[caption caption="Pak Lian (kiri) dan Isjet (kanan) saat acara “Nangkring Kompasiana bersama BCA,” pada Kamis, 3 Desember 2015 di D’Consulate Lounge, Menteng, Jakarta. (Foto Ganendra)"][/caption]
TRANSAKSI menggunakan uang asing/ valuta asing/ valas jamak digunakan di era sekarang ini. Era dimana semakin tingginya arus kehidupan orang yang terbiasa hidup di luar negeri, tinggal atau hanya sekedar traveling beberapa lama. Paling mudah ditemui adalah banyaknya pelajar dan mahasiswa dari tanah air yang melanjutkan studi di negeri orang. Seperti seorang sahabat saya yang beruntung bisa melanjutkan studi S3-nya di Portugal. Dan tentu saja buat teman-teman Tenaga Kerja Indonesia yang mengais rejeki di negeri orang. Kebutuhan akan transfer uang yang sudah menjadi ‘kewajiban’ buat keluarganya di tanah air.
Tentu hidup di negeri orang sangat erat kaitannya dengan soal transfer uang ataupun sekedar belanja. Perbedaan mata uang menjadi salah satu hal yang dilirik perbankan dalam produk-produknya. Kalau saya yang hidup di Jakarta sih tentu mudah, tak masalah dengan kebutuhan transaksi, soalnya masih menggunakan mata uang resmi RI tho. Tapi bagaimana kalau nantinya saya menetap di luar negeri? Atau sahabat-sahabat saya yang melanjutkan studi di luar negeri dan tinggal disana? Atau teman TKI? Gimana yaaa, kalau kita di luar negeri hanya punya rekening/ account di Indonesia, sementara harus bertransaksi dengan bank terkait di luar negeri?
Nampaknya hal-hal seperti itu awam dialami oleh sahabat-sahabat di luar negeri. Dan tentu dibutuhkan layanan yang dapat menjembatani kebutuhan perlu dan penting mereka.
Transaksi Valas Bagi Diaspora
Adalah Mas Junanto Herdiawan, atau yang akrab dipanggil Mas Iwan, yang berbagi pengalaman soal transaksi transaksi valas, saat acara “Nangkring Kompasiana bersama BCA,” bertema "Cara Mudah Kirim Uang dari Luar Negeri," pada Kamis, 3 Desember 2015 di D’Consulate Lounge, Menteng, Jakarta. Kompasianer yang sering menulis perbankan ini mengaku sering khawatir kalau belanja di luar negeri. Perbedaan mata uang tentu mesti mengetahui kurs yang sesuai pasar/ market.
“Kita gak tau pada saat itu berapa kursnya. Cari referensi bingung kemana,” katanya.
Begituypun soal transfer uang. Kesulitan Mas Iwan juga soal masalah waktu. Meski teknologi sudah cepat, karena ada mobile banking. Senada dengan kompasianer diaspora lainnya, Ranisa yang tinggal di Seattle AS. Ranisa sering melakukan transfer ke saudara di tanah air. Dimana aktivitasnya itu tentu membutuhkan fitur perbankan yang memudahkannya bertransaksi valas.
“Selama ini, saya transfer dari account tabungan saya ke account tabungan saya yang lain, di Indonesia,” tuturnya di acara yang sama melalui videocall.
Melihat aktivitas transaksi valas yang urgen dan perlu bagi mereka yang di luar negeri, maka tentu sangat membutuhkan fitur perbankan yang bisa mensuport itu semua. Bukan hanya mendukung kemudahan, namun mesti simple, praktis, aman, realtime, kompetitif dan tidak merugikan.
Transaksi Valas dan BCA