Mohon tunggu...
Rafito
Rafito Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kelahiran dan Miskonsepsi Tafsir Sila Pertama Pancasila

13 April 2022   07:00 Diperbarui: 7 Juni 2024   22:05 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tingkat terakhir, yaitu industrialisme, manusia bisa membuat apapun yang mereka inginkan. Mereka bisa membuat petir dari listrik, membuat hujan buatan, merekayasa tumbuhan, dll. sehingga mereka berpikir "tidak ada Tuhan, aku bisa membuat apapun yang aku inginkan". Pada tahap ini, Tuhan lebih daripada digaibkan, yaitu dihilangkan.

Begitulah evolusi berjalan. Meskipun Tuhan dipahami berbeda pada setiap tingkat kehidupan, tetapi bagi Soekarno Tuhan tidaklah berubah-ubah. Pemahaman manusia tentang Tuhanlah yang berubah-ubah. Dan karena Soekarno adalah orang yang percaya Tuhan, beliau menganggap sekalipun ada orang yang tidak percaya Tuhan, tidak dapat menyingkirkan bahwa Tuhan itu ada.

Dari kelima tingkatan kehidupan dan alam pikiran manusia tersebut, hampir semuanya memiliki satu kesamaan, yaitu mengenai keberadaan Tuhan. Mulai dari berbentuk benda mati, berbentuk hewan, berbentuk dewi, hingga gaib. Barulah di tingkat kelima, Tuhan dianggap tiada. Namun, hanya sedikit masyarakat Indonesia yang mulai masuk ke tingkat kelima tersebut.

Dari pemahaman tersebut, Soekarno akhirnya menjadikan ketuhanan sebagai salah satu aspek dasar negara Indonesia. Jadi, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah suatu perintah atau kewajiban untuk bertuhan. 

Namun, itu adalah nilai dasar yang dimiliki oleh masyarakat Indonesai yang menjadikan Bangsa Indonesia terikat secara batin. Dengan istilah sederhana, bukan karena sila Ketuhanan masyarakat indonesia menjadi wajib bertuhan, tetapi karena masyarakat Indonesia pada dasarnya memegang nilai ketuhanan, maka ketuhanan dimasukkan ke dalam Pancasila.

Namun, tidak semua manusia Indonesia percaya kepada Tuhan, bahkan di zaman dulu. Lantas, apakah ketuhanan pantas dijadikan salah satu dasar negara? Tentu saja pantas. Memang tidak semua orang beragama atau bertuhan, begitu pula tidak semua orang humanis, tidak semua orang nasionalis, dan tidak semua orang demokratis. 

Namun, ketuhanan itulah corak utama dari Bangsa Indonesia. Justru salah apabila tidak memasukkan Ketuhanan ke dalamnya, karena itu merupakan suatu elemen yang mengikat dan menyatukan batin Bangsa Indonesia. Sehingga jika ketuhanan tidak dimasukkan ke dalam dasar negara, maka itu sama saja dengan membuang nyawa dari Bangsa Indonesia.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bawa ateisme boleh berada di Indonesia dan tidak bertentangan dengan Pancasila karena sila pertama Pancasila tidaklah mewajibkan semua orang untuk bertuhan, tetapi menjelaskan bahwa Ketuhanan adalah corak utama Bangsa Indonesia. 

Hal ini digali dari pemikiran mendalam Bung Karno mengenai evolusi kehidupan dan alam pikiran manusia. Itu sebabnya, secara filosofis, Pancasila merupakan suatu dasar negara yang kokoh dan amat baik.

Terima Kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun