Mohon tunggu...
Achmad Raflie Pahlevi
Achmad Raflie Pahlevi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penulis Lepas

Menulis untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sarekat Islam dan Gerakan Kebangkitan Nasional

28 Mei 2022   19:00 Diperbarui: 28 Mei 2022   19:04 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seratus tahun lebih telah berlalu semenjak berdirinya Budi Utomo di bumi pertiwi, tepatnya pada tanggal 20 Mei 1908. Hari berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional setiap tahunnya semenjak Indonesia merdeka. Peringatan ini dilakukan, karena Budi Utomo dianggap sebagai pelopor pergerakan kebangkitan dalam melawan pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa itu, perlawanan tidak dilakukan terang-terangan menentang pemerintah, tetapi melindungi rakyat, melalui organisasi-organisasi yang besar, dapat melindungi masyarakat bawah yang tidak berarti, jika mereka sendirian.


Lalu benarkah Budi Utomo sebagai pelopor awal dan apakah Budi Utomo pantas mendapat gelar sebagai simbol perlawanan dan Kebangkitan pada masa itu?


Politik etis yang dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda pada masa-masa sebelumnya, membuat banyak pribumi yang memiliki pikiran maju, khususnya dari kalangan priyayi. Pada masa itu, banyak perkumpulan atau organisasi-organisasi yang hadir, sebagai wadah bagi para anggotanya. Masyarakat pada masa itu merasa kehadirannya yang sendirian tak akan berarti, jika dibandingkan dengan bersama-sama dalam satu organisasi.


Jika dilihat dari waktu pembentukannya, maka organisasi THHK (Tiong Hoa Hwee Koan) adalah organisasi yang pertama berdiri di bumi pertiwi. Pembentukan THHK tepatnya berdiri pada 17 Maret 1900, 8 tahun sebelum terbentuknya Budi Utomo. THHK didirikan oleh beberapa keturunan Tionghoa di Batavia untuk mendorong orang Tionghoa mengenal identitasnya. Meskipun organisasi ini adalah organisasi yang mula-mula berdiri, tetapi pembentukannya yang bukan berasal dari pribumi dan tujuan pembentukannya yang hanya untuk golongan tertentu, tidak bisa dijadikan sebagai awal dari kebangkitan nasional.


Beberapa tahun berselang setelahnya, organisasi awal bentukan pribumi akhirnya terlahir. Raden Mas Tirtio Adi Suryo adalah pendiri organisasi pertama pribumi yang bernama Sarekat Priyayi pada tahun 1906. Meskipun begitu organisasi ini menemui kegagalan dan akhirnya bubar di tahun yang sama. Kisah Tirto sebagai awal pendiri organisasi pada masa itu bisa dibaca melalui buku Sang Pemula, karya Pramoedya Anantaa Toer.


Budi Utomo adalah organisasi yang sukses berdiri dan bertahan cukup lama di waktu awal-awal masa pergerakan. Budi Utomo didirikan oleh Sutomo pada 20 Mei 1908. Organisasi ini lebih berfokus pada sosial, ekonomi, dan budaya, tanpa menyentuh ranah politik. Itulah yang menyebabkan organisasi ini bisa bertahan cukup lama tanpa diganggu oleh pemerintahan Belanda pada masa itu.


Meskipun organisasi ini dikenal luas, tapi anggota dari organisasi ini hanyalah kamu Priyayi yang berada di Jawa. Jadi tak semua orang dari berbagai kalangan atau suku bangsa yang berbeda bisa bergabung dalam keanggotaan Budi Utomo. Ketenaran Budi Utomo perlahan-lahan mulai redup bersama dengan naiknya organisasi baru yang tak mengenal batasan wilayah dan juga memperjuangkan politik bangsa pada masa itu, seperti Sarekat Islam.


Sarekat Islam atau sebelumnya Sarekat Dagang Islam, pertama kali dibentuk oleh H. Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905 dengan nama awal adalah Rekso Rumekso. Rekso Rumekso didirikan di Solo sebagai wadah bagi pedagang batik pribumi untuk melindungi diri dari gempuran pedagang asing, khususnya pedagang Cina.


Pada awal berdirinya, Rekso Rumekso, dijadikan perkumpulan Ronda untuk menjaga keselamatan warga yang tinggal di sekitaran Solo. Lambat laun organisasi ini berubah menjadi organisasi yang sering terlibat perkelahian yang terus menerus dengan organisasi Cina bernama Kong Sing. Polisi Hindia Belanda yang merasa gerah dengan kehadiran organisasi yang meresahkan datang menemui organisasi ini. Ketidakamanan badan hukum, membuat organisasi ini dibubarkan pada akhirnya.


H. Samanhudi mendatangi R.M Tirto Adi Suryo untuk membuatkan badah hukum dan AD/ART, yang sebelumnya telah membuat organisasi Sarekat Priyayi. Baru pada tahun 1909, RM. Tirto Adi Suryo mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) di Batavia dan H. Samanhudi di Solo. SDI yang memperjuangkan sosial dan ekonomi, bagi segala kalangan, baik yang atas maupun bawah, mengalami peningkatan keanggotaan yang pesat pada masa awal-awal berdirinya.


SDI mengalami masa kejayaannya, ketika dipimpin oleh H.O.S Tjokroaminoto. Awal bergabungnya Tjokroaminoto dengan mendirikan SDI di Surabaya pada tahun 1912. Tjokroaminoto kemudian dipilih sebagai pemimpin dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI).


Pada masa kepemipinan H.O.S Tjokroaminoto ini, SI bukannya hanya fokus apda masalah sosial dan ekonomi, tetapi juga pada masalah agama dan politik. Keanggotaan SI pada masa ini juga bertambah bukan hanya dari Jawa dan Madura saja. Hal ini terlihat pada susunan para pemimpinnya, Haji Samanhudi dan HOS Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumater Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku.


SI pada jaman kepemipinan H.O.S Tjokroaminoto dijadikan alat pembela bagi rakyat yang lemah. Walaupun organisasi ini berlabel agama, bukan berarti SI tidak peka terhadap perbedaan. Alasan digunakannya label Islam, karena Islam digunakan sebagai pemersatu masyarakat di Hindia Belanda yang terdiri dari banyak suku bangsa pada masa itu. Islam sebagai Rahmatan lil ‘Alamin terpatri dalam jiwa SI, agar menjadi rahmat bagi sekitarnya, khususnya masyarakat Hindia Belanda pada waktu itu.


SI yang progresif dan terkait dengan unsur politik, membuat SI kesulitan saat awal mengajukan badan hukum dan mendapat penolakan oleh Gubernur Jenderal Idenburg. Badan hukum SI hanya bersifat SI lokal di suatu cabang tertentu. Jumlah anggota SI yang luar biasa banyaknya, juga menerbitkan kekhawatiran pemerintah Belanda pada masa itu. Pengakuan terhadap badan hukum SI akhirnya diberikan beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1916.


Pada tahun ini juga, SI mampu menghimpun anggota hingga mencapai 700.000 orang dengan 181 cabang di seluruh bumi Indonesia. Banyaknya jumlah anggota membuat pemerintah Hindia Belanda memberikan izin bagi SI untuk membentuk partai politik dan mengirimkan wakilnya H.O.S Tjokroaminoto menjadi anggota dewan perwakilan (Volksraad) pada tahun 1917. Bersama dengan ini, SI mencapai masa keemasannya dan keanggotaan SI melonjak drastis pada dua tahun berikutnya. Pada tahun 1919, jumlah keanggotaan SI mencapai 2.000.000 orang, dibandingkan dengan Budi Utomo yang tak sampai 10.000 orang pada masa keemasannya.


Jika dilihat dari tahun berdiri dan luasnya pengaruh SI pada bangsa, sudah sepatutnya SI dijadikan awal bagi kebangkitan nasional. SI memberikan pengaruh yang lebih luas di seluruh Indonesia, jika dibandingkan dengan Budi Utomo yang hanya di Jawa dan Madura. SI berdiri lebih awal tahun 1905 jika dibandingkan dengan Budi Utomo yang berdiri pada tahun 1908. Selain itu, SI memperjuangkan politik bangsa dan buruh-buruh yang tertindas pada masa itu. Apalagi ditambah tokoh-tokoh SI pada masa itu yang menjadi tokoh penting dalam kemerdekaan Indonesia kelak. Sebut saja H.O.S Tjokroaminoto, Agus Salim, dan Soekarno adalah tokoh-tokoh bangsa yang lahir dari rahim SI.


Jadi patut dipertanyakan manakah organisasi yang lebih layak di sebut sebagai organisasi yang membawa kebangkitan secara nasional, Sarekat Islam atau Budi Utomo?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun