[caption caption="Arlo si burung hantu. (foto Ganendra)"]
Metode pengenalan/ edukasi satwa yang dilakukan Tatang, adalah membangun interaksi anak-anak dengan satwa. Bukan hanya satwa yang dibawanya, namun juga satwa dalam bentuk poster. Sarana poster ini lebih diperuntukkan pada satwa yang dilindungi. Artinya Tatang hanya memelihara satwa yang tidak dilindungi, seperti hewan yang disebutkan di atas. Melalui metode itu, anak-anak sekolah usia dini, PAUD dan TK diperkenalkan dengan wujud hewan dan diberikan penjelasan tentang seluk beluk hidup hewan bersangkutan.
“Ada yang tahu, Arlo ini makanannya apa? Ada yang tahu ular ini bertelur atau beranak?” Tanya Tatang di hadapan anak-anak TK Kartika. Konsep dasar yang simple pengenalan kehidupan hewan.
Bukan itu saja, anak-anak diajak untuk mengetahui tentang hewan-hewan langka yang dilindungi. Melalui media poster itulah ditunjukkan contoh-contoh hewan yang dilindungi, seperti tarsius, elang jawa, harimau sumatera, burung kakatua jambul kuning dan lain-lain.
Hobi karena Menyayangi
Mencintai dan menyayangi satwa bagi pemuda kelahiran 3 April 1982 ini sudah dimilikinya sejak kecil. Terlahir dari keluarga purnawirawan TNI, Tatang tumbuh sebagai pemuda yang hobinya memelihara dan berbagi informasi tentang satwa. Beberapa satwa yang dimilikinya adalah pemberian dari teman dan tetangga yang merasa yakin bahwa satwa yang dipelihara Tatang lebih bisa terawat dengan baik. Satwa yang diperoleh masih berusia muda, dan nantinya akan dibebaskannya ke alam bebas jika sudah besar.
Sempat memiliki petshop dan mengembangbiakan satwa, yang berujung pada ‘panggilan hati’ untuk menularkan kecintaan pada satwa bagi anak-anak muda.
Obsesi besarnya, Tatang ingin anak-anak muda bisa memahami tentang satwa dan tergerak untuk menyayangi kehidupan satwa. Oleh karena dalam kurun waktu jalan yang belum genap setahun, Tatang giat aktif melakukan edukasi ke sekolah-sekolah. Pengetahuan yang dimilikinya tidak terlepas dari pengalaman dan hasil dari sharing-sharing dengan komunitas pecinta binatang dan juga dari kawan-kawan Bidang Kehutanan Dinas Kelautan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta serta dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam. Beberapa program ke depan pun direncanakannya bersama dengan dinas terkait, tujuannya jelas, bisa lebih mudah menjangkau khalayak lebih luas.
“Tanggapan positif dari sekolah untuk edukasi satwa ini, lumayan, namun mesti ditingkatkan lagi,” kata lelaki anak ke empat dari lima saudara ini yang mengaku tidak menarik ongkos saat melakukan edukasi ke sekolah. Tujuan akhirnya jelas bahwa dengan tumbuhnya menyayangi satwa maka berkontribusi dalam pelestarian satwa-satwa yanga da.
Ada cerita lucu yang dialami Tatang, sehabis memberikan edukasi satwa. Ada orang tua murid yang menelponnya, dan bercerita bahwa gara-gara mendengar cerita dari Tatang, si penelpon awalnya bernada marah, berkata bahwa dia ditanya sama anakny yang masih TK tentang burung Kakatua jambul kuning yang dipeliharanya.
"Pak bukankah Kakatua ini dilindungi dan tidak boleh dipelihara?" kata penelpon bercerita. "Saya khan jadi bingung jawabnya," katanya lagi.