Mohon tunggu...
Rafli Marwan
Rafli Marwan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bahasa, sastra, dan Budaya

"Seorang Penulis dapat melihat segi-segi lain yang umum tidak mampu melihat (Pramoedya)"

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Momake dan Seksualitas

17 Juli 2019   09:30 Diperbarui: 30 Juni 2021   06:01 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenal Momake dan Seksualitas (unsplash/freestocks)

Momake sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari baik itu di tongkrongan emperan jalan, kedai, kafe, rumah, bahkan di media sosial saat melakukan percakapan.

Kata momake berasal dari bahasa Melayu Ternate yang memiliki makna yang sama dengan kata joa dalam bahasa Ternate. Momake dimaknai sebagai perkataan keji yang diucapkan karena marah, jengkel, kecewa dan sebagainya.

Momake dalam bahasa Indonesia disebut memaki. Memaki sepadan dengan mengumpat, tapi memaki terdengar lebih kasar meskipun keduanya menggunakan kata yang dikaitkan dengan binatang, nama tubuh, fungsi tubuh, dan kelamin. 

Menyebut "kabi" (kambing) terhadap seseorang termasuk mengumpat, tapi kalau "kabi ma ako" (jenis kelamin kambing laki-laki) bukan lagi mengumpat melainkan memaki.

Sebutan Seks dalam Momake 

Seks berhubungan dengan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan yang dibedakan secara biologis. Dalam momake kita jumpai kata-kata seks. misalnya kata "cukimai" yang bermakna melakukan seks terhadap orang tua perempuan. "Bampuki" yang  bermakna ukuran jenis kelamin perempuan atau melakukan seks terhadap perempuan. 

"Kudacuki" bermakna kuda dilakukan atau melakukan seks. Tiga kata tersebut merupakan momake berbahasa Melayu Ternate. Sementara dalam bahasa Ternate misalnya perkataan "yamatiro" yang bermakna  jenis kelamin orang tua perempuan. 

Baik bahasa Melayu Ternate maupun bahasa Ternate, meskipun bentuk kata momake berbeda tetapi memiliki makna yang sama: menyebut jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin orang tua perempuan. 

Dalam percakapan sehari-hari tanpa kita sadari telah mengucapkannya secara spontan bahkan dengan sengaja ketika sedang marah. Padahal perkataan itu merupakan sebuah penghinaan terhadap orang tua perempuan, dan ini justru merugikan diri sendiri bahkan orang lain. 

Misalnya dalam keadaan marah kita mengucapkan "cukimai" kepada teman, maka yang kena tidak sebatas teman tetapi juga orang tua mereka, bahkan yang kita ucapkan itu mengena ke diri kita.

Dari segi norma sosial, mumake dinggap tabu untuk diucapkan, apalagi yang berkaitan dengan jenis kelamin. Namun kita telah terlanjur menggunakan dan melanggengkannya menjadi budaya. Budaya yang immoral.

Bahkan, momake yang awalnya hanya berfungsi untuk marah, sekarang mengalami penambahan fungsi yaitu candaan. Bercanda dengan cara mengumbar-ngumbar kata-kata jenis kelamin.

Seksualitas Momake melahirkan Kekerasan Perempuan

Seksualitas muncul karena ada seks. Prosesnya seks muncul melalui bahasa, seksualitas muncul sebagai dampak dari seks.

Seksualitas adalah sebuah indikasi yang mengungkap dampak psikologis, sosial, dan budaya yang muncul dari perkataan mumake. 

Dalam konteks seksualitas, momake bukan sebatas ucapan kasar karena marah, lebih dari itu, momake menyimpan streotipe karena perempuan dilabeli dengan sesuatu yang negatif dan diperlakukan tidak adil. Ketidakadilan itu terletak pada dominannya perkataan mumake yang menggunakan tubuh dan jenis kelamin mereka.

Jenis kelamin perempuan sebagai hal privat yang berharga, direndahkan dengan cara mengumbar habis-habisan di tempat terbuka. Mirisnya, bukan hanya laki-laki yang melakukannya, tetapi juga perempuan sendiri.

Ketika perempuan diperhadapkan dengan perkataan mumake di terbuka maka muncul tekanan psikologis, karena apa yang mereka dengar adalah sebuah pelecehan yang menyebut identitas dirinya.

Ketika perempuan mengalami tekanan psikologis, di situlah muncul kekerasan. Kekerasan ini dalam gender disebut kekerasan psikologis yang lebih berbahaya dari kekerasan fisik. 

Jadi, selagi momake terus-menerus diucapkan, maka kekerasan terhadap perempuan terus terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun