Maka dari itu mengartikan Vox Testis Vox Dei harus menggunakan pendekatan historis sebagaimana semangat perjuangan yang tercermin pada istilah latin Vox Populi Vox Dei. Istilah Vox Populi Vox Dei dipopulerkan oleh Walter Reynolds tahun 1327. Reynolds menggunakan istilah tersebut sebagai jargon perlawanan atas penindasan ketika Raja Edward II menjalankan kekuasaan secara sewenang-wenang di Inggris.Â
Menurutnya rakyat yang diperintah juga harus didengarkan aspirasi, suara, dan keluh kesahnya sebab rakyatlah yang memahami betul situasi faktual suatu negara. Rakyat adalah organ yang penting dalam berjalannya suatu negara sehingga posisi rakyat wajib disematkan pada kasta tertinggi.
Merujuk pada sejarah diatas, Vox Testis Vox Dei harus diartikan sebagai semangat untuk memuliakan peran saksi. Sama halnya dengan posisi rakyat dalam suatu negara, posisi saksi dalam penegakan hukum juga sama pentingnya. Saksi memegang peran vital dalam membuat terang suatu tindak pidana di persidangan.Â
Berdasarkan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwasannya saksi diletakan pada posisi tertinggi diantara alat bukti lainnya. Meskipun tidak ada perbedaan value antara satu alat bukti dengan bukti yang lain pada perkara pidana, akan tetapi ditempatkannya saksi pada posisi pertama mengartikan pembuat undang-undang menyadari bahwa keterangan saksi dalam penegakan hukum memiliki peran yang sangat krusial.
Cara memuliakan saksi akan tepat sasaran jika nalar yang digunakan adalah menempatkan diri kita sendiri sebagai seorang saksi.Sebagai seorang yang memiliki informasi tentang tindak pidana setidaknya terdapat  apresiasi dari negara atas apa yang diketahuinya.Â
Kehadiran Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam memuliakan peran saksi. Rentannya keselamatan saksi memang membutuhkan suatu lembaga khusus yang berfokus dalam perlindungan dan hak-hak saksi. Selain dengan cara institusional, berikut adalah cara-cara konkret lainnya yang Penulis tawarkan dalam perspektif yuridis.
1. Tawaran Perlindungan Bersifat Preventif Pada Saat Pemeriksaan Awal oleh Penyidik
Peran saksi dalam proses penegakan hukum diawali dengan dimintanya keterangan oleh Penyidik. Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf G jo Pasal 112 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bahwa penyidik memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan kepada saksi dengan output berupa Berita Acara Pemeriksaan.
Menurut Penulis, sebelum saksi menandatangani suatu Berita Acara Pemeriksaan maka negara yang dalam hal ini diwakili oleh Kepolisian atau Penyidik harus proaktif mempromosikan adanya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagai institusi yang memberikan perlindungan kepada saksi. Secara teknis, Penyidik atau Kepolisian menawarkan untuk menghubungi LPSK melalui hotline 148 Â apabila terjadi intimidasi kepada Saksi agar dapat memberikan jaminan perlindungan. Dengan demikian Saksi memiliki pengetahuan kepada lembaga mana dia harus meminta perlindungan apabila jiwanya terancam.
In Concreto, bahwa promosi LPSK oleh Penyidik dan/atau Kepolisian harus menjadi bagian integral dalam SOP Penyidik dan/atau Kepolisian ketika sedang menjalankan pemeriksaan terhadap Saksi.