Mohon tunggu...
Rafi Sufianto
Rafi Sufianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

K3 FKM UI 2020

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Rokok Elektronik: Solusi Baru Berhenti Merokok di Era Pasca Covid-19?

9 Januari 2023   12:36 Diperbarui: 9 Januari 2023   12:50 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saat ini, pandemi COVID-19 sudah memasuki tahun ketiga. Namun, Indonesia masih dihadapkan dengan masalah kesehatan yaitu beban penyakit ganda, yakni penyakit menular dan penyakit tidak menular. 

Hal ini akan menjadi masalah yang lebih besar, terutama di era pasca COVID-19, apabila kasus penyakit menular masih menjadi perhatian ditambah dengan penyakit tidak menular yang belum usai ditangani. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan salah satu kunci kesehatan masyarakat, salah satunya adalah dengan tidak merokok. 

Namun, terdapat suatu fenomena sosial yang muncul di khalayak masyarakat dan berpotensi untuk memperparah situasi, yaitu dari sisi faktor perilaku terkait penyakit tidak menular (PTM) melalui penggunaan rokok elektronik sebagai suatu solusi berhenti merokok. Stigma ini berangkat dari pemikiran bahwa rokok elektronik akan lebih aman dibandingkan dengan rokok konvensional atau tembakau. 

Rokok Elektronik dan Rokok Konvensional, Apakah Sama?

Rokok konvensional atau rokok tembakau, dikenal juga dengan istilah tobacco, merupakan sekumpulan daun tembakau yang digunakan dengan cara dibakar dan diisap. 

Rokok tembakau terdiri dari 4000 zat kimia (50 diantaranya merupakan karsinogen dan 400 senyawa lainnya termasuk golongan beracun) dalam satu batangnya, meliputi nikotin, tar, formaldehid, ammonia, karbon monoksida, dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT) dan hidrogen sianida (Sabrina dan Ichsan, 2021). 

Nikotin merupakan komponen penting pada tembakau yang berbentuk cairan, tak berwarna, dan merupakan basa lemah yang mudah menguap serta dapat melewati sawar darah otak. Nikotin dimetabolisme pada beberapa organ tubuh,  yaitu di hati, paru, dan ginjal (Tanuwihardja dan Susanto, 2012).

Rokok elektronik, dikenal juga dengan istilah rokok elektrik, vape, e-cig, green cig, smartcigarette, dan lain sebagainya, merupakan salah satu produk hasil produksi tembakau lain (HPTL) yang dikemas dalam suatu perangkat elektronik dengan fungsi yang sama seperti rokok. 

Hal yang membedakannya dengan rokok konvensional adalah tidak digunakannya tembakau, melainkan dengan atau tanpa nikotin, zat kimia lain, serta penambah rasa. Rokok elektronik mengubah cairan menjadi uap dengan cara mengisap cairan dari alat pemanas elektronik (Kemenkes, 2020).

Lalu, Apakah Rokok Elektronik Merupakan Solusi Baru Berhenti Merokok?

Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP (K), anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dalam penelitiannya yang berjudul "Evidences about The Harmful Effects of E-Cigarettes" menyampaikan bahwa saat ini rokok elektronik cenderung dipakai bukan untuk berhenti merokok (Susanto, 2019). 

Pada laki-laki, rokok elektronik digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan nikmat akan rasa, fasilitas sosial, dan energi dari rokok elektronik, sedangkan pada perempuan rokok elektronik digunakan untuk mengendalikan berat badan (Elsa dan Nadjib, 2019).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa rokok elektronik "sudah pasti berbahaya" sehingga rokok elektronik bukan merupakan solusi berhenti merokok. 

Berkaitan dengan COVID-19, laporan organisasi CTFK (Campaign for Tobacco-Free Kids) membuktikan bahwa perokok dan pengisap vape berisiko lebih tinggi terhadap penyakit parah apabila terpapar dengan COVID-19 (CTFK, 2020). 

Salah satu studi di masa awal pandemi yang meneliti terkait efek penggunaan rokok elektronik menunjukkan bahwa adanya dampak yang ditimbulkan dari rokok elektronik, yaitu rusaknya paru-paru, menurunnya sistem kekebalan tubuh, dan kardiovaskular. Selain itu, pasien dengan ciri-ciri tersebut akan berisiko lebih tinggi terinfeksi COVID-19 yang parah (Mehra et al, 2020; Volkow, 2020; Glantz, 2020).

Jadi, rokok elektronik bukan merupakan solusi untuk berhenti merokok. Perilaku penggunaan rokok elektronik di era pasca COVID-19 akan berisiko lebih tinggi terhadap penyakit parah apabila terkena COVID-19 dan dapat berdampak pada berbagai masalah kesehatan, seperti kerusakan paru-paru, serta sistem kekebalan tubuh dan kardiovaskular. 

Melihat banyaknya stigma sosial yang mengklaim bahwa rokok elektrik lebih tidak berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional dapat menimbulkan masalah yang lebih besar. Dengan demikian, perlu adanya urgensi dari pemerintah saat ini untuk mengendalikan konsumsi rokok, baik rokok elektronik maupun rokok konvensional.

Dibuat oleh: Alda Fuji Yahmi, Sabrina Kalila Sono, Rafi Sufianto (FKM UI 2020)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun