"Iya gak apa-apa. Tapi mengapa Anton lakukan? Khan bisa minta sama mbah?"
"Tadi pas saya ambil minum di dapur, dan lihat nangka itu, Anton ingat adik yang di rumah. Kemarin saya janji kasih dia buah nangka mbah. Lalu aku ambil nangka itu, dan kukasih sama dia. Maafin Anton mbah. Anton salah," jawab Anton menunduk.
"Oooo... Anton, mbah senang kamu mau mengakui kesalahan. Artinya kamu tau, bahwa mencuri itu tidak baik. Kamu juga baik, memenuhi janji kepada adikmu, namun tidak boleh dengan cara yang tidak baik yaaa. Mengambil milik orang lain tanpa ijin dapat merugikan pada diri sendiri maupun orang yang memiliki barang itu. Orang yang mengambil akan berdosa, dan orang yang kehilangan barang akan sedih, susah karenanya. Lain kali saat menginginkan sesuatu, kita tidak boleh mengambil milik orang lain tanpa ijin yaaa," nasehat Mbah Gino penuh kasih. Anton mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Yaa sudah, yang penting Anton tidak mengulanginya lagi yaaa.... sekarang kamu boleh pulang,"
"Iya, Mbah, Anton mengerti. Terima kasih."
Anton lalu menyalami mbah Gino dan mencium punggung telapaknya. Sesaat dia ragu-ragu. Seperti ada yang mengganggu pikirannya.
"Mbah. Bolehkah saya bertanya?"
"Yaaa, kenapa Anton?"
"Eemm...eemm... darimana Mbah tau kalo saya yang mengambil nangka itu?"
"Heheheeeee.... ," Mbah Gino hanya tertawa terkekeh kekeh. Anton menjadi kebingungan. Dia semakin penasaran. Soalnya saat mengambil nangka tadi tidak ada orang disana. Dia hanya sendirian. Tapi kok Mbah tau. Dia makin bingung.
"Udahlah Anton, ini kamu cuci tanganmu dengan minyak ini. Tuh tanganmu lengket. Heheheheee," jawab Mbah Gino sambil menyodorkan ‘jelantah' atau minyak goreng bekas dalam gelas.