Kemudian sosiologi itu sendiri merupakan ilmu yang beritikad untuk mempelajari hidup bersama dalam masyarakat serta menyelidiki daya kekuatan yang menguasai kehidupan bersama dalam masyarakat. Objek kajian yang terdapat dalam sosiologi tidak lain adalah masyarakat itu sendiri, sehingga dapat diketahui bagaimana perspektif hubungan antar sesamanya serta timbal balik dari hubungan interaksi yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. Kajian sosiologi beragam bentuknya. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni karena ilmu sosiologi bukan ilmu pemngetahuan terapan. Sosiologi merupakan ilmu yang kategoris, jadi diartikan membatasi diri pada hal yang terjadi dewasa ini. Sosiologi mempelajari kejadian sosial manusia secara umum, bukan secara khusus.
Bab 3, memamparkan tentang deskripsi hukum. Terminologi dalam mendefinisikan hukum sangat beragam, bahasa latin mendefinisikan sebagai Lus (Lus Contitutum/ Lus Contituendum) dan Lex (Lex Specialist de Rogat Legis Generaly). Dalam bahasa Inggris Law (Law Enforcement). Bahasa Belanda berupa Recht (Administratife Recht). Droit dalam bahasa Prancis (Droit Administrative). Dan bahasa Arab Hukm, ahkam, dan hakama. Pendeskripsian dari hukum tidak memiliki larangan jika dulu hukum tidak bisa didefinisikan namun sekarang memiliki ragam definisi. Hal tersebut sangat wajar dalam kajian keilmuan yang ternyata banyak sekali definisi hukum menurut para ahli yang mereka kemukakan dan memiliki perbedaan di dalamnya.
Bab 4, menyebutkan fungsi dan tujuan hukum. Fungsi hukum yaitu sebagai social regulation, sebagai alat pengatur dengan di dasarkan pada hukum yang baik. Social control, mengatur/mengontrol tata kehidupan masyarakat. Social enginering, hukum berfungsi sebagai alat rekayasa sosial. Biasanya bersifat top down yang mana pemerintah menggunakan hukum sebagai alat perubahan sosial yang dikehendaki. Social development, sebagai pembangun masyarakat dimana agennya adalah hukum itu sendiri. Tool of human humanism, hukum sebagai alat untuk menegakkan kemanusiaan dalam bentuk HAM.
Secara dasar fundamental, terdapat tiga tujuan hukum, yakni: Hukum sebagai keadilan, hukum untuk memberi manfaat, dan hukum untuk memberi kepastian.
Bab 5, memaparkan mengenai konsep hukum normatif dan hukum sosiologis. Konsep hukum normatif bisa diibaratkan dengan kita berada disuatu suasana yang serba kondusif, harmonis dan survive. Seperti kita berada disebuah pemukiman kompleks elit yang suasananya terkesan aman, tenang dan damai karena tidak adanya usikkan. Dapat diartikan bahwa hukum normatif tidak adanya usikkan dari unsur-unsur non hukum. Hal ini diingatkan oleh Hans Kelsen tentang teori hukum murni (The Pure Theory of Law) bahwa hukum harus terbebas dari anasir-anasir di luar hukum.
Hukum dari perspektif empiris atau sosiologis, diibaratkan kita berada di tengah hutan belantara yang tidak diketahui ujungnya dan arah mata anginnya mengarah kemana. Prof. Lili Rasjidi juga mengibaratkan sebagai hukum seperti sarang laba-laba, maksudnya jika ingin masuk harus pandai-pandai menyelinap tanpa menimbulkan sobek atau rusak. Hukum dalam perspektif empiris menghendaki suasana aman dan damai, namun ketika berjalan hukum tersebut melenceng jauh memasuki teritori yang kurang harmonis dikarenakan harus masuk ke dalam kondisi bernegosiasi karena berkompromi dengan aspek-aspek luar yang melingkarinya untuk dapat berjalan mencapai tujuannya.
Bab 6, menjelaskan mengenai ilmu hukum sosiologis/empiris. Zona dari hukum perspektif empiris sangatlah luas tanpa adanya batasan terhadap ilmu-ilmu tertentu. Bidang keilmuan yang terlibat merupakan yang diidentifikasikan bersentuhan langsung dengan berbagai fenomena sosial dan pengaruh terhadap perilaku masyarakat yang berdampak hukum. Prof. Roscoe Pound telah mencoba mengalihkan pandangan paham murni tentang hukum Die Reine Rechtslehre oleh Hans Kelsen, dengan mengajak: Let us look the facts of human conduct in the face. Let us look to economics and sociology and philosophy, and cease to assume that jurisprudence is self sufficient. Let us not become legal monk.
Bab 7, memaparkan tentang deskripsi sosiologi hukum. Pengertian sosiologi hukum menurut Prof. Achmad Ali yaitu merupakan sebuah kajian law in action, hukum dalam kenyataannya, hukum sebagai tingkah laku manusia. kemudian menurut Muzakkir, sosiologi hukum ialah ilmu yang mempelajari masyarkat yang khususnya gejala hukum dari masyarakat tersebut. Sosiologi hukum karena termasuk cabang ilmu yang baru, harus dibatasi ruang lingkupnya sehingga didapatkan objek kajian utama sosiologi hukum adalah mengkaji hukum sebagai government social control, mengkaji tentang pengendalian sosial, mengkaji tentang stratifikasi, dan mengkaji tentang perubahan.
Bab 8, mengkaji keberadaan hukum sebagai sistem nilai sosial. Hukum ada karena unsur kesengajaan yang dibuat oleh otoritas pembentuk hukum. Manusia sebagai subjek hukum pribadi/pribadi hukum yang secara naluriah memiliki keinginan untuk bersikap positif sesuai tata nilai sosial kemanusiaan. Namun pada realitanya, kecenderungan bersikap positif itu sering dijumpai mengalami infiltrasi jika mengalami berbagai kepentingan yang mana kepentingan tersebut bersifat sesaat dan dapat menguntungkan diri mereka sendiri. Maka dari itu, adanya usaha untuk meluruskan tabiat manusia tersebut dengan adanya hukum agama, hukum kebiasaan, dan hukum positif supaya hak dan kewajiban yang terlekat pada diri manusia memiliki porsi yang setara demi kemanusiaan itu sendiri (Equality before the law).
Bab 9, memaparkan mengenai supremasi hukum dan penegakan hukum. Supremasi hukum menurut Hornby. A.S ialah “Highest in degree or highest rank” yang artinya kekuasaan pada tingkat yang tertinggi. Penegakan hukum hanya sebuah tindakan represif yang dari aparat hukum bagi orang awam. Akan tetapi, konteks penegakan hukum ternyata luas yang mana memuat ke ranah tindakan, perbuatan ataupun perilaku nyata yang bersesuaian dengan kaidah yang mengikat. Penegakan hukum tidak lain adalah perilaku nyata dalam memaknai dan menetapkan pilihan keputusan dari seseorang dalam berhadapan dengan suatu peristiwa hukum kongkrit dalam pergaulan kehidupan manusia dalam arti luas. Perilaku pemilihan suatu keputusan tidak lepas dari faktor internal dan eksternal. Internal yaitu dari individu itu sendiri, sedangkan eksternalnya merupakan pengaruh diluar diri manusia.
Bab 10, memaparkan tentang negara hukum. Pandangan mengenai negara hukum dinilai sebagai sesuatu yang terbaik yang mana di negara hukum, dasarnya merupakan demokrasi dengan suatu konstitusi yang mengatur hubungan antar negara dan rakyat, hak-hak asasi warga negara dan pembatasan kekuasaan penguasa serta jaminan keadilan dan persamaan di hadapan hukum serta kesejahteraan bagi masyarakat. Gagasan tentang negara hukum berawal dari Plato yang kemudian dipertegas oleh Aristoteles yang menurutnya suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Dalam prinsip negara hukum dan demokrasi yang dikemukakan oleh Ten Berge, yaitu: Asas legalitas, perlindungan hak asasi, pemerintah terikat pada hukum, monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum, dan pengawasan yang dilakukan oleh hakim yang merdeka. Kemudian prinsip demokrasi antara lain: Perwakilan politik, pertanggungjawaban politik, pemencaran kewenangan, pengawasan dan kontrol, kejujuran dan keterbukaan pemerintahan untuk umum, dan rakyat diberi kemungkinan mengajukan keberatan.