Tentu sebagai pengguna setia transportasi berbasis kereta (Commuterline, KAJJ), saya senang dan berterima kasih pada KAI sebagai pengelola yang terus meningkatkan standarnya guna memanjakan penumpang.
Seperti perubahan layanan tahun ini pada kereta ekonomi menjadi new generation dan stainless steel new generation. Â Ada peggantian kursi tegak, kamar mandi, interior gerbong, dan stop kontak. Perubahan yang bagi saya menambah kenyamanan berkereta dengan tarif ekonomis.Â
Kondisi kondusifnya KAI yang saya rasakan saat ini tentu tak terlepas dari perjalanan panjang pengelolaannya. Pahit manis perusahaan besar, mematangkan KAI sebagai penyedia transportasi layanan publik.
Pengalaman pahit seperti saat badai pandemi medio  Mei-Juni 2020 silam, sangatlah mendalam. Dimana KAI terpaksa harus menghentikan semua operasi kereta jarak jauh.  Sementara Commuterline pun dilakukan pembatasan yang berdampak pada kuantitas penumpang. Demi tidak terjadi penyebaran Covid-19.
Kondisi yang menyebabkan menurunnya jumlah pendapatan KAI. Tahun yang benar-benar sulit mengingat besarnya kebutuhan dana operasional. Hebatnya KAI mampu untuk tidak melakukan PHK terhadap puluhan ribu karyawannya saat pandemi.
Saat kondisi yang penuh tekanan pada 2020 itu, hadirlah sosok baru yang mengomandoi KAI. Sosok yang membawa perubahan pada wajah, performa KAI pada ragam sisi.
Sosok "Transformer" di Balik Sukses KAI
Adalah sosok Mas Didiek Hartantyo yang menjabat Direktur Utama (Dirut KAI) pada tahun 2020. Tahun sulit dimana KAI meghadapi tantangan besarnya.
Di tangan sosok "transformer" dari seorang Bankir berubah ke Masinis" itu, KAI mengubah paras dengan melakukan beberapa transformasi digital nan krusial.
Sosok "Ksatria Roda Besi" (jika saya boleh menyebut demikian) tak tanggung-tanggung dalam menjalankan amanah, yang diembannya.
Target besarnya membangun kereta api dengan standar kelas dunia, memotivasi  pria kelahiran 1961 itu  menjalankan transformasi digital. Diawali dengan merekrut konsultan nomor satu dunia, yaitu McKinsey.