Mohon tunggu...
Randhi P.F.H
Randhi P.F.H Mohon Tunggu... Jurnalis - Editorial

Pembelajar seumur hidup, penulis kelas "kencur" yang berharap tulisannya bisa memberi pencerahan bagi khalayak.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Danau Toba yang (Belum) Bersolek Menjadi Monaco of Asia

6 Mei 2016   02:55 Diperbarui: 6 Mei 2016   16:46 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para aktivis lingkungan dan peneliti menyebutkan air Danau Toba kini terkontaminasi oleh unsur-unsur nitrat, nitrit, sulfat, kalium. Kandungan yang bermuasal dari pakan berbahan kimia pada ikan-ikan di KJA nan massif itu.

Tak mengherankan bila berton-ton ikan mati. Betapa tidak, pembudidayaan KJA yang tidak terkontrol berbanding lurus dengan pencemaran air danau. Belum lagi pengaruh dari fluktuasi atau pun anomali cuaca. Pergeseran lempeng di dasar Danau Toba berpotensi menaikkan kembali limbah-limbah kimia ke permukaan danau sekaligus menewaskan ikan.

Pelepasan air Danau Toba hanya satu yakni Sungai Asahan. Bila dinalar secara sederhana, pergantian air danau teramat lambat. Wajar, bila pakan berkimia akan mengendap lama dan meracuni kualitas dan menurunkan kadar oksigen air.

Menilik ke belakang, peristiwa ikan mati di Haranggaol bukanlah pertama kali terjadi. Pada 2004 dan 2014 hal serupa juga terjadi. Sulitkah mempelajari penyebabnya kala itu? Masihkah layak bila dimunculkan asumsi rekayasa politis? Apakah di tahun itu sudah dimunculkan gagasan Monaco of Asia? Sila kita renungkan.

Perketat Perizinan
DanauToba tidak bisa tidak merupakan anugerah Tuhan bagi warga Sumatera Utara khususnya dan Indonesia umumnya. Sepatutnya dirawat dan diindahkan sepenuh hati. Bila ingin mendulang untung dari sisi bisnis, sektor pariwisatalah yangmutlak digenjot untuk mendatangkan lembaran fulus.

Budidaya perikanan tentu tidak keliru untuk dikembangkan. Namun, memiliki porsi dan pengelolaan serius. Para kepala daerah di tujuh kabupaten yang berwenang (Samosir, Toba Samosir, Simalungun, Tapanali Utara, Humbang Hasundutan, Dairi dan Karo) hendaknya lebih getol dan peka mewujudkan kepantasannya menjadi destinasi wisata internasional.

Cara-cara simpel yang bisa ditetak, semisal pembatasan izin KJA. Memberi sanksi pada investor KJA yang tidak menurut aturan. Mengatur dan mengontrol kualitas air danau. Dapat pula mengurangi populasi KJA yang teramat merusak estetika (keindahan) perwajahan Danau Toba ini. Tak sekadar peneluran regulasi, tetapi mutlak dibarengi political will. Supaya dapat menghempang 'salam-salam bawah meja' demi kepentingan jangka panjang dan umum.

Kepada masyarakat, hendaknya diberikan pemahaman secara persuasif. Selain sosialisasi teknis berbudidaya ikan yang patut, dapat pula mendatangkan para ahli, akademisi untuk mengarahkan laku dan kesadaran merawat lingkungan sekitar danau.

Selaras dengan itu, perlu menetak terobosan dengan membangun pusat-pusat kesenian tradisi, kuliner dan kerajinan tangan. Mengembangkan standardisasi pelayanan perhotelan, travel, transportasi dan infrastruktur. Yang terakhir disebut memang sedang berjalan.

Dengan demikian, Danau Toba yang menjadi tanggung jawab bersama dapat dipoles seapik dan secantik mungkin. Monaco of Asia pun tak sekadar dapat tetapi lebih cepat mewujud. Sungguh indah terpermai Danau Toba yang Tuhan anugerahkan. Jika kita bersyukur, bertindak terukur, maka fulus pun turut mengucur. Save Danau Toba.

Medan, Jumat 6 Mei 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun