Mohon tunggu...
Rafli Fadhlurrahman Naufaldino
Rafli Fadhlurrahman Naufaldino Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Pecinta billiard dan game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Pencemaran Nama Baik Aaliyah Massaid: Analisis Perspektif Hukum Positivisme

4 November 2024   21:27 Diperbarui: 4 November 2024   21:33 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Rafli Fadhlurrahman Naufaldino

NIM: 222111030/HES 5A

Dosen: Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.,

Penjelasan Hukum Positivisme

Merupakan aliran hukum yang memiliki pandangan bahwa hukum paling tinggi dalam sebuah negara adalah aturan hukum yang tertulis. Ciri-ciri dari pandangan hukum ini meliputi: 1. Memisahkan antara hukum dengan moral, 2. Hukum merupakan sebuah konstruksi sosial, 3. Hukum memiliki sifat yang objektif dan bebas nilai, 4. Hukum dibebaskan dari keadilan dan tidak berdasarkan pada baik dan buruknya. 

Jadi, hukum positivisme ini ialah membebaskan moral dari hukum yang mana ketika seseorang melakukan sebuah pelanggaran yang berkaitan dengan hukum maka imbasnya ia akan dikenakan sanksi sesuai yang ia lakukan dan sesuai dengan hukum yang tertulis tanpa adanya pertimbangan sosial ataupun latar belakang mengapa ia melakukan pelanggaran hukum tersebut. 

Kasus Hukum

Kasus pencemaran nama baik Aaliyah Massaid, istri Thariq Halilintar, diawali pada akhir bulan Juli tahun 2024. Penyebaran rumor tersebut dilakukan oleh sejumlah akun media sosial yang menyebarkan rumor bahwa Aaliyah Massaid hamil diluar nikah. Tuduhan tersebut tersebar melalui platform TikTok dan YouTube oleh beberapa akun. Akun tersebut antara lain @esmeralda_9999 dan @medialestar di TikTok, serta @infomedia3180 di YouTube. Tuduhan tersebut dibuat ketika Aaliyah dalam kondisi sedang menstruasi dan dia sendiri mengaku bahwa ia tidak sama sekali sedang hamil.

Kabar tersebut berdampak buruk pada reputasi serta mental Aaliyah dikarenakan merasa terhina dan dirugikan. Sebagai figur publik yang memiliki karier di dunia hiburan dan menjadi sorotan media, Aaliyah merasa tuduhan tersebut bisa memengaruhi citranya secara negatif dan menimbulkan opini buruk di masyarakat. Karena itu, dia memutuskan untuk melaporkan kasus ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya pada 22 Agustus 2024. Dalam laporan tersebut, ia menyerahkan tangkapan layar unggahan yang memuat tuduhan tersebut sebagai barang bukti.

Analisis Kasus dengan Perspektif Filsafat Hukum Positivisme

Dalam kasus pencemaran nama baik yang melibatkan Aaliyah Massaid, pendekatan hukum positivisme berfokus pada penerapan hukum yang tertulis secara objektif, tanpa mempertimbangkan aspek moral atau faktor subjektif lainnya. Perspektif ini hanya memandang aturan hukum yang resmi dan disahkan oleh otoritas yang berwenang, sementara mengabaikan aspek-aspek lain yang tidak tercantum atau norma sosial yang berlaku di masyarakat.

Kasus ini, pelaku yang melakukan pencemaran nama baik terhadap Aaliyah Massaid bisa terkena tindak pidana. Hal tersebut sesuai dengan yang diatur dalam KUHP Pasal 310 dan Pasal 311 yang menyatakan bahwa perbuatan yang memenuhi unsur penghinaan, pencemaran nama baik, atau menuduh tanpa disertai alat bukti dapat dikenakan pidana. Diatur pula dalam UU ITE Pasal 27 ayat (3) tentang larangan penyebaran penghinaan atau pencemaran nama baik melalui media elektronik.

Lalu, peran hakim dalam menangani kasus ini bertindak sebagai penerap undang-undang tanpa melihat aspek di luar hukum tertulis. Dengan demikian, hakim dalam kasus Aaliyah Massaid hanya akan mempertimbangkan fakta hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa memasukkan pertimbangan pribadi atau norma sosial.

Argumentasi Mengenai Hukum Positivisme di Indonesia

Di Indonesia sendiri terdapat perdebatan mengenai hal ini. Perdebatan tersebut khususnya terletak pada penerapan dan dampaknya bagi masyarakat karena Hukum Positivisme ini hanya berdasarkan pada aturan yang secara sah dan resmi bukan didadasari pada moralitas dan keadilan.

Bagi saya, Hukum Positivisme ini bisa diterapkan di Indonesia dengan catatan secara tidak mutlak. Jika secara mutlak diterapkan, mungkin memang ada manfaat yang dirasakan seperti lebih pastinya hukum tersebut. Namun ada juga efek negatif yang dapat timbul dari hal tersebut, seperti kekakuan hukum dan tidak terpenuhinya keadilan yang diinginkan karena tidak adanya pertimbangan mengenai latar belakang sosial. Jadi untuk penerapan hukum tersebut dilakukan ketika ada dampak yang memang murni karena kejahatan dan cenderung kejahatan yang berat bukan dilakukan karena adanya latar belakang sosial yang mempengaruhinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun