Misalnya, satu manusia memberikan informasi bahwa ia melihat gerombolan singa di dekat sungai, manusia yang menerima informasi tersebut meneruskan hal tersebut kepada manusia lain dan begitu seterusnya hingga gerombolan manusia secara bersama-sama berhasil mengusir atau bahkan membunuh gerombolan singa yang ada di dekat sungai tersebut. Jadi, bahasa yang fleksibel serta kerja sama sosial adalah kunci bertahan hidup dan reproduksi manusia. Itulah yang menjadi alasan manusia bisa bertahan di antara hewan-hewan yang jauh lebih kuat secara individu.
Uraian di atas baru menjawab mengapa manusia mampu mempertahankan spesiesnya padahal kekuatan fisik manusia cenderung lebih lemah dibanding hewan lainnya, belum menjawab mengapa manusia bisa mengusai dunia saat ini. Atau lebih jelasnya, mengapa manusia mampu menciptakan kepercayaan, agama, uang, ideologi, hingga perusahaan besar seperti Apple dan Samsung?.
Kemampuan manusia untuk berbicara mengenai hal fiksi adalah faktor utama yang menyebabkan manusia bisa menguasai dunia. Berbeda dengan hewan lain yang hidup dalam satu realitas, yaitu hanya realitas objektif, manusia hidup dalam tiga jenis realitas, yaitu realitas objektif, realitas subjektif, dan realitas intersubjektif.
Realitas objektif merupakan segala hal yang ada dan dapat diamati oleh indra semua manusia baik secara langsung maupun menggunakan alat bantu. Realitas ini juga dapat dihitung dengan sama berdasarkan ukuran yang telah disepakati, oleh karena itu realitas objektif menghasilkan sains. Contoh hasil dari realitas objektif adalah satuan meter, gram, celcius, dan lain sebagainya yang dapat dihitung dengan sama oleh semua manusia.
Realitas subjektif adalah segala hal yang keberadaannya tergantung oleh satu individu. Realitas ini dapat berubah atau hilang ketika individu yang meyakininya mengubah keyakinannya. Sebagai contoh, apabila menurut selera si A lagu-lagu Dewa 19 sangat enak untuk didengar, maka itu hanya berlaku untuk si A dan apabila si B berpendapat bahwa lagu-lagu tersebut tidak enak didengar, maka itu pun hanya berlaku untuk si B. Dua-duanya benar menurut seleranya masing-masing. Apabila suatu saat si B mengubah pendapatnya dan mengatakan lagu-lagu Dewa 19 enak didengar, maka ketidakenakan didengar oleh si B itu hilang. Inilah yang dinamakan realitas subjektif.
Selanjutnya adalah realitas intersubjektif, merupakan realitas yang keberadaannya tidak bergantung kepada indera manusia, tetapi diyakini oleh banyak orang. Realitas ini berada pada kesepakatan keyakinan banyak orang yang menjadikannya ada.Â
Sebagai contoh adalah uang, jika diamati menggunakan indera, uang hanyalah kertas kecil dengan gambar di atasnya, berapapun angka yang tertulis, tetap saja itu hanya sekadar kertas. Lantas, kenapa banyak orang rela mengeluarkan keringat demi sebuah kertas kecil bergambar tersebut?. Uang menjadi bernilai karena semua orang meyakini bahwa uang tersebut bernilai dan mereka juga meyakini bahwa semakin besar nominalnya, maka semakin tinggi pula nilainya. Itulah yang dimaksud dengan realitas intersubjektif.
Hal yang istimewa dari realitas intersubjektif bukan hanya kemampuannya untuk berbicara tentang fiksi, tetapi juga untuk membuat manusia melakukannya secara kolektif dalam jumlah yang besar. Hal inilah yang membuat manusia dapat menguasai dunia.
Hewan seperti semut dapat mengangkat makanan yang jauh lebih besar daripada tubuh seekor semut dengan cara mengangkatnya secara bersama-sama. Artinya, semut juga bisa bekerja sama seperti manusia, tetapi mengapa semut tidak dapat menguasai dunia? Mungkin kita akan berpikir bahwa hal itu dikarenakan tubuhnya yang terlampau kecil untuk menguasai dunia. Namun, alasannya bukanlah itu. Seperti yang telah dijelaskan di atas, manusia yang lemah dan lebih kecil jika dibandingkan dengan hewan lain pun dapat menguasai dunia, yang berarti bukan halangan secara fisik bagi semut untuk menguasai dunia.
Perbedaan antara kerja sama antara semut dengan kerja sama antara manusia adalah kerja sama antara semut dilakukan hanya di antara kerabat terdekatnya saja dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan saat itu saja. Sedangkan kerja sama antara manusia dapat dilakukan dengan skala yang sangat besar, bahkan dengan orang yang tidak ia kenali dan bisa bertujuan untuk kebutuhan saat ini atau di masa depan, ditambah dapat dilakukan berlandaskan dan bertujuan untuk hal fiksi. Hal itu tentu saja berkat kemampuan realitas intersubjektif manusia.
Seorang manusia dapat berkisah tentang adanya hal di luar jangkauan pikiran yang akan memberikan pembalasan setelah kematian terhadap hal yang mereka lakukan selama hidup di dunia. Lalu, manusia tersebut merumuskan hal apa saja yang harus dan tidak boleh dilakukan agar pembalasan yang diberikan kelak indah.Â