Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rasulullah Pedagang Jujur dan Sukses Maka Dipercaya Orang Arab

22 Juli 2013   04:33 Diperbarui: 3 Februari 2016   17:54 1740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SALAH kaprah masih parah hingga hari ini!

Seakan Rasulullah dipercaya orang Arab jaman jahiliah karena dia pandai syiar agama. Tidak. Buku sejarah mengatakan Muhammad muda adalah pedagang jujur dan sukses jauh sebelum jadi nabi. Ini kuncinya. Maka dari itu, sesuai tradisi Arab yang berpatokan pada hukum "percaya setelah muamalah", orang Arab begitu percaya kepada beliau karena kejujuran dalam berdagang. Kata Kuncinya adalah, sekali lagi, "percaya setelah muamalah" atau percaya setelah melakukan transaksi dagang/uang.

Tradisi Arab tersebut masih hidup hingga kini.

Kebetulan ayah saya keturunan Arab. Saya sering mendengar nasihat dari famili baik yang dari Indonesia maupun di Saudi dan Yaman. Bahwa patokan untuk menemukan orang yang bisa dipercaya adalah setelah muamalah. Karena transaksi uang mengandung godaan besar. Bila pelaku mampu jujur dalam berdagang dan amanat uang maka luluslah ia menjadi orang yang bisa dipercaya.

Jangan salah kaprah. Anda bisa jadi orang terpercaya - dalam tradisi Arab - bukan karena orang pinter, bukan karena rajin ibadah, bukan karena jago khotbah, bukan karena ngaku punya niat baik. Tapi karena Anda punya bukti nyata, punya sertifikat reputasi tak tertulis, yaitu jujur dan lurus ketika muamalah (transaksi dagang/keuangan).

Tradisi ini berlaku untuk semua kelas dalam masyarakat.

Kembali ke jaman Rasulullah. Beliau konon diakui kejujurannya baik oleh kawan maupun oleh lawan. Ini adalah modal akhlak dan reputasi yang amat penting dan amat besar agar dipercaya omongannya. Maka tak heran bila orang Arab pada percaya ketika beliau pada usia 40 tahun mengaku mendapat wahyu dari Allah.

Ingat, pada jaman itu orang Arab galak-galak, amat perhitungan sama fulus, tidak mudah percaya mulut orang. Mereka adalah bangsa pedagang dengan naluri bisnis mendarah daging sampai tujuh turunan. Tapi, mengapa mereka percaya penuh kepada Muhammad Rasulullah? Karena beliau dikenal luas sebagai pedagang jujur, lurus, dan sukses. Itu kuncinya!

Di samping itu...... Rasulullah juga tau aturan/etika bisnis. Tidak pernah mencampuradukkan antara uang dagang dengan uang sedekah. Karena bila dicampur aduk akan memberi peluang untuk berbuat curang. Misalnya: bila hasil perdagangan gagal lantas bisa ngeles dari tanggung jawab dengan alasan uang sedekah koq minta diperhitungkan.

Bagaimana di Indonesia?

Sebagai muslim saya amat prihatin. Banyak kejadian di mana umat ketipu oleh orang orang yang minta dipercaya hanya bermodal pandai khotbah agama. Tanpa rekam jejak muamalah yang baik.

Contoh... Baru baru ini ada seorang sohib cerita kepada saya. Dia ngumpulin fulus ratusan juta dari diri sendiri plus satu dua sahabat. Maksud hati mau bangun masjid. Kemudian ketemu seorang pengurus musholla (masjid kecil). Mereka sepakat kerjasama bangun masjid.

Tapi apa yang terjadi?

Sohib saya menyesal. Fulus yang digelontorkan kepada pengurus musholla ternyata dipakai untuk keperluan di luar kesepakatan. Wal hasil sohib saya ngaku bahwa dia ketipu karena percaya begitu saja sebelum muamalah dengan pengurus musholla. Itulah akibat terkecoh penampilan orang alim yang rajin ibadan dan pandai khotbah.

Itu baru contoh kecil. Contoh besar biasanya berkaitan dengan pengerahan dana umat dalam jumlah besar. Biasanya buat usaha bersama. Umat kesihir janji-janji manis, iming-iming niat baik, mimpi faedah besar, pahala besar, kejayaan umat besar. Tapi gagal menulusuri rekam jejak muamalah personil yang akan mengemban amanah.

Alasannya mau mencontoh rasul yang berlatar belakang pengusaha. Tapi kebalik caranya. Rasul jadi pedagang sebelum syiar islam. Beliau pake modal sendiri. Hartanya habis setelah jadi rasul. Di sini kebalik. Jadi ustad duluan, udah terkenal baru jadi pedagang. Celakanya pake modal dari umat. Banyak yang tajir dadakan. Nah, apabila umat tidak hati hati ntar bisa kejeblos, ujung ujungnya agama islam yang tercemar namanya.

&&&

Ada kisah yang masyhur di jasirah Arab. Pada suatu hari sahabat nabi, Umar Bin Khattab, ngobrol dengan sohib. Si sohib muji-muji ketemu orang yang menurutnya sungguh baik hati. Alasannya orang itu amat rajin ibadah. Abu Bakar nanya, "Kamu sudah muamalah dengan dia?" Si sohib bilang belum. Ketika itu pula Abu Bakar bilang, "Kalo begitu kamu belum berhak menjamin orang itu baik hati." Nah...!

Perhatikan betapa sahabat nabi aja lebih perhatian pada hasil muamalah untuk menakar kebaikan hati seseorang.

Sekarang mari kembali kepada diri kita masing-masing khususnya bila Anda sepaham dengan tradisi di atas. Anda yakin si fulan adalah orang baik dan bisa dipercaya? Sudah muamalah belum?

***

Poeted by Ragile (agil abdullah albatati)

Artikel sebelumnya: Princess Ameerah Dari Saudi Saingan Kate Middleton

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun