Riuh rendah suara anak-anak ramai di halaman rumah Mbah Gino. Halaman yang cukup luas itu memang setiap harinya dipakai untuk ngumpul anak-anak tetangga. Ada yang bermain lompat tali, ada juga yang bermain bola plastik dan lain-lain. Namun yang lebih menyenangkan mereka adalah karena sering didongengin cerita-cerita lucu dan menarik. Mbah Gino paling jago kalo lagi dongeng.
"Mbah jadi bikin kolaknya?" Tanya Lastri, cucu perempuan Mbah Gino yang tiba-tiba menyembulkan kepala di dapur. Lastri menemani tinggal di rumah itu, sejak suami Mbah Gino meninggal 4 tahun lalu. Rumah orangtua Lastri berdampingan dengan rumah Mbah Gino.
"Iya jadi Nduk, khan mbah udah janji. Nanti ajak teman-teman lainnya ya," jawab mbah Gino sambil membelah sebuah nangka matang untuk bahan kolak, menjadi dua bagian. Nangka hasil memetik di pohon belakang rumah kemarin.
"Njiih mbah," Lastri kegirangan lalu berlari, kembali bermain dengan teman-temannya.
Mbah Gino lalu kembali sibuk menyiapkan bahan lainnya. Ada pisang, nangka, singkong dan lain-lain. Beberapa bahan sudah diiris-iris. Semua bahan sudah lengkap, namun ada satu yang belum ada.
"Hmmm, santan belum ada," gumam mbah Gino sendirian. Bergegas ia pergi ke rumah anaknya, yakni orangtua Lastri disebelah rumah. Dia bermaksud minta tolong Bapaknya Lastri untuk memetik kelapa dua buah.
***
Nangka itu tinggal separoh. Mbah Gino kebingungan. Ia melihat kesana kemari di ruangan dapur yang tak seberapa besar itu. "Apa aku sudah pikun. Perasaan, nangkanya tadi kubelah jadi dua, mana yang separohnya ya? Masak sih hilang."
Mbah Gino resah. Bukan soal nangkanya hilang, toh masih ada sisanya yang bisa dipakai sebagai bahan kolaknya, namun dia sedih jika ada yang mengambilnya tanpa ijin. Mencuri. Dia tak berani menduga buruk, bahwa ada yang mengambilnya. Terlebih lagi jika anak-anak yang bermain di halaman itu.
"Semoga tidak dicuri."
***