Monolog: Kesaksianku melihat Saksi di Sore itu
Hari itu adalah hari Kamis, matahari terasa cerah seperti biasanya bahkan cenderung lumayan terik. Sekitar pukul 15.30 WIB Ferguso sedang menunaikan kewajibannya untuk menunaikan Shalat Ashar. Lantunan Surat Al-Fatihah yang dibacakannya dalam hati seketika sirna sesaat mendengar "makian" dari luar musholla. Kata-kata pengisi kebun binatang dan intimidasi samar-samar terdengar disematkan kepada seseorang saat itu.
Ferguso bergegas keluar musholla untuk mencari informasi tentang ribut-ribut yang baru saja terjadi. Namun kejadian telah usai yang terlihat hanya ada seorang berbadan gempal bereaksi penuh amarah saat dituntun ke ruang tahanan di Pengadilan oleh pihak Kepolisian. Ferguso merasa khawatir akan keselamatan jiwanya pasca ribut-ribut barusan. Pasalnya peristiwa demikian bukan untuk pertama kalinya ia saksikan. Satu tahun kurang Ferguso bekerja di lingkungan Peradilan, intimidasi kepada Saksi setidaknya sudah 3 (tiga) kali ia saksikan
Ferguso kemudian bertanya kepada atasannya terkait peristiwa yang baru terjadi."Tadi ada apa Bu ribut-ribut?". Atasannya menjawab bahwa Anto yang merupakan Terdakwa pada kasus pencurian merasa tidak puas dengan kesaksian rekannya di persidangan. Dalam hati kecil Ferguso bertanya pada dirinya sendiri.
 "Bagaimana jika Anto keluar dari penjara dan masih dendam dengan saksi?"
"Bagaimana bisa Anto leluasa mengintimidasi saksi padahal ini di wilayah Pengadilan?"
"Apakah saksi menyesal telah memberikan keterangan sebab jiwanya telah terancam?"
"Apa perlindungan dan apresiasi dari Negara bagi saksi yang telah membantu proses penegakan hukum?"
Prolog: Suara Saksi adalah Suara Tuhan!
Memahami istilah latin Vox Testis Vox Dei yang berarti suara saksi adalah suara tuhan tentu tidak terlepas dari istilah latin yang lebih senior yaitu Vox Populi Vox Dei. Pendekatan dalam memahami Vox Testis Vox Dei: Suara Saksi adalah Suara Tuhan, menurut Penulis tidak bisa menggunakan perspektif harfiah ataupun penalaran a contrario sebab akan terjerumus pada suatu fallacy (kesesatan).
Pertama, jika dipahami menggunakan perspektif harfiah atau literasi semata, frasa Vox Testis Vox Dei dapat diartikan bahwa kesaksian yang disampaikan oleh manusia memiliki value kebenaran yang sama mutlaknya sebagaimana sifat-sifat tuhan. Padahal belum tentu demikian. Kedua, pemahaman secara a contrario juga tidak tepat. Frasa Vox Testis Vox Dei berarti bahwa keilahian tuhan dipersonifikasikan melalui keterangan saksi. Pemahaman demikian tentu kental dengan nuansa Musyrik atau menyekutukan keesaan Tuhan.