Suman HS., namanya mungkin tidak begitu dikenal oleh khalayak umum maupun khalayak sastra. Banyak gelar dapat disematkan kepada dirinya, mulai dari sastrawan, budayawan, pendidik, hingga pejuang. Walaupun secara nasional Suman HS., tidak begitu dikenal, namun di tanah kelahirannya, Riau, ia menjadi inspirasi bagi masyarakat Riau. Bahkan, namanya diabadikan sebagai nama perpustakaan provinsi di Riau, salah satu perpustakaan terbesar “Perpustakaan Suman HS.”
Selayang Pandang Suman HS.
Suman HS., memiliki nama lengkap Suman Hasibuan. Ia lahir di Bengkalis, Riau pada 04 April 1904. Suman lahir dari pasangan Wahid dan Turumun Lubis. Ayahnya, Wahid adalah keturuna Raja Mandailing. Walaupun lahir di Riau, namun darah Tapanuli mengalir dalam diri Suman HS. Nama akhirnya, HS adalah nama pena yang terkesan disingkat, di balik itu ada cerita menarik. Suman tidak ingin menggunakan nama klan Hasibuan di Bengkalis, ia sangat menghormati orang Melayu. Oleh sebab itu untuk menyamarkannya ia selalu menyingkat nama akhirnya menjadi HS.
Suman HS., masuk ke dalam kelompok sastrawan Balai Pustaka, bersanding dengan nama-nama besar lainnya, seperti Muhammad Yamin, Merari Siregar, Marah Roesli, dan Abdul Muis. Karya-karyanya banyak dihasilkan sebelum kelahiran Pujangga Baru (1933), di antaranya 1) Kasih Tak Terlerai, Balai Pustaka, (novel, 1930), 2) Mencari Pencuri Anak Perawan, Balai Pustaka, (novel, 1932), 3) Percobaan Setia, Balai Pustaka, (novel, 1932), 4) Kawan Bergelut, Balai Pustaka, (kumpulan cerpen, 1938, dan (5) Tebusan Darah, Balai Pustaka, (novel, 1939).
Sebagai seorang sastrawan, Suman HS., dikenal dengan julukan pionir kisah detektif. Ia adalah pelopor cerpen detektif, karyanya itu terhimpun dalam buku Kawan Bergelut. Selain cerita-cerita detektif, Suman juga produktif melahirkan karya-karya humor. Dalam Kawan Bergelut, Suman memasukkan banyak sekali unsur humor.
Eka Budianta dalam film dokumenter tentang Suman HS., (1994) menyebutkan bahwa Suman HS., tidak banyak menghasilkan karya berupa cerpen. Karyanya pun tidak terlalu populer dan tidak fenomenal. Akan tetapi, kehadiran Suman HS., yang membawa warna baru— menghadirkan cerita-cerita detektif dalam khazanah kesusastraan Indonesia—tidak dapat dikesampingkan. Sebab Suman HS., menjadi pelukis sejarah sebagai pelopor penulis humor dan fiksi detektif, bahkan Eka menyematkan suatu gelar kepada Suman HS., yakni Bapak cerita humor dan detektif Indonesia.
Dalam film dokumenter yang disutradarai oleh Arswendy itu (1994), Eka menjelaskan bahwa dalam karya Suman HS., Kasih Tak Terlarai menunjukkan karya Suman merupakan lomapatan sastra dari romantik menjadi realistik. Terlebih lagi dalam karyanya yang berjudul Percobaan Setia terlihat sangat realis. Kisah perjalanan Suman HS., yang terlihat senyap di kalangan khalayak umum saat ini, membuat beberapa pertanyaan terbesit, bagaimana Suman HS., dapat menciptakan cerita-cerita detektif? Mengapa banyak gelar disematkan kepadanya, mulai dari sastrawan, bahasawaan, pendidik, bahkan pejuang? Lalu, apa kontribusi besar Suman HS bagi kehidupan bangsa Indonesia?
Suman HS: Antara Humor dan Kisah Detektif
Suman HS., sudah mengenal sastra sejak usianya masih belia. Semua bermula ketika ia masih bersekolah di Sekolah Melayu. Suman menjadi anomali saat itu. Mengapa anomali? Di saat teman-teman sebayanya, mungkin berlarian bermain bola, ia malah sibuk membolak-balik buku. Dalam film dokumenter yang menayangkan biografi singkat Suman HS., dirinya mengatakan bahwa ketika itu Sekolah-Sekolah Melayu menyediakan fasilitas taman baca atas perintah pemerintah. Ketika itu buku boleh dibawa pulang dengan sistem sewa. Fasilitas itu tidak di sia-siakan oleh Suman, ia hampir membaca semua buku yang disediakan, termasuk buku-buku terjemahan dari luar.
Fasilitas taman baca yang ada di sekolahnya, belum membuat Suman HS., puas. Ia membutuhkan buku bacaan yang lebih banyak. Sebagai keluarga saudagar, rumah keluarga Suman saat itu sering didatangi saudagar kaya, rekan kerja dari ayahnya. Ia seringkali memberanikan diri untuk ikut duduk dan mendengarkan pembicaraan itu. Berawal dari sini, Suman banyak mendapatkan inspirasi tentang negeri Singapura dan bagaimana kejahatan-kejahatan mafia digambarkan. Hal itu yang membuat Suman terinspirasi untuk menciptakan cerita-cerita detektif.
Inspirasi kepenulisan Suman HS., juga datang dari Muhammad Kasim. Kasim adalah guru dari Suman HS., saat menjalani masa pendidikan guru. Keteladanan Kasim dalam dunia menulis sangat disukai oleh Suman. Ketika itu, Suman dan Kasim menciptakan cerita pendek berjudul Teman Duduk (1937). Karya itu menjadi karya pertama berbentuk cerpen yang masuk ke dalam kanon sastra Indonesia. Apresiasi yang positif atas karya itu memantik semangat Suman, ia menyimak cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses kepenulisan, Suman pun ingin sungguh-sungguh ingin menjadi penulis.
Dalam film dokumenter tentang Suman HS., yang diproduksi oleh Yayasan Lontar Indonesia (1994), Eka Budianta mengatakan bahwa tema umum dalam karya-karya Suman HS., adalah memperkuat cinta dan kemampuannya untuk mengatasi masalah. Suman berbeda dengan penyair Balai Pustaka lain, ia tidak banyak berkutat pada persoalan adat, melainkan lebih memilih menyuguhkan nuansa dan gaya romantik-jenaka dalam karyanya.
Hingga pada akhirnya, setelah beberapa karyanya terlebih dahulu muncul, Suman HS., berhasil menciptakan cerpen Mencari Pencuri Anak Perawan (1932) yang lekat dengan unsur humor dan detektif. Sementara itu unsur humoris lebih kental terlihat dalam buku Kawan Bergelut. Kawan Bergelut (1938) adalah karya detektif yang paling menonjol dari Suman HS. Karya tersebut berhasil masuk ke dalam karya kanon kesusastraan Indonesia. Kawan Bergelut adalah kumpulan cerita pendek yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Kawan Bergelut memuat 12 cerita pendek, yakni (1) “Cik Mat”; (2) “Pilu”; (3) “Salah Paham”; (4) “Salah Sangka”; (5) “Pandai Jatuh”; (6) “Karena Hati”; (7) “Fatwa Membawa Kecewa”; (8) “Itulah Asalku Tobat”; (9) “Selimut Bertuah”; (10) “Salah Mengerti”; (11) “Papan Reklame”; dan (12) “Kelekar Si Bogor”. Kedua belas cerpen itu pada awalnya dimuat dalam sebuah majalah terbitan Medan.
Dalam pengantar Kawan Begelut, Suman HS., mengatakan bahwa kumpulan cerpennya itu akan menarik hati pembacanya karena humor-humor yang banyak diselipkan dalam setiap cerita. Banyak kata yang digunakan dalam cerpen tersebut cukup menggelitik hati dan membuat orang tertawa. Sementara itu, Sutan Takdir Alisjahbana, dalam pengantar buku yang sama, mengatakan Suman telah menjadikan sifat bahasa Melayu yang telah lama membeku dan kaku kembali cair, lemas mengalir berliku-liku, serta ringan beralun-alun. Elfando (2019) menyebutkan bahwa sifat bahasa Melayu yang cair dalam Kawan Bergelut dapat ditunjukkan dalam penggunaan kata-kata seperti alkisah dan maka yang pada masa sebelumnya sering muncul di awal kalimat. Suman memilih untuk menggunakan gaya bahasa yang lebih sederhana dan tidak menggunakan majas secara lewah.
Antara humor dan cerita detektif, Suman mengkombinasikannya dengan begitu baik. Genre baru yang dihadirkan Suman HS memberikan kontribusi yang baik bagi perkembangan kesusastraan Indonesia. Tidak hanya soal cerita humor dan detektif, namun prosa berbentuk cerpen adalah salah satu bentuk karya yang pada saat itu belum ada. Oleh sebab itu, Suman HS., dan Kasim juga menjadi pelopor cerpenis Indonesia.
Loyalis Pendidikan
Suman HS., pernah berseteru dengan sastrawan besar, sekaligus tokoh negarawan bangsa Indonesia, Muhammad Yamin. Kisah perseteruannya itu digambarkan dalam buku yang ditulis Aulia A. Muhammad (2003) berjudul Bayang Baur Sejarah: Sketsa Hidup Penulis-Penulis Besar Dunia. Muhammad (2003) menjelaskan bahwa ketika itu Muhammad Yamin yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan tengah melakukan kunjungan kerja ke salah satu sekolah di Riau, Suman HS., yang ketika itu mengajar di sekolah tersebut meminta kepada Muhammad Yamin untuk mendirikan sekolah SMA negeri di Riau. Suman HS., merasa bahwa Riau menjadi anak tiri dalam persoalan pendidikan. Tidak disangka, reaksi Muhammad Yamin pada saat itu marah sekali. Setelah kembali ke ibu kota, ia pun mengirim surat kepada Gubernur Sumatera Tengah, Marah Ruslan, yang isinya ceramah atas ketidaksopanan Suman. Bahkan, dalam suratnya Yamin mengatakan apa yang disampaikan Suman adalah hal bodoh, hal yang hanya bisa disampaikan oleh anggota DPR, tidak dari mulut pendidik.
Suman saat itu kecewa dan merasa sudah pupus harapannya untuk dapat memperjuangkan pendidikan di Riau. Namun, ternyata Muhammad Yamin hanya “pedas” kata-kata saja, tetapi dalam hatinya ia pun ikut prihatin, akhirnya Yamin membangun sekolah negeri di Kota Riau. Hal ini menjadi sebuah gambaran perjuangan seorang Suman HS. Dari perseteruan itu, banyak pelajaran yang dapat diambil tentang kenegarawanan kedua tokoh tersebut, yang peduli dalam memperjuangkan hak-hak rakyat.
Karier Suman HS., dalam merintis mimpinya menjadi seorang guru, diawali pada tahun 1918 yang ketika itu ia berupaya untuk masuk ke Normaal Cursus, sebuah institusi pendidikan guru yang sifatnya kursus (sekolah calon guru). Setelah menjalani pendidikan menengah, ia terbang ke salah satu daerah bernama Langsa, di Aceh Timur untuk melanjutkan pendidikan ke Normal School, institusi pendidikan guru formal. Dalam waktu 3 tahun pendiidkannya selesai, ia pun hanya butuh waktu 3 bulan pasca lulus untuk mendapatkan tugas pertamanya menjadi seorang guru bahasa Indonesia di Holland Inlandsch School (HIS) di Siak Sri Indraputra.
Kecintaannya dalam dunia pendidikan, membawa kariernya melesat. Dalam beberapa tahun mengajar bahasa Indonesia dan Melayu, ia sudah dipercaya menjadi kepala sekolah Melayu di Pasir Pangarajan. Setelah mengabdi cukup lama di Pangarajan, Suman tergerak untuk kembali ke Pekanbaru. Ia bertekad untuk membangun sekolah di sana, melalui persetaeruan dengan Muhammad Yamin, ia berhasil mewujudkan tekadnya dengan membangun sekolah negeri pertama di Riau.
Hal yang lebih besar berhasil dibuatnya, ia mendirikan sebuah perguruan tinggi di riau pada tahun 1961, yaitu Universitas Islam Riau (UIR). Universitas yang berdiri sebelum pemerintah mendirikan Universitas Riau (UNRI). Hal itu menjadi bukti betapa Suman HS., memiliki visi besar dalam memajukan pendidikan Indonesia.
Dalam rangka mengintegrasikan pendidikan yang ada di Riau, pada tahun 1963 Suman HS., mendirikan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) menjabat sebagai ketua umum. Lembaga tersebut menjadi wadah bagi pengelolaan beberapa yasaan pendidikan sekolah dasar, sekolah mengah pertama, sekolah menengah atas, dan pendidikan tinggi. Sungguh, Suman HS adalah loyalis pendidikan sejati.
Karya-karya Suman HS., banyak digunakan sebagai bahan pengajaran di sekolahsekolah sebagai pengajaran sastra di tingkat SMP dan SMA, khususnya di daerah Riau. Pada tahun 1970 karya-karya Suman HS didistribusikan oleh pemerintah provinsi Riau. Sebuah warisan yang sangat berharga bagi dunia pendidikan sastra.
Pejuang Kemerdekaan
Suman HS., tidak hanya berjuang melalui pendidikan, ia juga berjuang melalui jalan “gerilya.” Ia rajin mengadakan pertemuan-pertemuan yang bersifat membangun nasionalisme secara diam-diam. Muhammad (2003) menyebutkan bahwa Suman HS., seringkali melakukan gebrakan untuk melawan keterkungkungan. Suatu ketika, ia pernah diperdengarkan lagu Indonesia Raya oleh guru Jawa yang berkunjung ke Siak, hal itu terlihat membangkitkan semangatnya.
Pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh Suman HS., ternyata diketahui oleh pihak kolonial Belanda. Hasilnya, ia diasingkan ke Pasir Pangajaran, tempat ia mengajar selama bertahun-tahun. Pada masa pemerintahan Jepang, Suman HS., pernah memprovokasi warga untuk tidak membayar upeti kepada pihak Jepang, baginya rakyat harus menjadi tuan di rumahnya sendiri. Orang-orang mulai terhasut oleh Suman dan beberapa akhirnya mulai menyembunyikan hasil ladangnya. Akibatnya, Suman HS masuk daftar hitam saat pemerintahan Jepang.
Ada hal menarik yang saat itu terjadi, yang mungkin harus sangat disyukuri Suman HS., dalam hidupnya. Orang-orang yang masuk ke dalam daftar hitam pada masa pemerintahan Jepang adalah orang-orang yang terancam mati. Biasanya, para tentara Jepang menggunakan siasat mengajak orang-orang yang masuk daftar hitam untuk berburu ke hutan, lalu menghabisinya. Beruntung bagi Suman HS., saat itu berhari-hari hujan badai terjadi sehingga usaha tentara Jepang urung dilakukan.
Suman HS., adalah seorang perjuang kemerdekaan. Saat itu tekdanya untuk melihat bangsanya benar-benar merdeka, khususnya dari segi pendidikan sangat besar. Ia pun terjun ke dunia politik. Pada tahun 1960-an karier politiknya dibangun, ia menjadi anggota Komite Nasional Indoneisa (KNI) di Rokan Kanan/Kiri Riau, lalu anggota Komando Pangkalan Gerilya (KPG), dan anggota Badan Pemerintah Tingkat 1 Riau, serta anggota DPRD Riau.
Berkat perjuangannya, pemerintah provinsi Riau memberikan penghormatan kepada Suman HS dengan mendirikan perpustakaan dengan nama “Perpustkaan Suman HS” pada tahun 2008. Bagunan besar tersebut, pada saat diresmikan memiliki 80 ribu koleksi buku. Selain itu, pada tahun 2010, walaupun sudah tiada (Suman HS meninggal pada 8 Mei 1999), ia diberi penghargaan Anugerah Sagang Kencana.
Daftar Pustaka
Elfando, Mario Excel. “Mengenang Suman Hs, Bentara Bahasa dan Pejuang Pendidikan.” (30 Mei. 2019)
Hasibuan, Elisabet. “Soeman Hs, Loyalitas Pionir Fiksi Detektif Pada Pendidikan.” (30 Mei. 2019)
Muhammad, A. Aulia. 2003. Bayang Baur Sejarah: Sketsa Hidup. Solo: Tiga Serangkai Sugono
Dendy. “Suman Hs. (1904—1999).” (30 Mei. 2019). Sugono, Dendy. “Kawan Bergeloet (1938).” . (30 Mei. 2019)
Yayasan Lontar. “Riwayat Soeman HS.” (30 Mei. 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H