“Harus dimasak dulu, soalnya saluran pipa sudah berumur 62 tahun, jadi potensi ada karat dan lain-lain,” imbuh Pak Khamid.
Untuk diketahui, bangunan jaringan sudah ada sejak 1922. Bangunan di IPA Pejompongan sendiri berdiri 1953. Sudah lama banget yaaa... Namun pihak Palyja sendiri, setiap hari melakukan cek sampling ke tempat saluran air, tujuannya memastikan air layak dikonsumsi. Pembersihan reservoir dilakukan 1 tahun sekali, accelator dilakukan 2 bulan sekali dan filter dilakukan setiap 72 jam. Hal itu dilakukan untuk mempertahankan kualitas pengolahan air agar tetap terjaga.
Lalu apakah air yang diolah sudah standar?
Meyritha menjelaskan bahwa kualitas air sama yang keluar dari produksi sudah standar air minum. Artinya sudah bisa langsung diminum. Hal itu sesuai Peraturan Menteri Kesehatan/ Permenkes untuk air bersih, yakni Permenkes No. 492 tahun 2010. Sedangkan untuk air minum produksi instalasi sesuai Permenkes 582 tahun 1995. Harus diingat bahwa itu standar air bersih siap minum sebelum disalurkan ke pelanggan. Jadi standar air bersih yang dipakai pelanggan yang siap minum, harus dimasak terlebih dahulu, karena kondisi pipa saluran yang sudah lama.
[caption caption="Salah satu bagian proses pengolahan air Palyja. (Foto ganendra)"]
“Tahun ini, teknologi itu rencananya akan di-kopi paste (diterapkan) di Cilandak, karena Kali Krukut sudah mulai jelek,” jelas Meyritha.
Upaya menjaga kualitas dan pelayanan air bersih oleh Palyja dilakukan juga monitoring yang menggunakan sistem modern. Ada ruang Distribution Monitoring & Controlling Centre (DMCC). Di ruang yang berbentuk lingkaran bulat ini ada petugas yang standby selama 24 jam penuh. Petugas bergilir 3 kali dalam sehari. Tanggungjawabnya adalah memonitor seluruh sarana dan prasarana Palyja. Hal ini memungkinkan setiap masalah yang terjadi dapat diketahui dengan cepat dan langsung ditangani.
“Kalau ada masalah, maka ada alarm menyala, keluar merah, operator akan tahu. Misalnya pipa bocor, petugas akan tahu, kenapa arah kesana tak ada air, lalu diinfokan ke tim untuk segera ditangani,” tutur Pak Khamid.
[caption caption="Distribution Monitoring & Controlling Centre (DMCC) (Foto ganendra)"]
Palyja yang mencakup layanan wilayah Barat Jakarta, mengambil/ membeli 60% dari Jatiluhur. Sementara Thames Water mengambil 100%. Memenuhi kekurangan itu Palyja harus mengambil air dari Tangerang. Ibu Meyritha menjelaskan bahwa Palyja tak bisa sendirian untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Ketersediaan air bersih dan menjaganya adalah urusan tanggungjawab bersama.
“Kami bekerjasama dengan instansi lainnya seperti Pemkot DKI Jakarta, Kemenpupr, media dan juga Blogger secara tak langsung. Oleh karena itu kami membuat tagline #BersamaDemiAir,” kata Meyritha.