Mohon tunggu...
Muhammad Rafly Bhimantara
Muhammad Rafly Bhimantara Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Universitas Sriwijaya

Mahasiswa Universitas Sriwijaya jurusan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perkembangan Terorisme di Asia Tenggara dan Sudut Pandang serta Upaya Negara-negara ASEAN dalam Memberantas Terorisme

16 Maret 2020   23:31 Diperbarui: 17 Maret 2020   00:25 1665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap Negara di Asia Tenggara harus memiliki perspektif tentang aksi terorisme. Sebagai contoh, Indonesia memperlakukan setiap Gerakan Terpisah di dalam negara akan dilihat sebagai tindakan terorisme karena pemerintah harus berurusan dengan gerilya yang terorganisir dengan baik. Indonesia juga mengalami serangkaian tragedi bom yang diduga memiliki koneksi dengan Al-Qaeda.

Di Vietnam, persepsi mereka tentang terorisme didasarkan pada Wilayah Maritim atau Pembajakan dan separatisme. Di Thailand Selatan, persepsi mereka tentang terorisme ada pada Gerakan Terpisah. Malaysia sadar akan gerakan komunisme setelah Pembajakan Malaysia Airlines pada 1977.

Tragedi Bom Yangon pada 2015 dan 2010 menjadikan perspektif terorisme di Myanmar. Singapura benar-benar waspada terhadap terorisme setelah sebuah bom meledak di Mcdonalds pada tahun 1965 dan meskipun sekarang Singapura benar-benar aman, mereka masih aktif dalam memberantas terorisme di Asean.

Filipina adalah negara yang memiliki banyak kasus terorisme dan banyak pula kelompok-kelompok teror terkenal yang berasal dari negara ini contohnya Front pembebasan islam Moro dan kelompok Abu Sayyaf sehingga Filipina memandang segala tindakan separatis dan pemberontakan terhadap pemerintah dan juga segala aksi pembajakan sebagai tindak terorisme. Negara-negara ASEAN membentuk Konvensi pemberantasan teror demi memberantas Terorisme.

Jika dianalisa menggunakan Paradigma dalam Hubungan Internasional, isu-isu Terorisme yang mengancam keamanan global dan usaha-usaha yang dilakukan negara ASEAN untuk memberantas Terorisme maka paradigma yang cocok untuk digunakan adalah paradigma Realisme.

Alasan kenapa Realisme digunakan untuk mnjelaskan kasus ini adalah karena dapat dilihat dari alasan tindakan pelaku terorisme tersebut. Contohnya pada aksi pembajakan kapal oleh kelompok Abu Sayyaf, Bom Bali dan tragedi 9/11. Mereka melakukan tersebut karena ingin dilihat dunia ingin membela kepercayaan yang mereka anut dan ingin membasmi semua yang menurut mereka harus dibasmi dalam hal ini, negara barat.

Dalam Teori Realisme fase ini dinamakan fase Seeking of Power dimana kelompok-kelompok teroris ini melakukan aksi teror untuk membuat dunia takut dan mengakui kehebatan serta kengerian keberadaan mereka.

Selain itu Realisme juga digunakan pada tindakan negara-negara ASEAN yang ingin segera memberantas kelompok teroris yang ada di Asia Tenggara karena Teroris merupakan Threat atau ancaman yang mengancam Security mereka. Disinilah terlihat anarkinya tindakan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun