Mohon tunggu...
Rafiqul Huda Siregar
Rafiqul Huda Siregar Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pasca Sarjana Ptiq Jakarta/ Pengkaderan Ulama Masjid Istiqlal

Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sejarah dan Transformasi Politik Turki

29 Juli 2023   22:00 Diperbarui: 29 Juli 2023   22:31 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik di masa Kekaisaran Turki Utsmani, yang berlangsung dari abad ke-13 hingga awal abad ke-20, memiliki beberapa aspek penting. Salah satu yang barangkali akan selalu diingat sejarah adalah berhasilnya penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad al-Fatih pada tahun 1453, Turki berkembang kemudian menjadi salah satu imperium yang "disegani" dunia. dahsyatnya gelombang renaissance di Eropa, transformasi Turki yang sebelumnya merupakan simbol dari satu imperium ortodoksi politik Islam nyatanya mau tak mau bergumul sedemikian rupa dengan ide-ide renaissance yang berkembang di Eropa.

Pada tahun 1924 puncak dari akumulasi itu terjadi, perubahan sistem pemerintah menjadi Republik yang digagas oleh seorang yang kemudian dikenal sebagai "Bapak Republik Turki" Mustafa Kemal Attarturk, sekularisme yang ia bawa membawa Turki pada gelombang revolusi besar-besaran dalam perjalanan sejarahnya, perubahan itu terjadi secara massif dalam pelbagai bidang westernisasi, sekularisasi, dan memisahkan secara mutlak urusan agama dan negara, hingga puncaknya penghapusan sistem khilafah.

kemunculan Mustafa Kemal Ataturk dengan sekularismenya menandai berakhirnya imperium besar Islam terakhir di dunia, ia juga merupakan titik balik sejarah kehidupan sosial-politik Turki hingga kini.

Belakangan ditengah menguatnya budaya sekuler masyarakat Turki, kelompok yang dianggap sebagai kelompok Islamis kembali bangkit dalam kancah politik Turki, adalah Recep Tayyib Erdogan seorang pemimpin Turki yang sebagain orang menganggapnya sebagai "Neo-Usmani".

Politik di masa Kekaisaran Turki Utsmani

Sistem Pemerintahan: Kekaisaran Turki Utsmani adalah negara yang berbentuk monarki absolut, di mana kekuasaan tertinggi dipegang oleh seorang Sultan. Sultan merupakan pemimpin politik dan spiritual negara ini. Ia memiliki otoritas mutlak dalam mengambil keputusan politik dan hukum negara.

Struktur Pemerintahan: Pemerintahan Turki Utsmani memiliki struktur yang kompleks. Pada tingkat puncak, Sultan adalah kepala negara dan penguasa tertinggi. Di bawah Sultan, terdapat Dewan Agung atau Divan Agung yang terdiri dari pejabat-pejabat tinggi dan penasihat Sultan. Dewan Agung bertanggung jawab dalam mengurus kebijakan pemerintahan dan administrasi negara.

Sistem Hukum: Sistem hukum di masa Turki Utsmani didasarkan pada hukum Islam, yang dikenal sebagai hukum syariah. Hukum Islam mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan sosial. Selain itu, terdapat juga hukum adat yang berlaku di daerah-daerah tertentu dalam kekaisaran.

Sistem Administrasi: Kekaisaran Turki Utsmani terbagi menjadi wilayah-wilayah administratif yang disebut eyalet atau provinsi. Setiap eyalet dipimpin oleh seorang gubernur yang ditunjuk langsung oleh Sultan. Gubernur bertanggung jawab dalam mengatur administrasi dan menjaga ketertiban di wilayahnya.

Diplomasi dan Perluasan Wilayah: Turki Utsmani adalah kekaisaran yang secara bertahap memperluas wilayahnya melalui serangkaian penaklukan militer. Mereka menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa dan Timur Tengah serta melakukan perjanjian dan perang dengan berbagai kekuatan regional.

Minoritas Etnis dan Agama: Kekaisaran Turki Utsmani memiliki populasi yang beragam, termasuk banyak kelompok etnis dan agama. Pada awalnya, mereka mengadopsi kebijakan toleransi terhadap minoritas agama, seperti Kristen dan Yahudi. Namun, semakin lama, perubahan politik dan peningkatan ketegangan sosial mengakibatkan perlakuan yang berbeda terhadap minoritas tersebut.

Pemisahan Kekuasaan: Meskipun sistem pemerintahan Utsmani secara teoritis memisahkan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dalam praktiknya kekuasaan eksekutif sangat dominan. Sultan memiliki kontrol penuh atas kebijakan negara dan menunjuk pejabat-pejabat penting.

Sebagian sejarawan mengatakan bahwa kemunduran Turki Ustmani dimulai sejak meninggalnya Sultan Salim I. sejak itu Turki Ustmani tak pernah memiliki Sultan-Sultan kuat yang diunggulkan. Ini misalnya terlihat pada tahun 1571 ketika terjadi pertempuran antara Angkatan laut Turki Ustmani yang saat itu dipimpin oleh Sultan Salim II melawan Angkatan laut Spanyol yang dipimpin oleh Don Juan di selat Lipanto (Yunani). Dalam pertempuran itu pasukan laut Turki Ustmani berhasil dikalahkan, pertempuran ini menyebabkan banyak tantara Turki Ustmani yang tertawan dan armada kapal mereka dibakar.

Kekalahan ini merupakan awal mula kemunduran Turki Ustmani yang sebelumnya dikenal sebagai armada laut terkuat dan disegani di dunia.

Kemunculan Republik Turki dan Sekularisme Mustafa Kemal Attaturk 

Kemunculan Republik Turki terjadi pada tanggal 29 Oktober 1923 setelah runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah dan berakhirnya sistem monarki di Turki. Pemimpin utama dalam pembentukan Republik Turki adalah Mustafa Kemal Atatrk. Ia adalah seorang jenderal dan negarawan yang memainkan peran penting dalam pembebasan Turki dari penjajahan dan mendirikan negara yang modern dan sekuler.

Sebagai presiden pertama Republik Turki, Atatrk memperkenalkan sejumlah reformasi yang sangat berpengaruh dalam menciptakan negara yang sekuler. Salah satu prinsip utama yang diperjuangkan oleh Atatrk adalah "Prinsip-Prinsip Kemalisme", yang mencakup sekularisme, nasionalisme, populisme, etatisme, dan revolusi.

Atatrk melihat sekularisme sebagai elemen penting dalam memisahkan agama dari urusan negara. Ia mengubah Turki dari negara dengan kekuasaan agama yang dominan menjadi negara sekuler yang memberikan kebebasan beragama kepada warganya. Ia juga melarang campur tangan agama dalam urusan politik dan hukum serta mendorong modernisasi dan sekularisasi masyarakat Turki.

Dalam upaya mewujudkan sekularisme, Atatrk mengeluarkan sejumlah kebijakan, antara lain menggantikan sistem hukum Islam dengan hukum sipil, memperkenalkan aksara Latin sebagai pengganti aksara Arab, dan menghapuskan beberapa simbol dan praktik keagamaan yang dianggap menghalangi modernisasi negara.

Hingga saat ini, prinsip sekularisme masih menjadi salah satu fondasi penting dalam sistem pemerintahan Republik Turki. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir telah muncul perdebatan dan tantangan terhadap sekularisme di Turki, prinsip ini tetap menjadi bagian integral dari identitas negara dan pemerintahan Turki.

Atatrk menetapkan berbagai reformasi penting untuk mencapai tujuan sekularisme dan modernisasi. Beberapa reformasi utama tersebut meliputi:

  1. Penghapusan Kesultanan Utsmaniyah: Pada 1 November 1922, Kesultanan Utsmaniyah resmi dihapuskan, dan Mustafa Kemal Atatrk diangkat sebagai presiden pertama Republik Turki.
  2. Pembentukan Undang-Undang tentang Pemisahan Agama dan Negara: Pada 3 Maret 1924, caliphate (kepemimpinan agama Islam) dihapuskan, dan agama tidak lagi menjadi dasar pemerintahan negara. Atatrk juga melarang penggunaan serban dan jubah tradisional sebagai bagian dari usahanya untuk memisahkan agama dari politik.
  3. Pengenalan Sistem Hukum Baru: Atatrk memperkenalkan sistem hukum berdasarkan hukum Eropa, menggantikan hukum Islam yang berlaku sebelumnya.
  4. Reformasi Pendidikan: Atatrk melakukan reformasi pendidikan yang besar, termasuk pengenalan aksara Latin sebagai pengganti aksara Arab untuk menulis bahasa Turki. Pendidikan menjadi lebih sekular dan lebih berorientasi pada ilmu pengetahuan modern.
  5. Penguatan Posisi Perempuan: Atatrk aktif dalam memberikan hak-hak dan kesempatan yang lebih besar bagi perempuan, termasuk memberikan hak pilih kepada mereka pada tahun 1934.

Turki Kontemporer dan "Kebangkitan" Kelompok Islam Politik 

Gelombang "demokratisasi" tersebut pula dijadikan kesempatan oleh beberapa kelompok untuk membangkitkan politik Islam yang diikuti dengan mendirikan partai-partai politik berbasis Islam. Kendati diawal pembentukan tersebut kelompok Islam kerapkali direpresi oleh beberapa partai Nasionalis-Sekuler pengikut setia dari gagasan Mustafa Kemal yang didukung oleh kekuatan militer, namun demikian kelompok Islamis tak kehilangan akal. Adalah Necmetin Erbakan seorang yang dikenal sebagai "Pejuang Islam" yang dengan Tangguh memperjuangkan nilai-nilai Islam politik ditengah kuatnya budaya sekuler Turki.

Pada tahun 1996 partai yang dipimpinnya sendiri memenangkan pemilu yaitu partai Islam Refah, selanjutnya Erbakan melakukan Kerjasama dengan beberapa partai Tanah Air, Tancu Ciller dan kemudian membentuk pemerintahan Turki dan Erbakan menjadi perdana Menteri. Namun demikian masa pemerintahannya tak berlangsung cukup Panjang selang hanya satu tahun pemerintahan Erbakan dibubarkan oleh kekuatan militer, sebabnya Erbakan dianggap mengancam sekularisme Turki akibat gagasan-gagasan Islamismenya. Penjegalan yang terjadi pada tahun 1997 itu merupakan potret ketegangan kelompok Nasionalis-Sekuler dan Kelompok Nasionalis-Religius yang hingga kini mewarnai politik Turki.

Namun tentu saja perjuangan kelompok Islam Turki tidak berhenti begitu saja, murid dari Erbakan yakni Recep Tayyib Erdogan bersama Abdullah Gul meneruskan perjuangan kelompok Islam tersebut, kegigihan mereka dalam memperjuangkan pengaruh Islam di Turki. Turki kontemporer telah mengalami "kebangkitan" kelompok Islam politik dalam beberapa dekade terakhir. Meskipun prinsip sekularisme masih menjadi bagian penting dari konstitusi Turki, pengaruh kelompok-kelompok Islam politik telah meningkat dalam politik dan masyarakat.

Salah satu kelompok politik yang paling signifikan adalah Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), yang didirikan pada tahun 2001 oleh Recep Tayyip Erdoan. AKP merupakan partai yang memiliki akar dalam gerakan Islam dan mempromosikan nilai-nilai Islam dalam agenda politiknya. Pada tahun 2002, AKP memenangkan pemilihan umum dan Erdoan menjadi Perdana Menteri pertama yang berasal dari latar belakang Islamis.

Sejak itu, AKP telah memperoleh kekuasaan yang signifikan dan Erdoan menjadi Presiden Turki pada tahun 2014. Pemerintahan AKP telah mengadopsi serangkaian kebijakan yang mencerminkan pengaruh Islam dalam kehidupan politik dan sosial. Beberapa contohnya adalah:

  1. Peningkatan Peran Agama: Pemerintahan AKP telah mengangkat peran agama dalam kehidupan sehari-hari, termasuk memperluas pendidikan agama di sekolah-sekolah, membangun masjid yang lebih banyak, dan mengizinkan lebih banyak ruang bagi simbol-simbol keagamaan dalam ruang publik.
  2. Perubahan Kebijakan Luar Negeri: Pemerintahan AKP juga telah mengadopsi kebijakan luar negeri yang lebih pro-Muslim dan pro-Arab, meningkatkan hubungan dengan negara-negara Islam di Timur Tengah, seperti Iran dan Qatar.
  3. Perubahan Konstitusi: Pada tahun 2017, referendum konstitusi diadakan dan memberikan kekuatan eksekutif yang lebih besar kepada Presiden Erdoan. Ini telah memicu kekhawatiran tentang konsolidasi kekuasaan yang terpusat dan mungkin mengancam prinsip-prinsip demokrasi sekular.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun