Realitas itu sebagai tanda bahwa masyarakat pada dasarnya menyukai cerita lelembut.
Menurut Sunu, memang pada dasarnya kisah-kisah horor didasari oleh cerita-cerita  supraatural.  Orientasi dunia gaib niscaya berkaitan dengan sistem kepercayaan yang sudah lama berakar  pada masyarakat kita.Â
Tak mudah hilang begitu saja. Kemajuan pengetahuan dan teknologi malah justru bisa mendukung hal-hal gaib menjadi makin menarik. Bersenyawa dengan keyakinan hal-hal gaib.
Lalu bagaiaman kaitan dengan karya sastra horor?
Religi kepercayaan Kapitayan, sebagai unsur kebudayaan sedikit banyak menjadi acuan  bagi sastra untuk berkarya.  Â
"Keberadaan cerita  horor yang idenya berasal dari dunia gaib adalah sah sah saja," ujar Sunu.
Namun Sunu memanang bahwa karya cerita horor dengan kualitas seperti apapun, Â belum tentu, bisa diterima semua kalangan. Setiap cerita sastra termasuk horor memiliki pembacanya sendiri. Â Penerimaan pembaca terhadap karya sastra dipengaruhi selera, jenis kelamin, usia, pengalaman, ideologi dan lain-lain.
Jadi tidak perlu mengharuskan  semua kalangan dapat menerima cerita horor. Biarlah masyarakat yang memilih  jenis karya sastra yang disukainya.
Kaitannya dengan pembodohan, menurut Sunu pada jenis karya sastra propaganda pembodohan itu bisa saja terjadi karena pembacanya tidak kritis.
Sebaliknya pada masyarakat yang bisa membedakan mana fakta mana fiksi,  tentu tidak akan menerima begitu saja apa yang dibaca/ ditonton. Di sini pentingnya  masyarakat bersikap kritis.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!