[caption caption="Tatang sedang memberi pengenalan satwa yang dilindungi ke anak-anak TK Kartika di Condet, Jaktim. (foto Ganendra)"][/caption]
Beberapa waktu lalu, netizen sempat dihebohkan oleh adanya foto yang diunggah di dunia maya dengan menyajikan foto perilaku yang dianggap ‘kejam’ pada binatang. Foto heboh yang diunggah di laman facebook tentang anak-anak muda yang menyantap beruang madu, juga perempuan muda yang mengunggah fotonya dengan harimau sumatera berbunyi status, “Hasil berburu hari ini, nyam, nyaammm.”
Sontak saja netizen heboh dan menghujat Ronal Cristoper Ronal dan Ida Tri Susanti para pengunggah foto tersebut. Netizen marah dan berujung penghujatan. Alasannya jelas bahwa binatang-binatang tersebut termasuk jenis satwa liar yang dilindungi Undang-undang. Belakangan aparat keamanan menangkap Ronal dan kawan-kawannya. Kasusnya pun diseret ke ranah hukum. Sementara Ida menutup akun facebooknya.
*
Raut muka anak-anak Taman Kanak-kanak itu berekspresi antara takjub dan takut. Mata mereka tak lepas melihat dua ekor hewan melata yang ada di bahu seorang muda di depannya. Ular. Ular jenis sanca sekitar panjang satu meter menggeliat perlahan, melingkar di leher pemuda itu. Beragam respon diberikan oleh anak-anak itu. Ada yang takut-takut namun mendekat melihat dari jarak dekat. Puluhan anak-anak TK Kartika itu pun menjadi riuh.
“Nah kalau adik-adik menemui ular di jalan, ingat yaaa….jangan dipegang… jangan dipegang, bahaya!” jelas Tatang Sahaeri, nama pemuda itu di hadapan anak-anak Taman Kanak-kanak Kartika, di kawasan Condet, Jakarta Timur.
[caption caption="Tatang sedang memberi pengenalan satwa yang dilindungi ke anak-anak TK Kartika di Condet, Jaktim, pada Kamis (28/1/2016). (foto Ganendra)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/31/tatang-1-56ae0b3a3493731b095669dd.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Tatang Sahaeri adalah pegiat pecinta binatang bersama organisasi yang didirikannya, Organisasi Masyarakat Pecinta Binatang (OM TATANG). Ia melakukan kegiatan edukasi ke sekolah-sekolah maupun kelompok masyarakat dengan mengusung agenda untuk menularkan kecintaan masyarakat kepada binatang. Misalnya saja edukasi yang dialkuakn ke sekolah TK Kartika pada Kamis (28/1/2016) di kawasan Condet, Jaktim.
“Karena banyak generasi yang kurang kenal jenis satwa dan salah pemahaman,” jelas Tatang yang juga seorang blogger ini, saat ditanya mengapa ia mau capek-capek dari satu sekolah ke sekolah lainnya membawa satwa yang dipeliharanya.
Yaaa, seperti yang dilakukan di TK Kartika, sejumlah hewan miliknya dibawa. Ada burung hantu,kura-kura, ular, anak buaya, musang dan tupai. Dan anak-anak itu berkesempatan memegang “si Arlo.” Arlo adalah jenis burung hantu. Mereka nampak senang mengelus-elus bulu si Arlo yang berdiri di lengan Tatang.
"Bulunya halus," komentar seorang anak.
[caption caption="Arlo si burung hantu. (foto Ganendra)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/31/tatang-4-56ae0b7566afbd5f085bccf3.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Metode pengenalan/ edukasi satwa yang dilakukan Tatang, adalah membangun interaksi anak-anak dengan satwa. Bukan hanya satwa yang dibawanya, namun juga satwa dalam bentuk poster. Sarana poster ini lebih diperuntukkan pada satwa yang dilindungi. Artinya Tatang hanya memelihara satwa yang tidak dilindungi, seperti hewan yang disebutkan di atas. Melalui metode itu, anak-anak sekolah usia dini, PAUD dan TK diperkenalkan dengan wujud hewan dan diberikan penjelasan tentang seluk beluk hidup hewan bersangkutan.
“Ada yang tahu, Arlo ini makanannya apa? Ada yang tahu ular ini bertelur atau beranak?” Tanya Tatang di hadapan anak-anak TK Kartika. Konsep dasar yang simple pengenalan kehidupan hewan.
Bukan itu saja, anak-anak diajak untuk mengetahui tentang hewan-hewan langka yang dilindungi. Melalui media poster itulah ditunjukkan contoh-contoh hewan yang dilindungi, seperti tarsius, elang jawa, harimau sumatera, burung kakatua jambul kuning dan lain-lain.
Hobi karena Menyayangi
Mencintai dan menyayangi satwa bagi pemuda kelahiran 3 April 1982 ini sudah dimilikinya sejak kecil. Terlahir dari keluarga purnawirawan TNI, Tatang tumbuh sebagai pemuda yang hobinya memelihara dan berbagi informasi tentang satwa. Beberapa satwa yang dimilikinya adalah pemberian dari teman dan tetangga yang merasa yakin bahwa satwa yang dipelihara Tatang lebih bisa terawat dengan baik. Satwa yang diperoleh masih berusia muda, dan nantinya akan dibebaskannya ke alam bebas jika sudah besar.
Sempat memiliki petshop dan mengembangbiakan satwa, yang berujung pada ‘panggilan hati’ untuk menularkan kecintaan pada satwa bagi anak-anak muda.
Obsesi besarnya, Tatang ingin anak-anak muda bisa memahami tentang satwa dan tergerak untuk menyayangi kehidupan satwa. Oleh karena dalam kurun waktu jalan yang belum genap setahun, Tatang giat aktif melakukan edukasi ke sekolah-sekolah. Pengetahuan yang dimilikinya tidak terlepas dari pengalaman dan hasil dari sharing-sharing dengan komunitas pecinta binatang dan juga dari kawan-kawan Bidang Kehutanan Dinas Kelautan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta serta dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam. Beberapa program ke depan pun direncanakannya bersama dengan dinas terkait, tujuannya jelas, bisa lebih mudah menjangkau khalayak lebih luas.
“Tanggapan positif dari sekolah untuk edukasi satwa ini, lumayan, namun mesti ditingkatkan lagi,” kata lelaki anak ke empat dari lima saudara ini yang mengaku tidak menarik ongkos saat melakukan edukasi ke sekolah. Tujuan akhirnya jelas bahwa dengan tumbuhnya menyayangi satwa maka berkontribusi dalam pelestarian satwa-satwa yanga da.
Ada cerita lucu yang dialami Tatang, sehabis memberikan edukasi satwa. Ada orang tua murid yang menelponnya, dan bercerita bahwa gara-gara mendengar cerita dari Tatang, si penelpon awalnya bernada marah, berkata bahwa dia ditanya sama anakny yang masih TK tentang burung Kakatua jambul kuning yang dipeliharanya.
"Pak bukankah Kakatua ini dilindungi dan tidak boleh dipelihara?" kata penelpon bercerita. "Saya khan jadi bingung jawabnya," katanya lagi.
Si penelpon bertanya apa yang harus dilakukan. Tatang menjawab dengan mengarahkan ke dinas terkait, agar jika ingin memelihara mesti ada suratnya, jika termasuk hewan dilindungi.
"Datang saja ke BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) pak, bisa ditanya lebih lanjut," jawab Tatang yang sempat mengenyam bangku kuliah, namun tidak selesai ini.
Impian ‘Serbu’
Banyak hal di benak Tatang yang menjadi program OM TATANG untuk lebih menunjang kegiatan yang dilakukannya. Salah satunya adalah impian yang akan mulai digarapnya, yakni ‘Serbu,’ edukasi 1000 sekolah tentang satwa. Yaa simple saja, ia berharap bisa menjangkau lebih banyak sekolah agar bisa memberikan kontribusi positif khususnya ke dunia satwa yang digelutinya. Proposal program sudah diajukan ke dinas terkait, untuk mendapat dukungan. Harapan lain adalah agar semakin banyak riset penelitian tentang satwa yang dilakukan oleh bangsa sendiri, dimana kekayaan satwa di Indonesia sangat kaya.
Dan dari rumahnya yang sederhana di Jl. Kerja bakti no 10, Rt 003/ Rw 002 Kel. Makasar, Kec. Makasar, Jakarta Timur, Tatang tak putus berjuang untuk mewujudkan impiannya, bersama hewan-hewan yang dipeliharanya. Hewan yang akan dilepaskan ke alam bebas, pada saatnya kelak.
@rahabganendra
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI