Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sayangku, Sampai Kapan Kita Begini? (Bab 2)

1 Maret 2010   01:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:41 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

LANJUTAN dari Bab 1. Ini kisah sebuah rumah tangga yg dituturkan oleh kedua belah pihak, baik istri maupun suami, pada akhir pekan tahun 2009. Tarik-ulur yg ganjil dan misterius dalam mengambil putusan akhir nasib rumah tangga mereka. Untuk mudahnya sebut saja mereka adalah Rojali dan Savitri.

Ketika sebuah rumah tangga yg dibangun dengan susah payah hanya berujud istana dengan retak-retak hampir pada semua dinding dan lantainya, keruntuhan hanya soal waktu. Kecuali ada inisiatif renovasi besar-besaran berbahan baku cinta-kasih, kejujuran, dan introspeksi.

"Mas, besok aku ke rumah ortu nginep sama saudara-saudara ya," Savitri membuka pembicaraan.

"Besok kan Sabtu malam Minggu..." Rojali mengingatkan istrinya.

"Tapi ada acara keluarga."

"Hmm... Kamu selalu cari-cari alasan supaya pergi tanpa aku."

"Habis kamu nggak pernah ajak jalan."

"Bukannya kamu yg nggak suka kalo jalan sama aku?"

"Anak-anak... mantu... temen-temen...." Savitri keceplosan apa yg selalu di dalam hatinya.

Entah sudah berapa puluh kali setiap hari Minggu keduanya pisah tempat. Punya acara masing-masing. Entah sudah berapa puluh kali setiap malam Minggu keduanya tidak tahu mau apa. Lalu buru-buru matikan lampu, pergi tidur dalam suasana dingin sepi. Beberapa kali dicoba pergi bareng untuk menghidupkan suasana. Hasilnya mengecewakan. Keintiman sirna. Keakraban kaku. Keceriaan membisu. Jaga jarak kian melebar. Dinding pemisah dua hati makin tinggi.

Keduanya saling curiga. Bisa jadi masing-masing sudah pindah ke lain hati. Apa iya?

"Nanti malam saya mau kerja lembur, nih. Mungkin sampai pagi." Rojali sambil siap-siap berangkat ngantor.

"Hmmm..." Savitri tak tertarik cari tahu. Jadwal arisan, rencana piknik dengan Komite Sekolah serta aktivitas yg bisa jauhan dg sang suami lebih membangkitkan gairahnya.

"Hari Minggu jadi nggak beli TV kecil buat si bungsu?" Rojali hampir selesai pakai sepatu kerja.

"Iya deh. Kalo bisa Merk Sony atau Toshiba aja," Savitri menunjukan minat.

"Nanti belanja bareng anak-anak atau..."

"Ya iya dong, ikut semua," Savitri memotong dengan nada penuh semangat, tersirat dari sorot matanya. Hanya fulus yg membuat komunikasi mulus.

Keduanya saling menerka. Bisa jadi masing-masing menyimpan misteri. Sebuah misteri yg sudah jelas motif dan mozaiknya, tapi belum jelas jatuh tempo tersusunnya kepingan-kepingan adegan oleh sutradara tunggal adikodrati.

Bagi Savitri adalah wajar curhat dg pria manapun termasuk mantan-mantan pacar dan mantan suami. Rojali yg nampak kampungan anggap itu jalan menuju selingkuh. Kebetulan pernah tangkap basah si dia menebar kata-kata cinta ke beberapa pria sekaligus. Semuanya pria beristri. Anehnya jika diminta pisahan tidak mau ketika Rojali menemukan si dia sejahat-jahatnya pasangan menurut versinya.

Savitri getol kehidupan serba modern. Dan itu diwujudkan dengan prilaku lain daripada yg lain. Misalnya suka duduk ngongkong di atas meja dg hot pants sambil nenteng rokok putih. Hobby pakai kaos singlet dan kadang nobra tidak sungkan ngobrol dg pria lain. Rojali yg kampungan miris melihat semua itu, baginya serupa perempuan nakal tak tahu akhlaq tak tahu tatakrama.

Lebih miris lagi umpatan-umpatan Savitri ngacir dg menyebut-nyebut sekitar alat kemaluan pria maupun wanita dg rasa bangga. "Cuma mulut dong yg kotor, hati saya sih nggak...." dijadikan tameng seolah Rojali tidak tahu bahwa mulut yg kotor keluar dari hati yg kotor. Tiba-tiba Rojali ingat penyakit serius sekitar alat vital atas dan bawah istrinya, hampir serempak ketika Savitri teringat sakit hatinya dulu ditinggal pergi suaminya yg maksa buka-bukaan isi dompet-tas-laci-almari-HP-RekeningBank.

Ketika dua hati bersebrangan prinsip secara tajam, oooh,,, hasrat saling menyakiti tak kurang tajamnya menyayat-nyayat sekeping daging yg dinamakan hati. Hingga ada inisiatif renovasi besar-besaran berbahan baku cinta-kasih, kejujuran, dan introspeksi. Apapun solusinya: Terus atau putus?!

Hati bertanya: Kamu maunya apa sih?

Akal bertanya: Koq nggak capek yah sandiwara terus-terusan!!!
Aku bertanya : ( hanya ngelus-ngelus dada yg kian sesak dan muak, Uppz... hampir muntah! )
BERSAMBUNG
*
*
Salam Tuljaenak (disusul atas request by commentator),
Ragile, 29-feb-2010
NB: Saya tertarik untuk menuliskan kisah ini dg desertai dialog fiktif karena pada ujung-ujungnya menemui akhir yg mengejutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun