Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan lainnya. Pada Zaman itu, hal ini merupakan hal yang lumrah dimana ketika suatu kerajaan hancur, maka akan berdiri kerajaan lainnya. Kerajaan Majapahit terdiri dari orang-orang yang berhasil selama atas pemberontakan Jayakatwang atas Singasari. Pendiri Majapahit sendiri Raden Wijaya adalah menantu Kertanegara, Raja terakhir Singasari. Raden Wijaya telah disiapkan menjadi pengganti Kertanegara yang tak memiliki satu pun anak laki-laki.
Raden Wijaya yang selama dari pemberontakan Jayakatwang mendirikan sebuah desa kecil di Trowulan dan diberi nama Majapahit. Nama ini berasal dari buah Maja yang tumbuh di hutan, namun memiliki rasa yang pahit. Kepiawaian Raden Wijaya dan namanya yang telah tersiar menjadi penerus kerajaan Singasari, dengan mudah membuat dirinya mendapat kepercayaan masyarakat Daha dan Tumapel. Ini pun berdampak pada semakin pesatnya perkembangan Majapahit yang awalnya hanya sebuah desa kecil, menjadi sebuah kota besar pada zamannya.
Meskipun begitu, keinginan Raden Wijaya untuk membalaskan dendam ayah mertuanya kepada Jayakatwang tidak bisa segera terwujud. Dendam itu baru bisa dituntaskan setelah bertahun-tahun berikutnya, ketika kedatanya pasukan Mongol. Pasukan Kubilai Khan ini diajak berembuk untuk bersama-sama menyerang Jayakatwang dengan dijanjikan bahwa Majapahit akan tunduk pada Kerajaan Mongol jika berhasil menang.
Jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap, membuat Jayakatwang dengan mudah dikalahkan. Pasukan Mongol pun menagih janji Raden Wijaya untuk sumpah setia kepada Kerajaan Mongol, tetapi Raden Wijaya menolak dan mengusir pasukan Kubilai Khan dari tanah Jawa. Inilah yang menjadi asal usul berdirinya sebuah Kerajaan baru bernama Majapahit di tanah Jawa.
Kehadiran Majapahit sebagai penguasa baru di tanah Jawa menggantikan posisi Singasari, bukannya tanpa perlawanan. Pemberontakan terjadi dimana-mana, membuat kericuhanan dan ketidakamanan di Kerajaan ini. Pemberontakan baru berhenti beberapa puluh tahun setelahnya, ketika masa pemerintahan seorang penguasa perempuan, bernama Tribhuwana Wijayatunggadewi. Pada masa inilah kedamaian datang dan kerajaan Majapahit mulai bisa menata masa depannya.
Barulah ketika, kelahiran Hayam Wuruk, putra dari Tribhuwana Wijayatunggadewi, masa Kejayaan Majapahit datang. Dimulai dari sumpah Palapa yang diucapkan mahapatihnya, Gajah Mada, untuk menyatukan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Beberapa tahun setelahnya, sumpah ini nyarisnya saja terwujud. Hampir seluruh wilayah Nusantara berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit dan hanya menyisakan satu kerajaan yang belum tunduk, yaitu Kerajaan Pasundan, kerajaan yang menjadi saudara kandung bagi Kerajaan Majapahit.
Hayam Wuruk telah puas dan akan menikahi seorang putri Raja Pasundan dan membuat hubungan Pasundan dan Majapahit Makin erat, sebagai saudara yang setara. Ternyata, keputusan sang Raja tak membuat Gajah Mada menjadi yang telah bersumpah akan menyatukan Nusantara menjadi puas begitu saja. Sumpahnya adalah menjadikan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit, bukan sebagai kawan yang setara. Ternyata inilah yang menjadi awal petaka bagi kerajaan ini.
Gajah Mada bertindak seenaknya, membuat Raja Pasundan dan putrinya, yang akan dinikahi Hayam Wuruk meninggal dalam pertempuran. Akibatnya Gajah Mada diberhentikan sebagai mahapatih. Karena jasanya yang luar biasa pada Majapahit, Gajah Mada tak dihukum pancung, tetapi diasingkan jauh dari hiruk pikur dunia perpolitikan.
Semenjak ketiadaan Gajah Mada dan meninggalnya Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemundurannya. Karena tak adanya figur pemimpin yang kuat seperti Hayam Wuruk, satu per satu wilayah yang sebelumnya ditaklukan memisahkan diri. Selain itu perebutan takhta, yang mengakibatkan perang saudara, yaitu perang Paregreg, yang melemahkan kekuatan Majapahit dan semakin mudah diserang dari kekuatan luar. Majapahit benar-benar hancur, setelah ditaklukan oleh Sultan Trenggana dari Kesultanan Demak. Semenjak itu, wilayah bekas kekuasaan Majapahit, menjadi daerah kekuasaan Kesultanan Demak. Kerajaan Majapahit pun hilang selama-lamanya dari peta kekuasaan Nusantara, atau Jawa ada khususnya.
Setelah kehancurannya, nama Majapahit tak pernah terdengar lagi sampai beratus-ratus tahun setelahnya. Nama Majapahit mulai digunakan pada masa penggerakan yang menjadi cikal bakal terbentuknya sebuah negara bersama Indonesia. Merasa senasib sepenanggungan sebagai jajahan Belanda, tak menjadikan Nusantara dan orang-orang nya di dalamnya terikat secara lahir dan batin. Perlu adanya suatu pengikat yang menyatukan orang-orang dari suku bangsa yang berbeda-beda ini. Untuk itulah digunakan Romantisme Majapahit.
Romantisme Majapahit menyatakan, bahwa jauh beratus-ratus tahun sebelum kedatangan Belanda, negeri ini pernah bersatu sebelumnya. Majapahit menyatukan segala perbedaan, suku, agama, dan bahasa, ke dalam sebuah negara. Alasan Romantisme Majapahit digunakan, karena kerajaan ini adalah satu-satunya Kerajaan yang pernah menyatukan Nusantara, dari Aceh hingga Maluku.
Visi Majapahit menjadi visi para pendiri bangsa sewaktu merumuskan sebuah negara bernama Indonesia. Negara Indonesia adalah bukti dari tuntasnya sumpah Maha Patih, Gajah Mada. Negara ini terbentang dari Sabang hingga Marauke memenuhi sumpah yang telah beratus-ratus tahun sebelumnya telah diucapkan.
Meskipun telah berhasil menuntaskan visinya untuk menyatukan berbagai wilayah di Nusantara, Romantisme Majapahit masih digunakan. Romantisme Majapahit pada awal kemerdekaan digunakan untuk menumbuhkan rasa kebanggaan pada bangsa, setelah sebelumnya merasa terhina dijajah Belanda beratus-ratus tahun lamanya. Romantisme Majapahit menunjukkan bahwa orang-orang dari bangsa ini pernah menjadi bangsa yang digdaya.
Romantisme Majapahit terus digunakan sampai sekarang. Dimulai dari penggunaan bendera sang saka merah putih, yang diambil dari bendera Majapahit, sang saka getih getah samudera. Penamaan Bhayangkara pada kepolisian, yang diambil dari pasukan elit penjaga raja pada zaman Majapahit. Hingga Penamaan salah satu universitas ternama, Universitas Gajah Mada, yang diambil dari nama sang Maha Patih.
Romantisme Majapahit sekarang berkembang dalam berbagai bentuk, bukan lagi hanya menjadi nama sebuah tempat, jalan, atau institusi, tetapi menjadi sebuah mimpi. Mimpi menjadi sebuah negara yang digdaya, menjadi mercusuar bagi negara-negara di sekitarnya. Mimpi ini dimanifestasikan pada penamaan calon ibu kota baru, yaitu Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H