Mohon tunggu...
Rafli Untara
Rafli Untara Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

MAHASISWA-PEMULA-ARTIKEL

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akad Bisnis Islami

4 Juli 2024   19:16 Diperbarui: 4 Juli 2024   19:16 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

AKAD BISNIS ISLAMI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Agama 4

Dosen Pembimbing : Ermanto, S.Pd., M.Kom


Disusun Oleh :

  • Rafli Untara 
  • Fajar Lukman 
  • Mochamad Fajar Agustian
  • Wandy Mahasura Tarigan

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PELITA BANGSA

TAHUN AJARAN 2024/2025

Abstrak

Akad merupakan unsur terpenting yang harus diperhatikan dalam bertransaksi karenanya akad yang menentukan suatu transaksi dinyatakan sah menurut syara' atau batal sehingga akad harus diperhatikan dari berbagai aspeknya baik dari rukun dan syaratnya, obyek akad, maupun yang mengakhiri akad. Akad terbagi menjadi dua macam yaitu akad pertukaran dan akad percampuran. Implementasi akad sudah menjadi dasar operasional di Lembaga Keuangan Syariah saat ini termasuk Perbankan Syariah. Panulis menyimpulkan bahwa akad yang mendasari setiap transaksi bisnis, dengan akad akan diketahui motivasi seseorang dalam melaksanakan transaksi bisnis dan mengetahui sejauh mana transaksi bisnis dilakukan berdasarkan syara' serta bagaimana pelaksanaan akad dalam lembaga keuangan Syariah termasuk perbankan Syariah.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

  • Konteks Bisnis Islami
  • Peran Akad dalam Bisnis Islami
  • Pentingnya Pemahaman Terhadap Akad Bisnis Islami
  • Tantangan dan Peluang Akad Bisnis Islami

Rumusan Masalah

  • Bagaimana konsep akad dalam bisnis Islami membedakan praktik bisnis Islami dari model bisnis konvensional?
  • Apa saja jenis-jenis akad yang umum digunakan dalam bisnis Islami, dan bagaimana implementasinya dalam praktik bisnis?
  • Bagaimana pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap prinsip-prinsip akad dalam bisnis Islami bagi para pelaku bisnis?
  • Apa peran transparansi, keadilan, dan keberkahan dalam konteks akad bisnis Islami?
  • Apa saja tantangan yang dihadapi dalam menerapkan akad bisnis Islami dalam ekonomi modern, dan bagaimana cara mengatasinya?
  • Bagaimana dampak akad bisnis Islami terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif?
  • Apakah ada perbedaan dalam praktik akad bisnis Islami di berbagai negara atau budaya Muslim?
  • Tujuan
  • Memberikan Pemahaman Mendalam tentang Konsep Akad dalam Bisnis Islami.
  • Menyoroti Pentingnya Akad Bisnis Islami dalam Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan.
  • Mendorong Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah dalam Praktik Bisnis.

PEMBAHASAN

  • Pengertian Akad

Secara bahasa akad adalah" ikatan antara dua hal, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi"1. Sedangkan menurut ahli hukum Islam, akad dapat diartikan secara umum dan khusus, menurut Syafi'iyah, Malikiyah, dan Hanifiyah, yaitu"segala sesuatu yang dikerjakan seseorang berdasarkan keingiannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli'. Sementara dalam arti khusus diartikan', perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara' yang berdampak pada obyeknya' atau 'menghubungkan ucapan salah seorang yang berakad dengan yang lainnya sesuai syara' dan berdampak pada obyeknya'2.

Berdasarkan pengertian tersebut, para ahli hukum Islam mendefinisikan akad adalah hubungan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum pada obyek perikatan.

Definisi akad tersebut memperlihatkan bahwa, pertama, akad merupakan keterkaitan ijab dan qabul yang dapat menimbulkan akibat hukum, akad tidak akan terjadi apabila pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama lain karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua pihak yang tercermin dalam ijab dan qabul. Kedua, adanya kesesuaian dengan kehendak syariat, artinya bahwa akad yang disepakati oleh kedua pihak dianggap sah apabila sesuai atau sejalan dengan ketentuan hukum Islam. Ketiga, melahirkan akibat hukum pada obyek akad.

  • Rukun dan Syarat Akad. Rukun akad terdiri dari3 :
  • Ijab dan qabul

Ijab merupakan penawaran yang disampaikan dari pihak pertama, dan qabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Ijab dan qabul ini begitu penting dalam akad sehingga berakibat hukum, maka para ulama fiqh mensyaratkan bahwa ijab dan qabul itu sungguh-sungguh dikehendaki oleh para pihak,

dinyatakan secara jelas,pasti, dan bebas, serta adanya kesesuaian antara ijab dan qabul,dan pernyataan ijab dan qabul ini berdasarkan kehendak masing-masing pihak secara pasti, serta tidak ragu-ragu.

  • Pihak yang berakad

Pihak-pihak yang melakukan akad merupakan faktor utama pembentukan akad. Pihak yang berakad (subyek akad) tidak saja berupa orang perorangan tetapi juga berbentuk badan hukum. Menurut fiqh, dalam akad perorangan, tidak semua dipandang cakap mengadakan akad. Ada yang sama sekali dipandang tidak cakap, ada yang dipandang cakap mengenai sebagian tindakan dan tidak cakap sebagian lainnya, dan ada pula yang dipandang cakap melalukan segala macam tindakan. Dari kondisi perorangan yang berbeda tersebut, maka yang layak melakukan akad adalah ahliyatul ada', yaitu kelayakan seseorang untuk memenuhi kewajiban yang ditetapkan syara' atau orang yang layak dengan sendirinya melakukan berbagai akad, dimana orang tersebut layak mendapatkan hak dan kewajibannya, serta tindakan-tindakan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya yang dibenarkan oleh syara'. Sedang yang berbadan hukum atau al-wilayah (perwalian) berarti adanya kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh syara' atau undang-undang kepada seseorang untuk melakukan tindakan suatu akad yang mempunyai akibat-akibat hukum. Kewenangan perwalian initerdapat beberapa bentuk,ada yang disebut niyabah ashliyah, yaitu seseorang yang mempunyai kecakapan sempurna dan melakuka tindakan hukum untuk kepentingan dirinya sendiri. Ada juga yang disebut dengan niyabah asy syar'iyah atau wilayah niyabiyah, yaitu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepada pihak lain yang mempunyai kecakapan sempurna untuk melakukan tindakan hukum atas nama orang lain4.

  • Obyek akad

Obyek akad atau benda-benda yang dijadikan akad bentuknya tampak dan membekas. Obyek akad ini tidak hanya suatu benda yang bersifat material tetapi juga bersifat subyektif dan abstrak. Dengan demikian, obyek akad tersebut dapat 

berbentuk harta benda seperti dalam jual beli atau berbentuk manfaat seperti dalam upah mengupah. Prinsip umum dalam akad ini adalah terbebas dari gharar dan hal-hal yang dilarang oleh syara'. Para fuqaha memberikan syarat khusus yang harus terpenuhi pada saat kontrak. Syarat tersebut biasa dikenal dengan syarat sahnya akad. Pertama, obyek harus diketahui pasti tentang sifat, jenis, jumlah, dan jangka waktu, kedua dapat diserahkan pada waktu akad, ketiga dimiliki secara sah.

  • Tujuan akad

Tujuan setiap akad menurut ulama fiqh, hanya diketahui melalui syara' dan harus sejalan dengan kehendak syara'. Atas dasar itu, seluruh akad yang mempunyai tujuan atau akibat hukum yang tidak sejalan dengan syara' hukumnya tidak sah, seperti berbagai akad yang dilangsungkan dalam rangkamenghalalkan riba, menjual yang diharamkan syara' seperti khamar, atau tujuan melakukan tindak pidana seperti untuk pembunuhan, penipuan, pelacuran. Bahkan kontrak yang akan menimbulkan pelanggaran terhadap nilai-nilai moral atau kepatutan dan ketertiban umum juga bukan menjadi tujuan akad yang dibenarkan syara'. Begitu juga larangan terhadap akad yang bertujuan untuk melakukan diskriminasi, monopolistik, dan penindasan. Tujuan akad merupakan hal yang penting untuk mengetahui apakah suatu akad dipandang sah atau tidak. Tujuan ini berkaitan dengan motivasi atau niat seseorang dalam melaksanakan akad5.

  • Syarat-syarat Akad

Berdasarkan rukun akad, maka para fuqaha menjelaskan bahwa ada beberapa syarat akad, yaitu syarat terjadinya akad (syurut al-in'iqad), syarat sah (Syurut ash-shihhah), syarat pelaksanaan (syurut an-nafadz) dan syarat keharusan (syurut an-al- luzum)6. Tujuan dari syarat-syarat tersebut adalah untuk menghindari terjadinya perselisihan dan terciptanya kemaslahan bagi para pihak yang melakukan akad. Pertama, syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya akad yang sesuai menurut syarat. Apabila tidak memenuhi syara' maka akad menjadi batal. Syarat ini terbagi dua yaitu syarat yang bersifat umum, yakni adanya rukun-rukun yang harus ada disetiap akad, dan syarat yang bersifat khusus, yakni syarat-syarat yang harus ada pada bagian akad dan tidak harus ada pada bagian yang lainnya seperti syarat harus adanya saksi pada akad nikah. Kedua, syarat sahnya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara' untuk menjamin keabsahan dampak akad. Apabila dampak akad tersebut tidak terpenuhi, maka kadnya dinilai rusak dan karenanya dapat dibatalkan. Ketiga, dalam pelaksanaan akad terdapat dua syarat yaitu kepemilikan dan kekuasaan. Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas melalukan aktifitas dengan apa yang dimiliki sesuai ketentua syara'. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam mendayagunakan sesuatu yang dimilikinya sesuai dengan ketetapan syara', baik secara langsung oleh dirinya sendiri maupun sebagai kuasa dari orang lain. Keempat, syarat kepastian hukum adalah terhindarnya dari beberaa pilihan, seperti khiyar syarat, khiyar aib, atau khiyar majlis. Jika masih terdapat syarat khiyar ini maka akad tersebut belu memiliki kepastian dan karenanya akad tersebut menjadi batal.

  • Berakhirnya Akad

Menurut hukum Islam, berakhirnya akad karena disebabkan terpenuhinya tujuan akad, pemutusan akad, putus dengan sendirinya, kematian, dan tidak memperoleh izin dari pihak yang memiliki kewenangan dalam akad7.

Suatu akad dipandang berakhir jika sudah terpenuhi tujuan dari akad. Dalam akad jual beli, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya menjadi milik penjual. Sedangkan pembatalan akad terjadi dengan sebab-sebab berikut: adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara', adanya khiyar, adanya penyesalan dari salah satu pihak, adanya kewajiban yang tidak terpenuhi oleh pihak- pihak yang berakad, serta berakhirnya waktu akad.

Kematian salah satu pihak yang mengadakan akad mengakibatkan berakhirnya akad. Hal ini terutama yang menyangkut hak-hak perorangan dan bukan hak-hak kebendaan. Kematian salah satu pihak menyangkut hak perorangan mengakibatkan berakhirnya akad seperti perwalian, perwakilan dan sebagainya. Dalam hal akad mauquf ( akad yang keabsahannya bergantung pada pihak lain) seperti akad anak yang belum dewasa, akan berakhir apabila tidak mendapat persetujuan dari yang berhak.

  • Pembagian Akad

Akad terbagi menjadi dua yaitu akad pertukaran dan pencampuran. Akad pertukaran, secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pertukaran adalah perbuatan bertukar atau mempertukarkan yang satu dengan yang lain8. Secara istilah al mu'awadhat adalah segala aktifitas pertukaran harta baik sebagian maupun semuanya. Dengan demikian yang dimaksud pertukaran adalah proses atau perbuatan memperoleh sesuatu dengan memberikan sesuatu. Obyek dari pertukaran ini dapat berupa benda maupun jasa (manfaat). Apabila obyek pertukaran tersebut berupa benda dengan benda dinamakan tukar menukar, apabila pertukaran tersebut antara uang denganbarang dinamakan jual beli, dan apabila pertukaran tersebuat antara uang/harga dengan manfaat benda atau keahlian tertentu maka disebut dengan sewa menyewa atau upah mengupah9.

Sedangkan akad percampuran adalah mencampurkan aset menjadi satu kesatuan dan kemudian kedua bela pihak menanggung resiko dari kegiatan usaha yang dilakukan dan membagi keuntungan sesuai kesepakatan. Dalam akad percampuran ini, bisnis yang dijalankan biasanya bersifat investasi sehingga tidak memberi kepastian imbalan dari awal. Tingkat imbalan yang diperoleh bisa bersifat positif, negatif, atau nol. Akad percampuran ini dalam hukum Islam disebut dengan syirkah atau musyarakah10.

Syirkah secara bahasa berarti partisipasi,mengambil bagian, kerjasama, percampuran atau penggabungan, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya sehingga sulit untuk dibedakan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Secara terminologi, para ahli fiqh memberikandefinisi yang beragam, tetapi secara subtansi memiliki kesamaan, yaitu kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

  • Pembagian Akad

Akad terbagi menjadi dua yaitu akad pertukaran dan pencampuran. Akad pertukaran, secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pertukaran adalah perbuatan bertukar atau mempertukarkan yang satu dengan yang lain8. Secara istilah al mu'awadhat adalah segala aktifitas pertukaran harta baik sebagian maupun semuanya. Dengan demikian yang dimaksud pertukaran adalah proses atau perbuatan memperoleh sesuatu dengan memberikan sesuatu. Obyek dari pertukaran ini dapat berupa benda maupun jasa (manfaat). Apabila obyek pertukaran tersebut berupa benda dengan benda dinamakan tukar menukar, apabila pertukaran tersebut antara uang denganbarang dinamakan jual beli, dan apabila pertukaran tersebuat antara uang/harga dengan manfaat benda atau keahlian tertentu maka disebut dengan sewa menyewa atau upah mengupah9.

Sedangkan akad percampuran adalah mencampurkan aset menjadi satu kesatuan dan kemudian kedua bela pihak menanggung resiko dari kegiatan usaha yang dilakukan dan membagi keuntungan sesuai kesepakatan. Dalam akad percampuran ini, bisnis yang dijalankan biasanya bersifat investasi sehingga tidak memberi kepastian imbalan dari awal. Tingkat imbalan yang diperoleh bisa bersifat positif, negatif, atau nol. Akad percampuran ini dalam hukum Islam disebut dengan syirkah atau musyarakah10.

Syirkah secara bahasa berarti partisipasi,mengambil bagian, kerjasama, percampuran atau penggabungan, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya sehingga sulit untuk dibedakan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Secara terminologi, para ahli fiqh memberikandefinisi yang beragam, tetapi secara subtansi memiliki kesamaan, yaitu kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

  • Penerapan akad dalam transaksi bisnis Islam

Penerapan akad pertukaran dalam transaksi bisnis Islam 1). Jual beli Murabahah

Menurut Dewan Syariah Nasional, murobahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai labanya11. Sedangkan menurut Bank Indonesia, murobahah adalah akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok dengan keuntungan yang disepakati. Sedangkan rukun murabahah adalah sama dengan rukun jual beli yaitu adanya penjual, pembeli, barang yang dijual, dan harga serta ijab qabul.

Menurut Dewan Syariah Nasional, salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. Menurut Bank Indonesia, salam adalah akad jual beli barang pesanan antara penjual dan pembeli. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati diawal akad dan pembayaran dilakukan dimuka secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai muslam (pembeli) kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang maka disebut salam paralel. Dari definisi tersebut maka dapat ditegaskan bahwa jual beli salam adalah proses jual beli barang pesanan dengan kriteria yang jelas, pembayaran dilakukan dimuka sementara penyerahan barang dilakukan dikemudian hari. Dengan demikian unsur-unsur dari jual beli salam adalah: jual beli barang dilakukan dengan pesanan, spesifikasi barang yang dipesan harus jelas kriterianya, pembayaran dilakukan pada saat akad secara penuh, dan barang diserahkan dikemudian hari.

  • Sewa menyewa (ijarah)

Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri13. Sedangkan menurut Bank Indonesia, ijarah adalah sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan atau jasa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik obyek sewa. Dengan demikian dapat difahami bahwa ijarah adalah akad pengalihan hak manfaat atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pengalihan kepemilikan atas barang itu sendiri. Transaksi ijarah didasarkan pada adanya pngalihan hak manfaat.

  • Musyarakah

Menurut Dewan Syariah Nasional, musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan14. Sedangkan menurut Bank Indonesia adalah akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha halal dan produktif. Pendapatan dan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.

  • Sewa menyewa (ijarah)

Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri13. Sedangkan menurut Bank Indonesia, ijarah adalah sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan atau jasa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik obyek sewa. Dengan demikian dapat difahami bahwa ijarah adalah akad pengalihan hak manfaat atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pengalihan kepemilikan atas barang itu sendiri. Transaksi ijarah didasarkan pada adanya pngalihan hak manfaat.

  • Musyarakah

Menurut Dewan Syariah Nasional, musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan14. Sedangkan menurut Bank Indonesia adalah akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha halal dan produktif. Pendapatan dan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.

Rukun musyarakah menurut mayoritas ulama fiqh adalah adanya para pihak yang bekerjasama, modal, usaha, dan pernyataan kesepakatan. Para pihak yang bekerja sama harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Modal yang diberikan harus uang tunai atau aset yang bernilai sama atau dianggap tunai yang disepakati para mitra, dan partisipasi para mitra dalam pekerjaan adalah suatu hal mendasar, sekalipun salah satu pihak boleh menangani pekerjaan lebih banyak dari yang lain dan berhak menuntut pembagian keuntungan lebih bagi dirinya.

  • Mudharabah

Secara tehnis mudharabah diartikan sebagai kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal usaha sedangkan pihak lainnya menjadi pengelolah. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional dari jumlah modal, yaitu oleh pemilik modal. Kerugian yang timbul disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian si pengelolah maka si pengelolah harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu; mudharabah muthlaqoh dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah yaitu bentuk kerjasama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana si mudharib dibatasi dengan jenis usaha, waktu dan tempat usaha.

Aplikasi mudharabah pada perbankan, biasanya diterapkan pada produk-produk pendanaandan pembiayaan. Pada sisi pendanaan, mudharabah diterapkan pada produk giro, tabungan dan deposito.

  • Mudharabah

Secara tehnis mudharabah diartikan sebagai kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal usaha sedangkan pihak lainnya menjadi pengelolah. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional dari jumlah modal, yaitu oleh pemilik modal. Kerugian yang timbul disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian si pengelolah maka si pengelolah harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu; mudharabah muthlaqoh dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah yaitu bentuk kerjasama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana si mudharib dibatasi dengan jenis usaha, waktu dan tempat usaha.

Aplikasi mudharabah pada perbankan, biasanya diterapkan pada produk-produk pendanaandan pembiayaan. Pada sisi pendanaan, mudharabah diterapkan pada produk giro, tabungan dan diposito.

  • Penutup

Akad merupakan unsur terpenting yang harus diperhatikan dalam bertransaksi karenanya akad yang menentukan suatu transaksi dinyatakan sah menurut syara' atau batal sehingga akad harus diperhatikan dari berbagai aspeknya baik dari rukun dan syaratnya, obyek akad, maupun yang mengakhiri akad. Akad terbagi menjadi dua macam yaitu akad pertukaran dan akad percampuran. Implementasi akad sudah menjadi dasar operasional di Lembaga Keuangan Syariah saat ini termasuk Perbankan Syariah.

  • Prinsip-prinsip Dasar Syariah

Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan Prinsip-Prinsip Syariah. Implementasi prinsip syariah inilah yang menjadi pembeda utama dengan bank konvensional. Pada intinya prinsip syariah tersebut mengacu kepada syariah Islam yang berpedoman utama kepada Al Quran dan Hadist.Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta (HabluminAllah) maupun

 dalam hubungan sesama manusia (Hablumminannas).

Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu :

Aqidah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai khalifah yang mendapat amanah dari Allah.

Syariah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam bidang ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya.

Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah

Akhlaq : landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang muslim yang taat berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut memiliki akhlaqul karimah sebagaimana hadis nabi yang menyatakan "Tidaklah sekiranya Aku diutus kecuali untuk menjadikan akhlaqul karimah"

Cukup banyak tuntunan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat yang antara lain secara garis besar adalah sebagai berikut:

  • Tidak memperkenankan berbagai bentuk kegiatan yang mengandung unsur spekulasi dan perjudian termasuk didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi (gharar) sehingga yang ada adalah bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai uang untuk menukar dengan barang.
  • Harta harus berputar (diniagakan) sehingga tidak boleh hanya berpusat pada segelintir orang dan Allah sangat tidak menyukai orang yang menimbun harta sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai harta yang tidak produktif akan dikenakan zakat yang lebih besar dibanding jika diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan manusia dibumi sebagai khalifah yang menerima amanah dari Allah sebagai pemilik mutlak segala yang terkandung didalam bumi dan tugas manusia untuk menjadikannya sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan manusia.
  • Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan waJib dlakukan sehingga tidak seorangpun tanpa bekerja - yang berarti siap menghadapi resiko -- dapat memperoleh keuntungan atau manfaat(bandingkan dengan perolehan bunga bank dari deposito yang bersifat tetap dan hampir tanpa resiko).
  • Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan dari pihak manapun.
  • Adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya yang tidak bersifat tunai dan adanya saksi yang bisa dipercaya (simetri dengan profesi akuntansi dan notaris).
  • Zakat sebagai instrumen untuk pemenuhan kewajiban penyisihan harta yang merupakan hak orang lain yang memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga anjuran yang kuat untuk mengeluarkan infaq dan shodaqah sebagai manifestasi dari pentingnya pemerataan kekayaan dan memerangi kemiskinan.
  • Sesungguhnya telah menjadi kesepakatan ulama, ahli fikih dan Islamic banker dikalangan dunia Islam yang menyatakan bahwa bunga bank adalah riba dan riba diharamkan.

Dalam operasionalnya, perbankan syariah harus selalu dalam koridor-koridorprinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak
  2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan
  3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya
  4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Prinsip-Prinsipsyariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah kegiatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

  • Maisir: Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi.Judi dilarang dalam praktik keuangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah sebagai berikut:"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS Al-Maaidah : 90)

    Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika melakukan perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi secara abnormal. Suatu saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar. Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga diharamkan dalam sistem keuangan Islam.

  • Gharar : Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Menurut istilah gharar berarti seduatu yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar. Pelarangan ghararkarena memberikan efek negative dalam kehidupan karena gharar merupakan praktik pengambilan keuntungan secara bathil. Ayat dan hadits yang melarang gharar diantaranya :"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" (Al-Baqarah : 188) 
  • Riba: Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan, pertumbuhan atau peningkatan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama sepakat bahwa hukumnya riba adalah haram. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 130 yang melarang kita untuk memakan harta riba secara berlipat ganda. Sangatlah penting bagi kita sejak awal pembahasan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapat di antara umat Muslim mengenai pengharaman Riba dan bahwa semua mazhab Muslim berpendapat keterlibatan dalam transaksi yang mengandung riba adalah dosa besar. Hal ini dikarenakan sumber utama syariah, yaitu Al-Qur'an dan Sunah benar-benar mengutuk riba. Akan tetapi, ada perbedaan terkait dengan makna dari riba atau apa saja yang merupakan riba harus dihindari untuk kesesuaian aktivitas-aktivitas perekonomian dengan ajaran Syariah.

Ada banyak ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang keharaman riba, diantaranya:

  • Surat Al-Baqarah, ayat 275:
    Orang-orang yang makan (mengambil) RIBA' tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan RIBA', padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan RIBA'. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil RIBA'), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Alloh. Orang yang kembali (mengambil RIBA'), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
  • Surat An-Nisa, ayat 161:
    Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya dan karena mereka memakan harta orang dengan cara yang tidak sah (bathil). Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka azab yang pedih.
  • Surat Ali 'Imran, ayat 130:
    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

 Surat Ar-Rum, ayat 39:

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.

DAFTAR PUSTAKA

 

Adiwarman Karim, Bank Islam analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2004)

Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Yogyakarta: UII Press, 2000)

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka; 1994)

Fathurrahman Djamil, penerapan hukum perjanjian dalam transaksi di lembaga keuangan syariah (Jakarta: Sinar Grafika; 2013)

Fatwa DSN no 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah Fatwa DSN no 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang salaam Fatwa DSN no 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang musyarakah Fatwa DSN no 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang ijarah

Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori k Praktik (Jakarta; Gema Insani Press, 2001)

Syamsul anwar, hukum perjanjian syariah studi tentang teori akad dalam fikih muamalat (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010)

Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa adillatuhu, (Damaskus, Dar al- Fikr) Jld IV,

OJK, Prinsip dan Konsep Dasar Syariah (Jakarta; Otoritas Jasa Keuangan, 2017)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun