HIV Aids di Batam. Khususnya dilakukan bagi para pekerjanya. Miris bahwa prosentase terbesar penderita HIV Aids adalah pekerja laki-laki. Dan perusahaan Amerika itu, sebagian besar pekerjanya adalah lelaki!

Lalu bagaimana dengan kesadaran masyarakat terhadap HIV Aids?

Ibu Rupiati memberi informasi yang cukup melegakan. Menurutnya upaya-upaya yang telah dilakukan, berdampak pada kesadaran warga yang meningkat dalam memahami HIV Aids.

Ahh, aku berharap banyak, bahwa upaya yang dilakukan dapat membuahkan hasil. Dan salut untuk yang terlibat dalam pencegahan penyakit mematikan itu. 7 LSM telah terlibat. Seperti apa yang dikatakan Bang Juniadi Adinda, dari Forum Masyarakat Peduli Aids Batam (FOMPAB), yang mengaku meski dana harus mengucurkan dana pribadi namun pihaknya konsisten melawan HIV Aids. Tentu saja factor dana adalah penting. Dan selama ini dana yang digunakan untuk aksi penanggulangan HIV Aids diperoleh dari Global Fund.

Komisi Penanggulangan Aids menggunakan dana hibah Global Fund (GF) yang tercatat pada 2014-2015. Data dari sub bidang Bagian Keuangan Dinkes Batam mencatat sumber dana pembiayaan pembangunan kesehatan Kota Batam 2015, untuk dana hibah GF sebesar Rp. 496.194.546,00. Angka ini lebih kecil dibanding tahun sebelumnya, yakni pada 2014 sebesar Rp. 642.242.296,26.

5-1-57273e52567b610b08a9b61b.jpg
5-1-57273e52567b610b08a9b61b.jpg
Global Fund (GF). (Ganendra)

Dalam benakku menggarisbawahi, bahwa upaya penanggulangan HIV Aids tidaklah mudah. Pergaulan bebas dan hubungan seks tak aman, pasangan berisiko masih mudah ditemui di sudut-sudut malam kota yang kaya ragam wisata kuliner laut ini. Seperti mereka, para perempuan itu. Perempuan berpakain minim dan sexi dengan hembusan rokoknya saat duduk bergerombol di depan sebuah café. Café yang kulintasi di malam itu, saat mencari ole-ole di kawasan Nagoya. Pemandangan serupa yang sering kulihat di waktu dulu, 9 tahun silam di keremangan malam sudut Kota Batam. Aaaaahh #BaperLagi

BERSAMBUNG

Twitter/ Instagram: @rahabganendra

BACA: Bergayut Nostalgia, Merekam Jejak ‘Nusantara Sehat’ di Tapal Batas Barat (1)

Artikel ini ditayangkan pertama kali di blog pribadi milik penulis, di sini


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun