Di sebuah desa kecil di pelosok Jawa Tengah, hiduplah seorang pemuda bernama Ahmad. Dia adalah anak petani sederhana yang penuh semangat untuk menuntut ilmu. Meski kehidupannya serba terbatas, Ahmad memiliki tekad yang kuat untuk belajar, karena dia percaya bahwa ilmu adalah cahaya yang akan menuntunnya keluar dari gelapnya kebodohan. Â
Setiap pagi, setelah membantu ayahnya di sawah, Ahmad berjalan kaki sejauh lima kilometer menuju pesantren terdekat. Pesantren itu dipimpin oleh seorang kiai bernama Kiai Sholeh, seorang ulama yang dikenal karena kebijaksanaannya. Meski pesantrennya kecil dan sederhana, banyak santri dari desa-desa sekitar yang datang untuk belajar. Â
Ahmad sering kali membawa bekal nasi dan tempe bungkus daun pisang yang dibuat ibunya. Bekal itu dimakan dengan penuh syukur di sela-sela istirahat belajar. Meski tubuhnya lelah karena pekerjaan di sawah, semangatnya tak pernah surut. Â
Awal Perjalanan Â
Pada suatu hari, Ahmad mendengar ceramah Kiai Sholeh tentang hadits Rasulullah yang berbunyi:Â Â
"Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."
Kata-kata itu membakar semangat Ahmad. Ia berpikir, meskipun sulit, perjalanan ini adalah jalannya menuju ridha Allah. Sejak saat itu, Ahmad semakin giat belajar. Ia tidak hanya belajar mengaji, tetapi juga mendalami kitab-kitab klasik, seperti Tafsir Jalalain dan Bulughul Maram. Â
Namun, ujian demi ujian mulai menghampirinya. Pada suatu malam, lampu minyak di rumahnya hampir habis. Ahmad tak bisa membaca kitabnya dalam gelap. Melihat itu, ibunya berkata dengan lembut, "Ahmad, tidurlah dulu. Besok kamu bisa belajar lagi."Â Â
"Tapi, Bu, aku ingin menghafal pelajaran ini sebelum lupa," jawab Ahmad. Â
Ibunya terdiam, lalu memberikan satu pelita yang masih tersisa di dapur. Ahmad pun melanjutkan belajarnya dengan penuh kesungguhan. Â
### Perjuangan di Tengah Cobaan Â
Ahmad sadar bahwa ilmu tidak hanya dicari di dalam pesantren, tetapi juga dari pengalaman hidup. Suatu hari, ia memutuskan untuk merantau ke pesantren besar di kota. Dengan bekal seadanya, ia berpamitan kepada keluarganya. Â
"Ahmad, jangan lupa berdoa dan selalu tawakal kepada Allah," pesan ibunya sambil menyeka air mata. Â
Perjalanan Ahmad ke pesantren baru tidak mudah. Ia harus berjalan kaki sejauh 20 kilometer karena tak punya uang untuk naik kendaraan. Namun, keletihan itu terbayar ketika ia sampai di pesantren yang penuh ilmu dan keberkahan. Â
Di pesantren itu, ia bertemu banyak santri dari berbagai daerah. Ahmad belajar lebih banyak ilmu agama, termasuk fikih, tauhid, dan hadits. Setiap hari, ia bangun sebelum subuh untuk shalat tahajud, mengaji, dan menghafal Al-Qur'an. Meski banyak santri lain yang memiliki fasilitas lebih baik, Ahmad tetap bersyukur dan tidak pernah mengeluh. Â
 Cahaya di Akhir Perjalanan Â
Tahun demi tahun berlalu. Ahmad tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas dan penuh adab. Ia mulai membantu mengajar para santri junior di pesantren itu. Bahkan, Kiai besar di pesantren tersebut sering memuji kegigihannya. Â
Suatu hari, Kiai Sholeh, gurunya di desa, datang untuk mengunjungi pesantren tempat Ahmad belajar. Melihat Ahmad yang kini telah menjadi seorang alim, Kiai Sholeh meneteskan air mata bahagia. Â
"Ahmad, engkau telah membuktikan bahwa dengan kesungguhan, ilmu bisa membawa seseorang ke tempat yang mulia," ujar Kiai Sholeh sambil memeluk murid kesayangannya itu. Â
Ahmad pun kembali ke desanya beberapa tahun kemudian, bukan hanya sebagai seorang santri, tetapi sebagai seorang ulama muda yang dihormati. Ia mendirikan pesantren kecil di desanya untuk mengajarkan ilmu kepada generasi berikutnya. Â
Kini, cahaya ilmu yang pernah dicari Ahmad dengan penuh perjuangan telah menerangi banyak hati di desanya. Ia percaya bahwa perjalanan mencari ilmu tidak pernah berakhir, karena ilmu adalah cahaya yang terus bersinar sepanjang hayat. Â
Tamat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI