Sebenarnya, soal asuransi sih bagi saya sudah bukan hal yang baru lagi. Sudah lama mengenal asurasi sejak masa sekolah. Pasalnya orangtua saya yang PNS telah mengikuti asurasi untuk pendidikan anak-anaknya di sebuah perusahaan asuransi yang cukup ternama di daerah. Tentu waktu itu saya tak terlalu tau dan ga mau tahu soal asuransi itu.
Hingga kemudian saat sudah bekerja, saya punya pengalaman soal asuransi. Jujur sebelumnya sudah lama ditawarin ikut jadi nasabah asuransi dari rekan kerja, kenalan, maupun kawan lama yang berjumpa kembali. Stigma miring soal asuransi yang sering terdengar, awalnya membuatku menggelengkan kepala saat menjawab penawaran mereka. Sudah banyak sekali. Hingga pada suatu ketika saya ‘terpaksa' menganggukkan kepala saat ditawari ikut asuransi dari adik rekan kerja waktu di Batam, medio 2007. Terpaksa? Iya. Jujur saja awalnya karena risih ditawari terus menerus dan tak enak hati sama teman. Salut juga dengan agen-agen asuransi yang tak kenal menyerah menawarkan asuransinya hehee.
Kesadaran untuk berasuransi belum tergambar di benak saya, waktu itu. Saya lebih memilih investasi daripada membayar premi asuransi. Namun seiring waktu, saya semakin merasakan keuntungan berasuransi. Hingga berujung pada asuransi lainnya, yakni asuransi mobil saat membeli mobil meski dengan cara kredit/ angsuran. Secara nyata saya merasakan saat terkena musibah. Mobil saya pada 2013 hilang dalam sebuah aksi kejahatan pencurian. ‘Masih beruntung' mobil telah diasuransikan.
Pendek kata saya berhasil mencairkan klaim maksimal kepada pihak asuaransi meski memakan waktu untuk urusan proseduralnya. Ya, asuransi memproteksi hal-hal/ kejadian-kejadian tak terprediksi yang menimpa kita di masa depan. Istilahnya asuransi buat "jaga-jaga". Siapa yang bisa tahu, kalau kita akan tertimpa musibah? Siapa yanga tahu ternyata mobil bisa hilang dicuri?
[caption id="attachment_360687" align="aligncenter" width="600" caption="Tanda pemblokiran STNK saat mengurus persyaratan asuransi. (Foto Ganendra)"]
Intinya saya mendapat beberapa pengalaman berharga soal asuransi. Dan mungkin banyak di benak orang yang kurang atau belum menyadari tentang arti pentingnya asuransi. Bahkan asuransi yang begitu bermanfaat saat memproteksi hal-hal ataupun peristiwa musibah yang tak terprediksi, malah sebaliknya menjadi momok menyebalkan. Momok menyebalkan yang membuat malas berasuransi. Namanya juga belum menyadari jadi susah juga yaaa.
Nah berikut ini alasan-alasan menurut saya, mengapa asuransi menjadi stigma yang memberatkan atau menjadi momok menyebalkan bagi sebagian orang.
Uangku Hangus!
"Ah sudah bayar premi, tapi ga dapat apa-apa," begitu yang terlintas di benak banyak orang. Memang untuk asuransi, jika tidak terjadi pengajuan klaim asuransi, maka kita ‘berasa' uang kita hangus. Agak berbeda sedikit dengan asuransi berbasis syariah, dimana premi kita berlaku system subsidi silang. Artinya digunakan untuk membayar klaim nasabah lainnya. Wajar sih namanya juga premi untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan yang tak terprediksi. Sooo... akhirnya banyak yang memilih menyisihkan dana untuk investasi. lagi-lagi perhitungan dari sisi keuntungan semata. Keuntungan yang lebih kongkret dilihat. Hemat saya, memang perlu untuk lebih digerakkan soal kesadaran menjaga ‘dana' yang lebih menguntungkan di masa depan. Jika investasi bisa rugi dan pencairan dana yang butuh waktu lama, maka asuransi menjadi pilihan tepat untuk berjaga-jaga saat butuh dana saat momen-momen tertentu.
Males, Klaimnya Ribet!
Momok yang tertanam di benak sebagian orang soal asuransi adalah, urusan klaimnya susah, ribet, harus begini begitu dan lain sebagainya. Pengalaman saya mengatakan bahwa memang asuransi dalam pengurusan klaimnya sangat berhati-hati dan tentu membutuhkan waktu, meski bukan harus berbulan-bulan sih. Penjelasan yang benar adalah kuncinya.
Contoh konkretnya adalah saat mengajukan klaim kehilangan mobil, saya mesti mengikuti procedural. Lumayan juga isi ini itu. Intinya pihak asuransi ingin meyakinkan bahwa mobil saya murni hilang bukan rekayasa. Tentu saja hasil laporan dari Polsek setempat saya sudah lampirkan. Sikap seperti ini sangat bagus dan perlu disosilisasikan (dijelaskan) oleh pihak asuransi terhadap kliennya. Pengalaman saya saat klaim, cukup bagus. Respon cepat pihak asuransi dan juga pihak finance.
Nah, menurut saya, sikap professional dalam melayani adalah kunci yang harus digunakan dalam kinerja pihak asuransi. Jangan ada simpang siur soal pelayanan. Sigap dan tanggap serta memproses cepat segala klaim adalah hal yang penting dilakukan. Jangan sampai klien yang terkena musibah, semakin ‘stress' gegara ribet mengurus klaim asuransinya. Hal ini perlu sosialisasi yang benar dan terus menerus, sehingga stigma ‘klaim ribet' berganti dengan pemahaman yang benar.
Aku Belum Butuh Asuransi!
Belum butuh asuransi, sebenarnya sih mungkin lebih dikarenakan factor-faktor teknis yang membuat enggan untuk berasuransi. Masyarakat kita memang tak sedikit yang berpendidikan, namun banyak juga di luar perkotaan yang belum mencukupi sisi pendidikannya. Hal ini berpengaruh dalam memandang segala sesuatu hal seperti soal asuransi.
Pekerjaan paling berat adalah memberikan kesadaran masyarakat soal asuransi sendiri. Pemahaman bahwa asuransi belum dibutuhkan menjadi momok tersendiri buat masyarakat berasuransi. Masyarakat yang sebenarnya sudah membutuhkan asuransi menjadi ‘malas' dan mungkin baru bangkit kesadaran berasuransi setelah terkena musibah. Sementara bagi sebagian masyarakat kurang mampu ekonomi tentu menjadi kasus yang berbeda.
Pelayanannya Bikin Bete
Pelayanan yang saya maksud disini adalah soal sales asuransi yang menawarkan preminya kurang simpatik. Seperti yang saya ceritakan satu sisi salut untuk semangat para penjual asuransi. Gigih dan tak kenal bosan ‘membujuk' nasabah untuk ikut asuransi. Namun terkadang sikap pelayanan demikian membuat bête alias jengah para calon nasabah, sehingga malah berimbas sebaliknya, antipasti. Jika sudah demikian tentu saja semakin sulit untuk menarik nasabah. Bahwa tujuan utamanya adalah memberi kesadaran soal proteksi diri di masa depan semestinya harus menjadi hal utama. Kepentingan konsumen/ nasabah dan bukan ‘asal mau'. Tentu soal kesadaran akan bertahap sifatnya. Hemat say perlu ‘strategi' yang tepat dalam sosialisasi asuransi. Utamanya adalah demi kepentingan nasabah berkaitan dengan hal-hal masa depan agar ‘siap sedia' menghadapi kejadian-kejadian tak terprediksi.
Seyogyanya asuransi bukanlah sekedar menjual hal-hal yang menguntungkan buat perusahaan bersangkutan namun adalah mulia membantu orang untuk menata masa depannya dengan proteksi diri. Dan ‘momok menyebalkan' asuransi bisa terhapus menjadi ‘momok yang menyenangkan' karena sebenarnya asuransi adalah membantu banyak orang. Salam Asuransi.
@rahabganendra
Sumber Gambar Ilustrasi DISINI
Baca Artikel terkait:Â Inilah Cara Klaim Asuransi Mobil Kreditan yang Hilang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H