Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 201 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kodok Ngorek

6 Februari 2014   14:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:06 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

ada kodok rekotok rekotok sukanya berkoar berkokok demen main tonjak tonjok pada lawan politisi bobrok juga pada kawan sepopok demi duit bergepok gepok

sang kodok ngorek reketek reketek ongkang ongkang kerja kepulin asap kretek mafia kasus suka ngumpet lari netek di depan santun di belakang berkotek kotek emang dasarnya politisi cap parpol bengek

sang kodok loncat loncatan sukanya main umbar umpatan tak peduli etika tatakrama kesopanan yang penting menang argumen kusir bualan maklum saja sosok politisi produk karbitan

ada kodok pahlawan kesiangan cari makan dengan jilat menjilat atasan demi gengsi harga diri dan kursi jabatan membabi buta bela siap leher dikorbankan bersumpah atas nama kesetiaan ataukah kerana ambisi pangkat kebesaran?

ada lagi kodok yang bertampang sopan bersumpah siap dijerat di tiang gantungan beralibi ingkari dugaan korupsi kejahatan apa hendak dikata jadi tersangka terancam hukuman di sidang pengadilan yang digelar kapan kapan kerana penyelidikan dihentikan kala sang kodok mengigit mantan atasan membuka lembaran halaman

para kodok bernyanyi nyanyi berwajah manis bermental iblis banci namun kini hilanglah taring taring gigi saling gigit mengigit antar teman sendiri hingga tunggu karma keadilan terbukti sang kodok pun menghitung hari jebloskan ke dalam bui ataukah hukuman mati?

sang kodok mengorek lagi sang kodok berkokok sembunyi sang kodok bernyanyi caci maki berisik tanpa berhenti mungkin menunggu nanti saat malaikat nyawa beraksi

***

Jakarta - 6 Februari 2014 Ganendra

Sumber Gambar Ilustrasi

Baca juga: Se-Tubuh Ilahi Nafas Urban Lilin Surga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun