Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Nyata: Suara Hati Mantan Pecandu Narkoba

10 Mei 2014   20:05 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 68475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gibon mantan pecandu yang telah pulih. Foto ini sudah seijin Gibon untuk ditayangkan. (foto Ganendra)

“Hal yang patut disadari bahwa narkoba itu penyakit. Penyakit yang merusak tubuh. Pertanyaannya, kamu mau investasi penyakit dalam tubuhmu atau tidak? Kamu mau memelihara penyakit dalam tubuhmu atau tidak? (Gibon)

Menjadi seorang pecandu narkoba tentu bukanlah cita-cita. Meski di sebagian benak generasi muda menjadi lifestyle ‘kebanggaan’ sebagai pemakai narkoba, namun etika dan moral di masyarakat khususnya keluarga, pemakai narkoba adalah aib. Aib yang harus dihindari dan dijauhi. Saking malu karena dimengerti sebagai aib, bahkan menyembunyikan bila ada anggota keluarga yang terlanjur menjadi pecandunya. Tanpa disadari, bahwa hal itu semakin membahayakan jiwa pecandunya. Pemahaman yang kabur tentang betapa berbahayanya ‘barang-barang bermerek narkoba’ itu, terkadang tak sanggup mengalahkan ‘gengsi’ dan harga diri keluarga di mata masyarakat.

Banyak faktor orang terseret ke dalam rayuan narkoba. Awal pemakai narkoba bukanlah kecelakaan, namun telah diketahui akan bahaya maupun dilarangnya barang tersebut. Namun rasa ingin tahu, penasaran, ingin mencoba, gaya hidup, dan lain sebagainya mengalhkan akal sehat. Akal sehat yang akan menjadi tidak sehat dengan digerogotinya oleh zat-zat jahat yang dikandung di dalamnya.

Seperti halnya Gibon, demikian nama panggilan akrabnya. Dia adalah mantan seorang pecandu narkoba yang sempat 'bersahabat' dengan narkoba selama puluhan tahun. Sekian lama jatuh bangun menjalani kehidupan kelam seorang pecandu. Hingga semangat perubahan meneranginya untuk mengubah gaya hidup suram menjadi gaya hidup sehat seperti umumnya. Tentunya tidak mudah dilakukannya, namun bertahap Gibon menemukan titik terang dari perjalanan suram masa lalunya yang hampir tak ada impian masa depan di dalam benaknya saat itu.

Penulis berkesempatan berbagi cerita dengannya di kantornya Kapeta Foundation, di kawasan Cinere, Jakarta Selatan tempat dia mengabdikan diri bekerja membantu para pasien pecandu narkoba, bulan lalu. Kapeta adalah sebuah yayasan yang bergerak di bidang narkoba, HIV AIDS, dan isu semacamnya.

Gibon bukanlah dari keluarga yang bermasalah. Bersama adik perempuannya ia mempunyai masa kecil indah dengan keluarganya. Perawakan yang terlihat adalah gagah, tegap. Raut wajahnya mengekspresikan optimisme saat bertutur kisah. Dilahirkan di Bukittinggi, pria yang belum genap berusia 30 tahun ini sanggup bangkit dari keterpurukan hidup akibat godaan narkoba, yang dulu dengan antusias digelutinya. Tiada hari tanpa narkoba, mungkin motto yang cocok untuknya, saat itu.

Masa kecilnya dilalui di Ibukota seiring orangtuanya yang pindah tempat tinggal. Seperti anak-anak kebanyakan, bangku sekolah dasar ditempuhnya. Hingga tamat. Lalu melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuhnya. Seiring pertumbuhan dan perkembangan jiwa remaja, hal-hal baru sangat menarik perhatiannya. 14 tahun. Angka yang tak bakal dilupakannya. Angka keramat saat dirinya terpenuhi rasa penasaran dan keingintahuan tentang sesuatu yang dianggap ‘keren’ namun keliru yang tak disadarinya, saat itu. Narkoba. Gibon mencoba barang jenis narkoba untuk pertama kalinya pemberian dari teman-teman sebayanya.

“Saya dikenalkan narkoba oleh teman, buat gaya-gayaan. Orang tua jauh-jauh sebelumnya pernah berpesan, memperingatkan, jangan coba-coba drugs. Namun pengambilan keputusan saya waktu itu tidak bagus. Obat-obatan gak kupakai, tapi yang lain saya pakai, yaitu minum dan heroin. Setiap hari menggunakan,” tuturnya tersenyum.

Tak cukup hanya itu, kian hari Gibon kecil semakin fasih dengan nama-nama narkoba yang dikonsumsinya. Dari narkoba jenis hisap dan pil menjadi ‘sahabat’ yang dicintainya selama sepuluh tahun! Rentang waktu yang bukan pendek. Di waktu-waktu itulah kesehariannya dilalui dengan ketergantungan pada barang haram itu. tentu saja secara sembunyi-sembunyi hal itu dilakukannya.

Entah berapa banyak uang saku, uang bayaran sekolah dipakainya untuk memenuhi kebutuhan itu. Hingga jenjang SMA tamat Gibon belum terlepas dari narkoba. Kebutuhan narkoba yang semakin meningkat mambawanya menjadi pengedar diantara kawan-kawannya. Tak pelak ruang dingin penjara pernah diinapinya. Maklum saat itu para pecandu narkoba mendapatkan sangsi pidana belum ada payung hukum untuk rehabilitasi, seperti tertuang dalam Undang-Undang No. 35 yang terbit pada 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun