Mohon tunggu...
Rafito
Rafito Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hitung-hitungan dengan Tuhan

9 Februari 2022   12:57 Diperbarui: 7 Juni 2024   22:03 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembahasan tentang Tuhan masih sering dianggap tabu di lingkungan kita. Ketika kita mulai bertanya sedikit saja tentang Tuhan, kerap kali kita langsung disahut dengan jawaban-jawaban mengenai kepercayaan kita. Padahal, tidak ada salahnya jika kita mempertanyakan tentang apapun selama tidak ada maksud mengolok-olok. Bukankah berpikir adalah salah satu keistimewaan manusia?. 

Saya ingin mengutip salah satu quotes ternama dari seorang filsuf Prancis, Rene Descartes yang berbunyi cogito ergo sum, yang berarti "aku berpikir,  maka aku ada". Sebab, ketika kita meragukan segala sesuatu, maka ada satu hal yang pasti, yaitu kita sedang berpikir, dan ketika kita berpikir berarti ada makhluk yang sedang berpikir. Jadi, jangan ragu untuk mempertanyakan segala sesuatu.

Pada tulisan  ini, saya akan berbagi pikiran saya mengenai Tuhan, hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Saya tidak akan mengambil perspektif dari sudut pandang agama/kelompok tertentu, tetapi saya akan membahasnya murni berdasarkan hati nurani saya sendiri.

Baru-baru ini saya melihat cuplikan video yang menampilkan seorang pemuka agama menawarkan jemaatnya untuk memberikan hartanya secara cuma-cuma dengan iming-iming akan digantikan dengan harta yang jauh lebih banyak oleh Tuhan. Saya kemudian bertanya-tanya "mengapa hubungan dengan Tuhan dijadikan hubungan transaksional?".

Dari kecil, saya selalu diajarkan untuk sembahyang, berbuat kebaikan, dan saling menyayangi supaya mendapat pahala dan masuk surga.  Sekarang, saya menyadari bahwa untuk sembahyang, berbuat kebaikan, dll. tidak perlu dikaitkan dengan pahala-dosa ataupun surga-neraka. Kita hanya perlu darma untuk melakukannya.

Ketika kita melakukan segala sesuatu atas niat supaya mendapat pahala menuju surga atau supaya tidak mendapat dosa menuju neraka, maka hal yang kita lakukan tersebut tidaklah tulus. Banyak orang (termasuk saya) yang diajarkan untuk menyembah-Nya hanya karena supaya tidak dimasukkan kedalam siksaan kelak. 

Padahal, bagi saya, seharusnya ibadah adalah sarana untuk berterima kasih kepada Tuhan dan agar kita selalu ingat untuk melakukan kebaikan dan ibadah dilakukan karena semata-mata cinta kepada-Nya. Kenapa kita beribadah karena takut akan siksaan-Nya? Dan kenapa Tuhan malah digambarkan seperti ancaman yang menyeramkan?.

Bagi saya, Tuhan bukanlah sesuatu di luar alam semesta kita yang sangat besar (menurut ukuran dimensi fisik). Namun, Tuhan adalah kesatuan di dalam alam semesta yang membuat alam semesta ini berjalan sebagaimana mestinya. 

Tuhan ada di seluruh alam semesta sebagai satu kesatuan. Tuhan tidak bisa dilihat menggunakan mata, tetapi bisa dirasakan pada setiap kebaikan yang dipancarkan dari apapun di alam ini. Oleh karena itu, apabila saya ditanya apakah saya percaya adanya Tuhan? Maka saya akan menjawab ya, saya percaya. Namun, ketika saya ditanya apakah saya bertuhan? Maka saya akan menjawab belum.

Saya sering melihat orang-orang mengklaim bahwa dirinya bertuhan, bahkan tak jarang orang bersikap seakan-akan dirinya adalah Tuhan hingga merugikan orang lain. Sesuatu yang saya anggap sangat tidak perlu. Untuk apa kita mengklaim bahwa kita adalah makhluk yang bertuhan jika kita masih saling membenci dan menyakiti kepada sesama manusia? Bukankah Tuhan adalah cinta? Dan cinta merupakan kebaikan. 

Saya tidak pernah mengklaim bahwa saya bertuhan, karena saya sendiri merasa masih belum bisa memancarkan Tuhan dari diri saya. Selain itu, menurut saya yang pantas menilai apakah seseorang bertuhan hanyalah Tuhan itu sendiri. Manusia tidak memiliki kapasitas untuk menilai hal itu.

Banyak orang bangga karena sering beribadah sampai-sampai merasa dirinya telah memiliki tiket surga. Banyak orang bangga karena merasa hubungannya dengan Tuhan telah sempurna, tetapi lupa akan hubungannya kepada sesama manusia. Padahal, bagi saya ibadah bukan hanya soal seberapa sering kita pergi ke rumah ibadah. 

Namun, ibadah merupakan cerminan Tuhan dari diri kita. Saya berpendapat seseorang telah beribadah bukan ketika ia pulang dari rumah ibadah, atau seberapa banyak ia menghafalkan ajaran agamanya. Seseorang telah beribadah ketika ia bisa memancarkan Tuhan dari dalam dirinya. Seseorang telah beribadah ketika lingkungan di sekitarnya merasakan adanya Tuhan dari dirinya.

Selain kepada Tuhan, ikhlas juga harus kita terapkan kepada sesama manusia. Ketika kita melihat seseorang yang memerlukan bantuan, maka kita harus membantunya tanpa niat apapun, misalnya supaya kelak di lain hari orang tersebut akan membantu kita. Hal semacam itu membuat kita merasa berjasa ketika melakukan sesuatu, dan hal tersebut menjadikan kita mengingat-ingat perbuatan yang kita lakukan. Maka, hendaknya kita melakukan sesuatu karena darma saja. Titik.

Lalu, jika ada seseorang yang berbuat baik kepada kita, apakah kita harus membalas kebaikan tersebut? Menurut saya tidak perlu, karena dengan kita membalas kebaikan seseorang, maka berarti kita tidak tulus. Karena  kebaikan yang kita lakukan bukan murni dari hati nurani, tetapi karena "paksaan" moral untuk membalas.

Sebagai manusia, marilah kita untuk mulai meninggalkan hubungan transaksional dalam melakukan kebaikan. Lepaskan keinginan untuk mendapat pahala atau mendapat surga ketika melakukan kebaikan. Jangan menjadikan hubungan dengan Tuhan sebagai bisnis atau investasi semata. Dan yang terpenting, lupakan niat ketika ingin berbuat sesuatu.

Terima Kasih Telah Membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun