Mohon tunggu...
Rafli Untara
Rafli Untara Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

MAHASISWA-PEMULA-ARTIKEL

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akad Bisnis Islami

4 Juli 2024   19:16 Diperbarui: 4 Juli 2024   19:16 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

dinyatakan secara jelas,pasti, dan bebas, serta adanya kesesuaian antara ijab dan qabul,dan pernyataan ijab dan qabul ini berdasarkan kehendak masing-masing pihak secara pasti, serta tidak ragu-ragu.

  • Pihak yang berakad

Pihak-pihak yang melakukan akad merupakan faktor utama pembentukan akad. Pihak yang berakad (subyek akad) tidak saja berupa orang perorangan tetapi juga berbentuk badan hukum. Menurut fiqh, dalam akad perorangan, tidak semua dipandang cakap mengadakan akad. Ada yang sama sekali dipandang tidak cakap, ada yang dipandang cakap mengenai sebagian tindakan dan tidak cakap sebagian lainnya, dan ada pula yang dipandang cakap melalukan segala macam tindakan. Dari kondisi perorangan yang berbeda tersebut, maka yang layak melakukan akad adalah ahliyatul ada', yaitu kelayakan seseorang untuk memenuhi kewajiban yang ditetapkan syara' atau orang yang layak dengan sendirinya melakukan berbagai akad, dimana orang tersebut layak mendapatkan hak dan kewajibannya, serta tindakan-tindakan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya yang dibenarkan oleh syara'. Sedang yang berbadan hukum atau al-wilayah (perwalian) berarti adanya kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh syara' atau undang-undang kepada seseorang untuk melakukan tindakan suatu akad yang mempunyai akibat-akibat hukum. Kewenangan perwalian initerdapat beberapa bentuk,ada yang disebut niyabah ashliyah, yaitu seseorang yang mempunyai kecakapan sempurna dan melakuka tindakan hukum untuk kepentingan dirinya sendiri. Ada juga yang disebut dengan niyabah asy syar'iyah atau wilayah niyabiyah, yaitu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepada pihak lain yang mempunyai kecakapan sempurna untuk melakukan tindakan hukum atas nama orang lain4.

  • Obyek akad

Obyek akad atau benda-benda yang dijadikan akad bentuknya tampak dan membekas. Obyek akad ini tidak hanya suatu benda yang bersifat material tetapi juga bersifat subyektif dan abstrak. Dengan demikian, obyek akad tersebut dapat 

berbentuk harta benda seperti dalam jual beli atau berbentuk manfaat seperti dalam upah mengupah. Prinsip umum dalam akad ini adalah terbebas dari gharar dan hal-hal yang dilarang oleh syara'. Para fuqaha memberikan syarat khusus yang harus terpenuhi pada saat kontrak. Syarat tersebut biasa dikenal dengan syarat sahnya akad. Pertama, obyek harus diketahui pasti tentang sifat, jenis, jumlah, dan jangka waktu, kedua dapat diserahkan pada waktu akad, ketiga dimiliki secara sah.

  • Tujuan akad

Tujuan setiap akad menurut ulama fiqh, hanya diketahui melalui syara' dan harus sejalan dengan kehendak syara'. Atas dasar itu, seluruh akad yang mempunyai tujuan atau akibat hukum yang tidak sejalan dengan syara' hukumnya tidak sah, seperti berbagai akad yang dilangsungkan dalam rangkamenghalalkan riba, menjual yang diharamkan syara' seperti khamar, atau tujuan melakukan tindak pidana seperti untuk pembunuhan, penipuan, pelacuran. Bahkan kontrak yang akan menimbulkan pelanggaran terhadap nilai-nilai moral atau kepatutan dan ketertiban umum juga bukan menjadi tujuan akad yang dibenarkan syara'. Begitu juga larangan terhadap akad yang bertujuan untuk melakukan diskriminasi, monopolistik, dan penindasan. Tujuan akad merupakan hal yang penting untuk mengetahui apakah suatu akad dipandang sah atau tidak. Tujuan ini berkaitan dengan motivasi atau niat seseorang dalam melaksanakan akad5.

  • Syarat-syarat Akad

Berdasarkan rukun akad, maka para fuqaha menjelaskan bahwa ada beberapa syarat akad, yaitu syarat terjadinya akad (syurut al-in'iqad), syarat sah (Syurut ash-shihhah), syarat pelaksanaan (syurut an-nafadz) dan syarat keharusan (syurut an-al- luzum)6. Tujuan dari syarat-syarat tersebut adalah untuk menghindari terjadinya perselisihan dan terciptanya kemaslahan bagi para pihak yang melakukan akad. Pertama, syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya akad yang sesuai menurut syarat. Apabila tidak memenuhi syara' maka akad menjadi batal. Syarat ini terbagi dua yaitu syarat yang bersifat umum, yakni adanya rukun-rukun yang harus ada disetiap akad, dan syarat yang bersifat khusus, yakni syarat-syarat yang harus ada pada bagian akad dan tidak harus ada pada bagian yang lainnya seperti syarat harus adanya saksi pada akad nikah. Kedua, syarat sahnya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara' untuk menjamin keabsahan dampak akad. Apabila dampak akad tersebut tidak terpenuhi, maka kadnya dinilai rusak dan karenanya dapat dibatalkan. Ketiga, dalam pelaksanaan akad terdapat dua syarat yaitu kepemilikan dan kekuasaan. Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas melalukan aktifitas dengan apa yang dimiliki sesuai ketentua syara'. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam mendayagunakan sesuatu yang dimilikinya sesuai dengan ketetapan syara', baik secara langsung oleh dirinya sendiri maupun sebagai kuasa dari orang lain. Keempat, syarat kepastian hukum adalah terhindarnya dari beberaa pilihan, seperti khiyar syarat, khiyar aib, atau khiyar majlis. Jika masih terdapat syarat khiyar ini maka akad tersebut belu memiliki kepastian dan karenanya akad tersebut menjadi batal.

  • Berakhirnya Akad

Menurut hukum Islam, berakhirnya akad karena disebabkan terpenuhinya tujuan akad, pemutusan akad, putus dengan sendirinya, kematian, dan tidak memperoleh izin dari pihak yang memiliki kewenangan dalam akad7.

Suatu akad dipandang berakhir jika sudah terpenuhi tujuan dari akad. Dalam akad jual beli, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya menjadi milik penjual. Sedangkan pembatalan akad terjadi dengan sebab-sebab berikut: adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara', adanya khiyar, adanya penyesalan dari salah satu pihak, adanya kewajiban yang tidak terpenuhi oleh pihak- pihak yang berakad, serta berakhirnya waktu akad.

Kematian salah satu pihak yang mengadakan akad mengakibatkan berakhirnya akad. Hal ini terutama yang menyangkut hak-hak perorangan dan bukan hak-hak kebendaan. Kematian salah satu pihak menyangkut hak perorangan mengakibatkan berakhirnya akad seperti perwalian, perwakilan dan sebagainya. Dalam hal akad mauquf ( akad yang keabsahannya bergantung pada pihak lain) seperti akad anak yang belum dewasa, akan berakhir apabila tidak mendapat persetujuan dari yang berhak.

  • Pembagian Akad

Akad terbagi menjadi dua yaitu akad pertukaran dan pencampuran. Akad pertukaran, secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pertukaran adalah perbuatan bertukar atau mempertukarkan yang satu dengan yang lain8. Secara istilah al mu'awadhat adalah segala aktifitas pertukaran harta baik sebagian maupun semuanya. Dengan demikian yang dimaksud pertukaran adalah proses atau perbuatan memperoleh sesuatu dengan memberikan sesuatu. Obyek dari pertukaran ini dapat berupa benda maupun jasa (manfaat). Apabila obyek pertukaran tersebut berupa benda dengan benda dinamakan tukar menukar, apabila pertukaran tersebut antara uang denganbarang dinamakan jual beli, dan apabila pertukaran tersebuat antara uang/harga dengan manfaat benda atau keahlian tertentu maka disebut dengan sewa menyewa atau upah mengupah9.

Sedangkan akad percampuran adalah mencampurkan aset menjadi satu kesatuan dan kemudian kedua bela pihak menanggung resiko dari kegiatan usaha yang dilakukan dan membagi keuntungan sesuai kesepakatan. Dalam akad percampuran ini, bisnis yang dijalankan biasanya bersifat investasi sehingga tidak memberi kepastian imbalan dari awal. Tingkat imbalan yang diperoleh bisa bersifat positif, negatif, atau nol. Akad percampuran ini dalam hukum Islam disebut dengan syirkah atau musyarakah10.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun