A. Pendahuluan
Mata Uang menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang adalah uang atau alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang selanjutnya disebut Rupiah. Macam Rupiah terdiri atas Rupiah kertas dan Rupiah logam, serta Bank Indonesia (BI) merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan Pengeluaran, Pengedaran, dan/atau Pencabutan dan Penarikan Rupiah.
Di era digital, beberapa Bank Sentral di dunia, termasuk BI sebagai otoritas moneter sedang mengkaji untuk mengembangkan dan sedang dalam tahap persiapan untuk meluncurkan mata uang Digital Rupiah atau sering dikenal dengan Central Bank Digital Currency (CBDC). Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) adalah bentuk uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikendalikan oleh Bank Sentral, serta digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal. Meskipun sebagian besar Bank Sentral di seluruh dunia sedang menjajaki penerbitan CBDC, motivasi utama penerbitannya bersifat spesifik sesuai dengan kebutuhan unik dari masing-masing negara.
Sesuai dengan pengertiannya, maka CBDC akan bertindak sebagai representasi digital dari mata uang suatu negara. Sama seperti mata uang fiat pada umumnya, CBDC akan didukung oleh cadangan moneter yang sesuai dan disepakati negara yang dapat berupa emas maupun mata uang asing. CBDC sudah memenuhi 3 fungsi dasar uang, yaitu sebagai alat penyimpan nilai (Store of Value), alat pertukaran/pembayaran (Medium of Exchange) dan alat pengukur nilai barang dan jasa (Unit of Account). CBDC sangat berbeda dengan e-money yang sudah banyak diedarkan oleh bank komersial, karena e-money pada dasarnya hanyalah uang yang memiliki value seperti uang kartal biasa yang diubah bentuknya menjadi digital dan disimpan dalam electronic devices serta dapat digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran.
Uang memiliki nilai intrinsik atau mewakili hak milik atas komoditas yang memiliki nilai intrinsik atau hak milik atas instrumen utang lainnya. Dalam perekonomian modern, mata uang adalah suatu bentuk uang yang dikeluarkan secara eksklusif oleh pemerintah atau Bank Sentral sebagai perwakilannya dan merupakan alat pembayaran yang sah. Mata uang kertas adalah salah satu uang perwakilan tersebut, dan pada dasarnya merupakan instrumen utang. Ini adalah tanggung jawab Bank Sentral dan negara yang menerbitkannya serta merupakan aset masyarakat yang memegangnya.
Mendasari hal tersebut BI meluncurkan Proyek Garuda yang memayungi berbagai inisiatif eksplorasi atas berbagai pilihan desain arsitektur CBDC Indonesia yang dinamai Digital Rupiah. Digital Rupiah merupakan uang Rupiah yang memiliki format digital serta dapat digunakan seperti halnya uang fisik (uang kertas dan logam), uang elektronik (chip dan server based), dan uang dalam Alat Pembayaran Menggunakan Kartu/APMK (kartu debit dan kredit) yang kita pakai saat ini. Digital Rupiah sendiri hanya diterbitkan oleh BI selaku Bank Sentral Negara Republik Indonesia. Digital Rupiah juga tidak termasuk dalam aset kripto ataupun stablecoins (salah satu jenis aset kripto yang dirancang untuk dilindungi dari volatilitas harga yang terjadi).
B. Pembahasan
Digitalisasi ekonomi dan keuangan menggeser preferensi masyarakat ke arah layanan keuangan yang serba cepat, mudah, murah, aman dan andal. Fenomena ini berlangsung merata di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Dengan populasi penduduk yang dominan berusia muda, Indonesia muncul sebagai pasar potensial. Tantangan utama yang dihadapi Bank Sentral dalam kaitan ini adalah mencari solusi berkelanjutan (future proof solution) yang mampu mempertahankan kepercayaan publik terhadap Bank Sentral dalam menjalankan mandatnya di era digital. Solusi yang dimaksud memiliki tiga elemen antara lain memenuhi kebutuhan masyarakat atas uang bebas risiko (risk-free) dalam bentuk digital; menjaga kedaulatan moneter; dan menjamin efektivitas pelaksanaan mandat Bank Sentral dalam menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, serta efisiensi dan keamanan sistem pembayaran. Dengan demikian, penting bagi Bank Sentral untuk mulai menimbang penerbitan trusted digital money yang dapat diakses secara luas oleh publik.
Digital Rupiah diharapkan muncul sebagai solusi berkelanjutan (future proof). Digital Rupiah sebagai bentuk pengembangan CBDC Indonesia menjadi jalan keluar bagi BI untuk tetap dapat memenuhi misi kebijakan publiknya pada era digital. Dengan Digital Rupiah, masyarakat akan memiliki akses terhadap uang digital yang bebas risiko dan berdenominasi Rupiah. Sebaliknya, Bank Sentral tetap dapat menjaga layanan publiknya dengan service level terbaik di era digital sekaligus menjaga kepercayaan terhadap Rupiah.
Memahami cara kerja CBDC secara menyeluruh memerlukan pemahaman mendalam tentang mekanisme arus kas yang berlaku dalam sistem keuangan kontemporer. Perbandingan berdampingan antara sistem tradisional dan CBDC menyingkap peran krusial bank perantara dalam menyediakan berbagai layanan perbankan bagi pengguna akhir (end user). Kompleksitas semakin meningkat ketika transfer dana melibatkan dua mata uang fiat yang berbeda. Di bawah skema CBDC, Bank Sentral mengambil alih peran penerbit mata uang digital, baik secara langsung kepada pengguna akhir ataupun melalui bank perantara. Mata uang digital ini disimpan dalam dompet digital pada perangkat pengguna akhir, memungkinkan akses langsung dan kontrol atas dana mereka.
Saat ini, berbagai solusi CBDC tengah dieksplorasi dan dikategorikan ke dalam tiga jenis utama, yaitu retail, wholesale, dan hybrid. Pemilihan jenis CBDC yang optimal bagi suatu negara masih belum ditentukan dan bergantung pada kebutuhan dan persyaratan spesifik negara tersebut. Saat ini, belum terlihat pola yang jelas dalam pemilihan jenis CBDC.
Jenis retail CBDC dirancang untuk digunakan oleh masyarakat umum dalam transaksi pembayaran sehari-hari. Retail CBDC memiliki nilai yang lebih kecil dan dapat diakses melalui dompet digital yang disediakan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya. Implementasi retail CBDC memungkinkan transaksi yang lebih cepat, aman, dan efisien dibandingkan dengan uang tunai atau kartu debit/kredit. Retail CBDC memiliki potensi untuk mengubah cara masyarakat melakukan pembayaran dan meningkatkan efisiensi sistem keuangan. Namun, terdapat beberapa risiko yang perlu dipertimbangkan, seperti risiko keamanan siber dan stabilitas moneter. Contoh penerapan retail CBDC adalah e-CNY (China) dan Sand Dollar (Bahama).
Wholesale CBDC dirancang untuk digunakan oleh bank dan lembaga keuangan dalam transaksi antar bank. Jenis CBDC ini memiliki nilai yang lebih besar dan digunakan untuk penyelesaian transaksi keuangan yang besar, seperti perdagangan valuta asing dan repurchase agreement (repo). Implementasi wholesale CBDC dapat meningkatkan efisiensi dan keamanan sistem pembayaran antar bank. Contoh penerapan wholesale CBDC adalah Project Jasper (Kanada) dan Project Ubin (Singapura).
Hybrid CBDC merupakan kombinasi antara retail CBDC dan wholesale CBDC. Jenis CBDC ini dirancang untuk digunakan oleh masyarakat umum dan lembaga keuangan. Hybrid CBDC menawarkan manfaat dari kedua jenis CBDC sebelumnya, yaitu efisiensi dan keamanan untuk transaksi sehari-hari dan antar bank. Contoh penerapan hybrid CBDC adalah Digital Euro (Uni Eropa).
Terlepas dari jenis CBDC yang diterapkan, terdapat beberapa keunggulan yang secara konsisten muncul. Salah satu keunggulan utama CBDC adalah efisiensi, baik dalam hal waktu maupun biaya. Implementasi CBDC dapat mendukung pembayaran mikro dengan lebih mudah dan efisien, meningkatkan inklusi keuangan di negara-negara berkembang. Pada tahap ini, masih terdapat perdebatan mengenai penggunaan teknologi kontrak pintar dalam arsitektur CBDC. Meskipun demikian, CBDC kemungkinan akan diimplementasikan dengan fungsionalitas seperti kemampuan program, memfasilitasi pembayaran bersyarat dan otomatis. Hal ini membuka peluang untuk berbagai kasus penggunaan potensial, seperti pengiriman versus pembayaran, pembayaran mesin-ke-mesin antar perangkat konsumen, atau untuk otomasi industri.
Pemilihan jenis CBDC yang tepat oleh suatu negara tergantung pada kebutuhan dan kebijakan negara tersebut. Masing-masing jenis CBDC memiliki karakteristik dan manfaat yang berbeda. Implementasi CBDC yang tepat dapat meningkatkan efisiensi, inklusi, dan stabilitas sistem keuangan. Langkah awal pengembangan Digital Rupiah BI melalui Proyek Garuda adalah dengan menerbitkan White Paper sebagai komunikasi kepada publik terhadap rencana pengembangan Digital Rupiah. Selain itu, White Paper bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait.
Setelah penerbitan White Paper, BI akan menempuh rangkaian pengembangan secara interatif dan bertahap yang dimulai dengan menggalang pandangan publik terhadap desain Digital Rupiah yang dimulai dari konsultasi publik (Consultative Paper dan Focus Group Discussion), eksperimen teknologi (proof of concept, prototyping, dan piloting/ sandboxing), serta diakhiri reviu atas stance kebijakan. Rangkaian berulang tersebut bertujuan untuk membuka ruang fleksibilitas yang luas bagi pemangku kepentingan dan industri untuk menyiapkan diri dan melakukan uji coba secara bersama-sama sebelum Digital Rupiah diimplementasikan.
Penerbitan CDBC Digital Rupiah merupakan bentuk respons BI atas kesepakatan Bank Sentral dunia, bukan merupakan respons atas terjadinya fenomena cryptocurrency yang terjadi saat ini. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 bahwa alat pembayaran yang sah adalah di NKRI adalah Rupiah, sehingga cryptocurrency dan lainnya bukan alat pembayaran yang sah di Indonesia (Azizi, 2022). Selanjutnya BI mengingatkan kepada masyarakat terkait risiko menyimpan cryptocurrency sebagai komoditas yang tidak memiliki underlying serta nilai yang tidak stabil.
CDBC menggunakan private blockchain, identitas pengguna CDBC terikat dengan akun bank miliknya, berfungsi sebagai alat pembayaran seperti biasa dan Bank Sentral dapat mengatur jumlah pasokan dan jaringannya. Sedangkan pada cryptocurrency menggunakan public blockchain, dapat menggunakan identitas anonim, bertujuan spekulasi dan sistem pembayaran tergantung regulasi di tiap negara serta otoritas yang mengaturnya adalah pasar jaringan kripto tersebut.
Digital Rupiah akan diterbitkan dalam dua jenis, antara lain Digital Rupiah wholesale (w-Digital Rupiah) dengan cakupan akses terbatas serta hanya didistribusikan untuk penyelesaian transaksi wholesale seperti operasi moneter, transaksi pasar valas, serta transaksi pasar uang; dan Digital Rupiah ritel (r-Digital Rupiah) dengan cakupan akses yang terbuka untuk publik serta didistribusikan untuk berbagai transaksi ritel baik dalam bentuk transaksi pembayaran maupun transfer, oleh personal/individu maupun bisnis (merchant dan korporasi).
Pengembangan akan dimulai dengan w-Digital Rupiah pada tahap awal, yang menjadi fondasi dari tahapan pengembangan Digital Rupiah secara menyeluruh (r-Digital Rupiah dan w-Digital Rupiah). Dengan pendekatan terintegrasi tersebut, Digital Rupiah diarahkan untuk dapat ditransaksikan, baik di pasar wholesale maupun retail barang dan jasa, sekaligus memperbesar efektivitas pengadopsiannya. Penggunaan w-Digital Rupiah pada pasar wholesale diharapkan mampu mendukung pengembangan pasar keuangan dan integrasi ekonomi dan keuangan digital (EKD) secara nasional.
Gagasan pengembangan Digital Rupiah dilandasi oleh tiga penggerak utama. Pertama, kebutuhan BI sebagai otoritas tunggal dalam menerbitkan mata uang untuk menyikapi cepatnya perkembangan EKD, dalam hal ini penerbitan mata uang dalam format digital. Langkah ini diperlukan untuk menjaga kedaulatan mata uang rupiah di NKRI pada era digital.
Kedua, upaya BI untuk memperkuat peranannya di kancah internasional. Digital Rupiah akan menempatkan Indonesia di dalam peta pengembangan CBDC global, sejajar dengan negara lain. Hal ini termasuk keterlibatan BI dalam berbagai inisiatif pengembangan fitur desain interoperabilitas CBDC antarnegara. Ketiga, kebutuhan untuk mengakselerasi integrasi EKD secara nasional. Hal ini diperlukan untuk memastikan berjalannya proses perputaran uang yang efektif dan terintegrasi antara struktur ekonomi yang telah berjalan dengan ekosistem EKD.
Meskipun proses penerbitan Digital Rupiah masih harus melalui jalan yang Panjang, Digital Rupiah dapat menjadi mata uang yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal dalam ekosistem digital di masa depan, Digital Rupiah juga menjadi solusi yang memastikan Rupiah tetap menjadi satu-satunya mata uang yang sah di NKRI.
Peluncuran mata uang Digital Rupiah menandakan babak baru dalam perjalanan ekonomi bangsa. Implementasi mata uang digital ini diyakini akan membawa berbagai manfaat, seperti meningkatkan efisiensi dan inklusi keuangan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat stabilitas moneter. Di balik potensi besarnya dalam meningkatkan efisiensi, inklusi, dan stabilitas keuangan, mata uang Digital Rupiah juga membawa implikasi yang perlu dipertimbangkan. Dampak terhadap sistem pembayaran dan perbankan, kesiapan infrastruktur dan regulasi, risiko keamanan dan privasi, inklusi keuangan, dan ekonomi dan moneter perlu dikaji secara menyeluruh.
C. Penutup
Digital Rupiah dibangun untuk mencapai tiga tujuan. Pertama, Digital Rupiah sebagai alat pembayaran digital yang sah di NKRI, melengkapi uang kertas dan uang logam. Tujuan ini akan dicapai oleh BI melalui penerbitan uang digital berdenominasi rupiah sebagai barang publik (sovereign public goods) berdasarkan pilihan platfom teknologi yang mampu mendukung proses penerbitan dan peredarannya.
Kedua, Digital Rupiah sebagai instrumen inti bagi BI dalam menjalankan mandatnya di era digital. Tujuan ini akan dicapai melalui pengembangan desain Digital Rupiah yang menjamin keselarasannya dengan pelaksanaan mandat BI di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Ketiga, Digital Rupiah sebagai elemen penting dalam mendukung pengembangan sistem keuangan dan integrasi EKD secara nasional. Tujuan ini akan dicapai melalui pengembangan fitur-fitur yang mampu mendukung inovasi dari ujung ke ujung (end-to-end), inklusi keuangan, dan efisiensi.
Implementasi mata uang Digital Rupiah dapat mendisrupsi industri perbankan dan mendorong konsolidasi. Bank perlu beradaptasi dengan teknologi baru dan mengembangkan layanan inovatif untuk menarik dan mempertahankan nasabah. Di sisi lain, BI perlu merumuskan regulasi yang tepat untuk memastikan stabilitas dan keamanan sistem pembayaran digital. Kesiapan infrastruktur teknologi dan telekomunikasi menjadi faktor penting dalam mendukung penggunaan mata uang Digital Rupiah secara luas. Regulasi terkait mata uang Digital Rupiah perlu dikaji dan diperkuat untuk melindungi konsumen dan mencegah penyalahgunaan. Edukasi dan sosialisasi yang masif kepada masyarakat tentang mata uang Digital Rupiah dan cara penggunaannya juga tak kalah penting.
Mata uang Digital Rupiah dapat membantu meningkatkan inklusi keuangan dengan menyediakan akses keuangan bagi masyarakat yang tidak memiliki rekening bank. Namun, perlu dipastikan bahwa masyarakat yang tidak memiliki akses internet dan teknologi tidak tertinggal dalam era Digital Rupiah, perlu dilakukan edukasi dan pelatihan tentang cara menggunakan mata uang Digital Rupiah.
Meskipun memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, BI perlu berhati-hati dalam mengelola jumlah mata uang Digital Rupiah yang beredar untuk menjaga stabilitas moneter. Penelitian lebih lanjut tentang dampak jangka panjang mata uang Digital Rupiah terhadap ekonomi dan moneter perlu dilakukan. Kajian mendalam tentang implikasi mata uang Digital Rupiah ini penting untuk memastikan implementasinya yang sukses dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Diperlukan kerjasama dan koordinasi dari berbagai pihak, termasuk BI, pemerintah, perbankan, dan masyarakat, untuk mewujudkan era baru rupiah yang lebih efisien, inklusif, dan stabil.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap atau pendapat instansi dan organisasi manapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H