[caption id="attachment_343675" align="aligncenter" width="555" caption="Dokpri"][/caption]
Seorang perempuan tua bertongkat berjalan sunyi di padang rumput berbatu. Monolog berkata dalam hati. Mengkisahkan perjalanan hidup yang telah dilaluinya hingga dia berpijak di tanah persilatan.
Itu adegan awal Film Pendekar Tongkat (PTE) yang mengisi dunia perfilman nasional 2014. Film yang menjadi perhatian banyak khalayak dengan respon yang beragam. Salut dan apresiasi positif dilontarkan disamping kritikan. Film laga yang diperagakan disebut tidak mewakili gaya laga tanah air. Meski setting waktu ‘dunia persiatan' yang dikemas, tidak disebutkan, kapan? Masa kerajaan apa? Ataupun penunjuk waktu lainnya. Namun banyak acungan jempol disematkan di film yang dirilis 18 Desember 2014 ini. Film yang menutup akhir tahun 2014 dengan asa baru terkait film nasional yang bermutu dan berkualitas.
Kisah film seperti umumnya film bergenre laga adalah perang antara kebaikan dan kejahatan yang dibalut dengan pertarungan fisik dan batin para tokohnya. Bagusnya lagi ditopang dengan dukungan setting keindahan dan kewibawaan tanah Sumba Timur yang dieksplore maksimal sedemikian rupa. Patut diapresiasi pilihan genre laga di tengah film nasional yang banyak menonjolkan kisah asmara masa kini juga tema ‘perhantuan'. Entah di masa kini masih saja film-film menakuti-nakuti dengan hantu masih banyak menarik penonton.
Satu sisi PTE seperti memberikan guyuran dahaga dengan film laga yang lama sekali ‘tenggelam'. Trend silat patut disebut bersinar pada masa film kolosal Saur Sepuh yang diangkat dari sandiwara radio yang ngetrend duluan. Dan seperti khas film laga, muatan filosofi sangat kental tersemat di dalam kisah, dialog dan visualisasi. Saya secara pribadi melihat PTE menyoroti soal pergulatan batin para pemainnya melalui tokoh-tokohnya. Pergulatan batin untuk mengenal ‘jatidiri' mereka, siapakah diri mereka.
Menonjol sekali karakter Biru sang ‘putra' pertama dari Cempaka yang lekat dikenal sebagai pendekar ambisius. Ambisius yang dibangun dari rasa dendam terbunuhnya orangtua oleh Cempaka. Tak peduli semisal pertarungan itu fair hingga orangtuanya tewas di tangan pewaris jurus "Tongkat Emas melingkari bumi", Cempaka. Selanjutnya sampai ambisi merebut Tongkat Emas yang tak diwariskan kepadanya sebagai murid tertua membuatnya menggunakan cara keji untuk mendapatkannya. Membunuh sang guru yang merawatnya, Cempaka, bersama adik seperguruannya yang juga kekasihnya, Gerhana. Kekejaman hati mereka, menjadikan sepasang pendekar yang berbahaya. Kekejamannya semakin merajalela demi menjadi jawara dunia persilatan. Fitnah dan cara keji lainnya seperti menggunakan racun menjadi salah satu upaya menuntaskan ambisi. Seperti diperagakan saat meracun Cempaka guna melemahkan fisiknya, serta merebut Perguruan Sayap Merah. Caranya meracun Ketua Perguruan dengan racun yang melemahkan fisiknya hingga ajal.
Namun hukum semesta selalu berlaku. Kejahatan akan musnah. Biru dan Gerhana pun ‘musnah' bersama kejahatannya. Bersama segala ambisi berbalut perilaku keji yang tak diperkenankan menang atas kebaikan.
Dara dan Angin, dua pendekar putih yang sama-sama dipungut Cempaka dari hasil perbuatannya membunuh musuh-musuhnya. Hal yang biasa dan mesti terjadi dalam laga persilatan. Namun berbeda dengan saudara tua seperguruannya, Dara dan Angin tahu membalas budi kasih sayang gurunya. Menyerap segala bimbingan filosofi hidup maupun sebagai murid perguruan yang mempunyai hati kebaikan. Tak heran dengan ‘mata bijaknya' Cempaka mantap memilih Dara sebagai penerima warisan Tongkat Emas dan jurus pamungkas ‘Tongkat Emas Melingkari Bumi.' Sebuah jurus yang harus diwariskan pada generasi perguruan Tongkat Emas yang tepat.
Keputusan Cempaka benar adanya, terbukti ‘jati diri' asli Biru akan ambisinya menguasai Tongkat Emas itu terkuak. Hingga Cempaka harus membayar dengan nyawanya, demi menjaga kebaikan pada kebenaran melalui Tongkat Emas.
Angin pendekar cilik berkepala plontos, mempunyai rasa hormat yang tinggi pada gurunya. Memegang teguh pada wasiat menjaga saudara seperguruannya, hingga nyawa pun dipertaruhkan. Satu lagi tokoh bernama Elang. Mewakili tentang penghormatan akan sebuah sumpah. Melanggar berarti berkonskwensi. Dan itu dipatuhi Elang saat melanggar sumpah turun temurun ayahnya Naga Putih (suami Cempaka). Sumpah untuk tidak terlibat dalam urusan duniawi, bertarung dan membunuh orang.
Kisah berakhir manis. Kebaikan mengunguli kejahatan. Namun kejahatan tak berhenti mengintai. Selalu ada untuk menguji siapapun dalam pergulatan jatidirinya. Dan Dara sang pewaris Tongkat Emas sedang menyimpan kemungkinan itu, saat putri Gerhana dan Biru yang ditewaskannya, ada bersamanya. Dara seakan mengulang kembali kisah gurunya Cempaka di masa lalu. Diangkat dan dirawat menjadi murid perguruan Tongkat Emas. Jadi seperti apakah Gerhana kecil itu?
[caption id="attachment_343658" align="aligncenter" width="555" caption="Salah satu adegan yang kupotret saat Nobar. (Ganendra)"]
Film yang disebut-sebut memiliki anggaran 25 milyar ini, sangat kuat dalam penokohannya. Didukung penuh oleh artis dan actor kawakan yang tak diragukan lagi aktingnya. Siapa yang meragukan kelas aktingnya Christine Hakim, Slamet Raharjo? Belum lagi peran antagonis yang memukau dari Reza Rahadian sebagai Biru dan Tara Basro sebagai Gerhana. Terlebih dari itu, kemasan cerita seakan membuat kita bagaiakan tersengat dan mengingatkan pada kehidupan di dunia. Ingatkah kita bahwa sekeliling kehidupan sehari-hari kita penuh unsure negative, iri, dengki, saling memangsa pada siapapun.
Urusan duniawi selalu mengiringi dan lekat dalam hati manusia. Namun ‘kesadaran' memposisikan dan menyikapinya menjadi keputusan pribadi yang dipengaruhi mata bijak setiap orang. Seperti yang dikatakan dalam salah satu dialog PTE, "Kebenaran seperti berjalan menuju dunia yang sunyi". Titik kebenaran itu tak banyak yang menyadari. Namun kita melalui para pendekar itu mencari kebenaran di jalannya sendiri. Mungkin mereka telah mendapatkannya di pemahaman di tingkat langit pemahamannya sendiri. Selamat dan terima kasih untuk karya film laga sebagai pemuas dahaga dan inspirasi tentang kehidupan di dunia fana. Bahwa kebaikan dan keburukan selalu ada. Dan kita tak henti bertarung di dalamnya. Di bumi dan di dalam hati. Temukan jatidiri setiap orang.
[caption id="attachment_343676" align="aligncenter" width="555" caption="Dokpri"]
[caption id="attachment_343659" align="aligncenter" width="555" caption="Narsis bareng Komik Comunity setelah Nobar Film Pendekar Tongkat Emas, Sabtu, 20 Desember 2014 di XXI Setiabudi, Jl. HR Rasuna Said Kav 32, Jakarta Selatan. (Dokpri)"]
By the way, PTE film yang enak ditonton, memuaskan kerinduan tontonan laga nan indah, kisah yang menghempas-hempas. Saya menikmati semua adegan dan filosofi didalamnya saat ikut Nobar Film "Pendekar Tongkat Emas" bareng Komik Comunity yaitu Kompasianers Only Movie entus(i)ast Klub, Sabtu, 20 Desember 2014 di XXI Setiabudi, Setiabudi Building Lantai 3. Jl. HR Rasuna Said Kav 32, Jakarta Selatan. Memahami dan meresapinya, meski selepas menonton, saya mengingat-ingat kembali, jurus "Tongkat Emas melingkari Bumi" yang mana yaa?"
Aah mungkin saya sempat meleng, hingga tak melihatnya. Mungkin saat Cempaka beraksi melingkarkan tongkatnya hingga batu-batu bertebaran di sekeliling muridnya, ataukah yang diperagakan Elang dan Dara saat mengalahkan Biru?
Film Pendekar Tongkat Emas
Sutradara : Ifa Isfansyah
Produser : Mira Lesmana, Riri Riza
Penulis : Jujur Prananto
Cerita : Mira Lesmana, Riri Riza, Ifa Isfansyah, Eddie Cahyono,
Musik : Erwin Gutawa
Lokasi : Sumba Timur, Indonesia
Durasi 112 menit
Para Pemain
• Eva Celia sebagai Dara
• Nicholas Saputra sebagai Elang
• Reza Rahadian sebagai Biru
• Tara Basro sebagai Gerhana
• Aria Kusumah sebagai Angin
• Christine Hakim sebagai Cempaka
• Slamet Rahardjo sebagai Dewan Datuk Bumi Persilatan
• Darius Sinathrya sebagai Naga Putih
• Prisia Nasution sebagai Cempaka muda
• Whani Darmawan sebagai Pimpinan Perguruan Sayap Merah
• Landung Simatupang sebagai Guru Cempaka dan Naga Putih
@rahabganendra
[caption id="attachment_343680" align="aligncenter" width="555" caption="Narsis bareng kawan-kawan KOMIK Comunity (Dokpri)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H