Latar Belakang
Kebakaran lahan dapat menimbulkan bencana dan kerugian luar biasa secara materil dan sosiologis terhadap masyarakat dan Negara. Melihat permasalahan kebakaran lahan pada tahun 2015, dapat diketahui bahwa permasalahan tersebut juga terjadi di lahan tanah dengan hak guna usaha atau hak pakai, yang diduga dilakukan oleh pemegang hak atas tanah tersebut. Pada kenyataannya, kebakaran lahan adalah masalah yang harus dihadapi oleh pemerintah setiap tahunnya.
Pada tanggal 14 April 2016, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelepasan atau Pembatalan Hak Guna Usaha atau Hak Pakai pada Lahan yang Terbakar (“Permen ATR No. 15/2016”).
Tujuan dari Permen ATR No. 15/2016 adalah untuk memberi (a) Pedoman atas pelepasan atau pembatalan hak atas lahan terbakar dan (b) kepastian hukum atas tanah yang sudah dicabut atau dibatalkan menjadi tanah negara.
Perlu dicatat bahwa HGU dan HP yang disebut dalam Permen ATR No. 15/2016 adalah HGU dan HP yang diatur dalam hukum agraria Indonesia, khususnya HGU dan HP dengan dengan peruntukan pertanian, peternakan dan perikanan yang dimiliki oleh badan hukum.
Kewajiban Pemegang HGU atau HP
Selain daripada kewajiban-kewajiban bagi pemegang HGU atau HP dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, Permen ATR No. 15/2016 juga memberikan kewajiban-kewajiban tambahan yang harus dipatuhi oleh setiap pemegang HGU atau HP, sebagai berikut:
1. pemeliharaan tanah, termasuk menambah kesuburannya,dan mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian keamampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,
2. menyediakan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran lahan, seperti menyediakan sumber daya air dan tindakan pencegahan, dan juga membuat pusat krisis pemadaman dan penanganan setelah terjadi kebakaran di lahan tanah yang diberikan HGU atau HP, termasuk pada lahan masyarakat sekitar,
3. mengelola air dengan baik dan benar untuk menjaga lahan gambut tetap basah dan tidak mudah terbakar,
4. membuka lahan dan pekarangan yang tidak menimbulkan bencana atau kerugian materiil dan sosiologis terhadap Negara,
5. membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas lahan,
6. memfasilitasi monitoring terhadap penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (“Kementerian”),
7. menanggung segala akibat yang timbul karena pemberian HGU atau HP, termasuk tidak terpenuhinya kewajiban yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun kewajiban-kewajiban di atas dalam tindakan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Permohonan HGU atau HP ditunda apabila lahan yang sedang dimohonkan tersebut terbakar, sampai selesainya penanganan kebakaran atas lahan tersebut. Sedangkan apabila terhadap lahan tersebut sudah diterbitkan HGU atau HP, maka haknya dilepaskan atau dibatalkan.
Dalam hal area kebakaran lahan kurang dari atau sama dengan 50% (lima puluh persen) dari total luas lahan HGU atau HP, maka:
a.pemegang hak tersebut melepaskan HGU atau HP tersebut sesuai dengan luas lahan yang terbakar, atau
b.lahan HGU atau HP dibatalkan seluas lahan yang terbakar.
Jika luas lahan yang terbakar lebih dari 50% (lima puluh persen), maka:
a.pemegang HGU atau HP harus membayar ganti rugi kepada Negara sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar Rupiah) per hektar lahan yang terbakar, atau
b.seluruh lahan HGU atau HP dibatalkan.
Tata Cara Pelepasan atau Pembatalan HGU atau HP
Berikut di bawah ini adalah tindakan-tindakan yang dilakukan dalam hal terdapatnya kebakaran pada lahan HGU atau HP, sebagai berikut:
1.identifikasi dan inventaris,
2.tinjauan lapangan/verifikasi,
3.pengkajian,
4.pemberitahuan, dan
5.pelepasan atau pembatalan HGU atau HP.
Identifikasi dan invetaris dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (“Kakanwil BPN”), paling lama 7 (tujuh) hari kerja. Pelaksanaan kegiatan identifikasi dan inventaris ini dilakukan dengan koordinasi dengan (i) aparat penegak hukum, dalam hal terkait dengan tindak pidana, dan/atau (ii) instansi pemerintah di bidang lingkungan hidup dan kehutanan, serta instansi teknis yang mengeluarkan perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan tanah yang dimohon.
Dalam melakukan identifikasi dan inventarisasi, tim yang dibentuk melakukan tinjauan lapangan/verifikasi untuk melengkapi data yang ada. Peninjauan lapangan/verifikasi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dan pemetaan areal yang terbakar. Pemeriksaan areal yang terbakar meliputi luas area yang terbakar, kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan peruntukannya, kondisi sosial, dan masalah tenurial.
Hasil identifikasi dan inventaris beserta hasil tinjauan lapangan/verifikasi dikaji oleh tim paling lama 3 (tiga) hari kerja. Setelah melakukan pengkajian, tim akan membuat laporan berdasarkan penelitian mereka, dengan tujuan untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran kewajiban pemegang HGU atau HP mengenai lahan terbakar tersebut, dan/atau unsur kesengajaan yang menyebabkan kebakaran lahan.
Tindak lanjut atas Laporan Tim
Laporan tersebut harus disampaikan kepada Kakanwil BPN dalam 3 (tiga) hari kerja sejak laporan tersebut selesai dibuat. Jika tim tidak menemukan unsur pelanggaran kewajiban dan/atau unsur kesengajaan yang menyebabkan terbakarnya lahan oleh pemilik HGU atau HP, pelepasan atau pembatalan HGU atau HP tidak akan diproses.
Namun, jika tim menemukan adanya pelanggaran kewajiban pemegang hak dan/atau unsur kesengajaan yang menyebabkan kebakaran lahan, maka Kakanwil BPN akan menyampaikan pemberitahuan kepada pemegang HGU atau HP mengenai pelanggaran tersebut dan meminta pemegang hak untuk melepaskan sebagian ataupun seluruh haknya dan mengembalikan tanahnya kepada Negara. Pemberitahuan tersebut harus ditembuskan kepada Menteri. Jika pemegang hak bersedia untuk melepaskan atau mengembalikan haknya kepada Negara, maka tata cara pelepasannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemegang hak berhak untuk mengajukan keberatannya paling lama 30 (tiga puluh) kerja sejak pemberitahuan dari Kakanwil BPN. Jika Kakanwil BPN menerima keberatan tersebut, maka Kakanwil BPN mengajukan usulan pembatalan HGU atau HP kepada Menteri. Namun apabila Menteri menerima usulan tersebut , maka Menteri akan menerbitkan keputusan pembatalan HGU atau HP. Namun, jika Menteri menolak usulan pembatalan hak tersebut, dokumen usulan akan dikembalikan kepada Kakanwil BPN dilengkapi dengan rekomendasi bagi pemegang HGU atau HP untuk memanfaatkan, menggunakan, dan menjaga tanah sebaik-baiknya dan tidak menimbulkan kerugian.
Status tanah yang sudah dilepaskan HGU atau HPnya akan kembali menjadi tanah Negara dan dikuasai oleh Kementerian. Tanah tersebut akan dialokasikan secara nasional untuk kepentingan masyarakat dan Negara melalui reforma agraria, program strategis Negara dan/atau cadangan Negara lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H