Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Menghapus Stigma ‘Momok Menyebalkan' Asuransi

14 April 2015   13:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:07 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Momok yang tertanam di benak sebagian orang soal asuransi adalah, urusan klaimnya susah, ribet, harus begini begitu dan lain sebagainya. Pengalaman saya mengatakan bahwa memang asuransi dalam pengurusan klaimnya sangat berhati-hati dan tentu membutuhkan waktu, meski bukan harus berbulan-bulan sih. Penjelasan yang benar adalah kuncinya.


Contoh konkretnya adalah saat mengajukan klaim kehilangan mobil, saya mesti mengikuti procedural. Lumayan juga isi ini itu. Intinya pihak asuransi ingin meyakinkan bahwa mobil saya murni hilang bukan rekayasa. Tentu saja hasil laporan dari Polsek setempat saya sudah lampirkan. Sikap seperti ini sangat bagus dan perlu disosilisasikan (dijelaskan) oleh pihak asuransi terhadap kliennya. Pengalaman saya saat klaim, cukup bagus. Respon cepat pihak asuransi dan juga pihak finance.


Nah, menurut saya, sikap professional dalam melayani adalah kunci yang harus digunakan dalam kinerja pihak asuransi. Jangan ada simpang siur soal pelayanan. Sigap dan tanggap serta memproses cepat segala klaim adalah hal yang penting dilakukan. Jangan sampai klien yang terkena musibah, semakin ‘stress' gegara ribet mengurus klaim asuransinya. Hal ini perlu sosialisasi yang benar dan terus menerus, sehingga stigma ‘klaim ribet' berganti dengan pemahaman yang benar.


Aku Belum Butuh Asuransi!


Belum butuh asuransi, sebenarnya sih mungkin lebih dikarenakan factor-faktor teknis yang membuat enggan untuk berasuransi. Masyarakat kita memang tak sedikit yang berpendidikan, namun banyak juga di luar perkotaan yang belum mencukupi sisi pendidikannya. Hal ini berpengaruh dalam memandang segala sesuatu hal seperti soal asuransi.


Pekerjaan paling berat adalah memberikan kesadaran masyarakat soal asuransi sendiri. Pemahaman bahwa asuransi belum dibutuhkan menjadi momok tersendiri buat masyarakat berasuransi. Masyarakat yang sebenarnya sudah membutuhkan asuransi menjadi ‘malas' dan mungkin baru bangkit kesadaran berasuransi setelah terkena musibah. Sementara bagi sebagian masyarakat kurang mampu ekonomi tentu menjadi kasus yang berbeda.


Pelayanannya Bikin Bete


Pelayanan yang saya maksud disini adalah soal sales asuransi yang menawarkan preminya kurang simpatik. Seperti yang saya ceritakan satu sisi salut untuk semangat para penjual asuransi. Gigih dan tak kenal bosan ‘membujuk' nasabah untuk ikut asuransi. Namun terkadang sikap pelayanan demikian membuat bête alias jengah para calon nasabah, sehingga malah berimbas sebaliknya, antipasti. Jika sudah demikian tentu saja semakin sulit untuk menarik nasabah. Bahwa tujuan utamanya adalah memberi kesadaran soal proteksi diri di masa depan semestinya harus menjadi hal utama. Kepentingan konsumen/ nasabah dan bukan ‘asal mau'. Tentu soal kesadaran akan bertahap sifatnya. Hemat say perlu ‘strategi' yang tepat dalam sosialisasi asuransi. Utamanya adalah demi kepentingan nasabah berkaitan dengan hal-hal masa depan agar ‘siap sedia' menghadapi kejadian-kejadian tak terprediksi.


Seyogyanya asuransi bukanlah sekedar menjual hal-hal yang menguntungkan buat perusahaan bersangkutan namun adalah mulia membantu orang untuk menata masa depannya dengan proteksi diri. Dan ‘momok menyebalkan' asuransi bisa terhapus menjadi ‘momok yang menyenangkan' karena sebenarnya asuransi adalah membantu banyak orang. Salam Asuransi.


@rahabganendra

Sumber Gambar Ilustrasi DISINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun