"Sttt... Diam-diam dia mengincar harta warisan orang tua kita. Koq tau-tau sudah pindah tangan. Awas jangan-jangan kita nggak kebagian." Bisik-bisik merayap. Saling curiga bersemi. Api permusuhan menyala. Tegur sapa diiringi senyum manis serasa hambar ketika hati berkecamuk tersulut kecurangan anggota keluarga.
Ujian Harta Warisan:
Orang tua mengatakan bahwa harta waris (faraid) adalah ujian bagi keluarga. Gagal mengolah dan membagi harta waris berakibat keluarga terpecah belah hingga anak-cucu. Sayangnya banyak orang tua meremehkan perkara serius ini. Lalu ketika orang tua meninggal dunia anak-anak bertengkar rebutan harta waris.
Segera Dibagi Dan Ditetapkan:
Adalah sangat bijak bila ketika masih hidup orang tua membagi jatah harta kepada anak sesuai kebutuhan. Namun tetap dalam batas pembagian tsb tidak mengganggu kemampuan orang tua untuk menghidupi diri sendiri.
Sikap Orang Tua:
Ketika pemilik harta, biasanya ayah, meninggal dunia maka langkah terbaik adalah segera menetapkan pembagian harta waris. Agar semua ahli waris tahu persis hak dan kewajibannya atas harta tsb. Jika tidak, lama kelamaan tumbuh benih-benih pertikaian. Apalagi jika ada anak yang diistimewakan untuk menguasai harta waris.
Perlunya dibagi dan ditetapkan segera adalah untuk mempermudah persoalan. Agar tidak berbelit menjadi konflik ketika terjadi kematian salah satu ahli waris. Ajaran Islam menganjurkan agar proses ini dilakukan selepas masa berkabung.
Sikap Anak:
Meskipun anak berhak atas harta warisan orang tua namun hendaknya jangan harap harta waris dijadikan andalan. Lebih baik cari harta dengan keringat sendiri. Ingat, sebagus-bagusnya harta dari pembagian warisan orang tua bisa saja muncul gugatan di kemudian hari.
Jangan Main Sembunyi-Sembunyi :
Pada umumnya pertikaian merebak akibat ada pihak yang main sembunyi-sembunyi mengutak-atik kepemilikan harta waris. Biasanya dengan memanfaatkan sikap enggan bicara harta waris dari ahli waris yang lain.
Dalam hal ini sudah banyak kasus yang jadi rahasia umum. Kasus-kasus umum harta waris, misalnya:
1) main paksa tidak boleh bicara hak waris,
2) tahu-tahu sudah pindah tangan,
3) tanpa ijin digadaikan,
4) tak ada hujan tak ada petir tiba-tiba sudah ludes,
5) dikuasai salah satu pihak secara misterius,
6) ada anak yang pernah menafkahi orang tua lalu menuntutnya sebagai hutang orang tua kepada dirinya, lalu minta agar dilunasi dalam bentuk penambahan porsi hak atas warisan.
Memperbaiki Nasib Dengan Menjual Harta:
Penulis menemukan banyak keluarga mampu pemilik harta tak bergerak. Misalnya rumah besar. Tetapi ekonomi terpuruk. Pendapatan kecil. Sementara perlu biaya besar merawat rumah.
Nasib tak berubah karena malu jual harta. Lebih suka berharap kucuran belas kasihan dari orang lain. Keluhan hidup terus bergema seakan termiskin di dunia. Tak sadar betapa banyak orang gelandangan tak punya tempat tinggal.
Bila diperhatikan ternyata orang seperti itu ingin mengubah nasib tanpa mau berkorban dengan menjual harta sebagai modal usaha. Juga malu bila punya rumah kecil atau tinggal di rumah kontrakan.
Fakta menunjukkan bahwa hidup nikmat dan ringan dilalui bila pendapatan cukup, tak peduli apakah tinggal di rumah milik sendiri atau rumah kontrakan.
Malu jual harta. Malu turun status sosial. Mati-matian jaga gengsi sementara megap-megap memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kapan nasib berubah? Semua itu sebetulnya mudah diatasi dengan sekali tebas : JUAL RUMAH/HARTA.
Warisan Terbaik Dan Abadi:
Belajar dari orang-orang bijak di segala jaman akan ditemukan bahwa sebaik-baiknya warisan adalah ilmu dan hikmah / kearifan. Warisan terbaik yang kian lama kian cemerlang cahayanya. Bebas dari bahaya pencurian. Dan... tidak perlu sulit tidur untuk menjaganya.
***
Ragile, 03-okt-2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H