Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tolak RUU Ciptaker, Bangkitlah Demonstrasi

12 Maret 2020   00:29 Diperbarui: 12 Maret 2020   11:34 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pola itu Nampak pada Pasal 89 poin 20 yang mencantumkan pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu. Pada sisi implementasi, ada peraturan pemerintah yang mengklasifikasi jenir pekerjaan apa saja.

Namun masalahnya, kuatnya oligarki memutus optimism akan sebuah kemajuan dibalik RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Kemudian, pasal 89 poin 24 menyebutkan gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. Upah minimum tersebut dihitung dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Lanjut ke poin 30, pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Itu artinya sematang apapun kepala daerah memperhatikan upah pekerja, tetap saja harus  menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Pernyataanya, kalau perusahaan itu tidak transparan, adakah pasal yang memberikan akses kepala daerah untuk menuntut transparansi.

Ketiga, masalah paling sering terjadi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan adalah partisipasi masyarakat. Dari berbagai literatur hukum maupun sosial -- politik, partisipasi masyarakat sangat penting sebagai wujud paraturan perundang-undangan yang demokrasi. Parahnya, partisipasi para ahli hukum juga sangat minim.

ANTARA FOTO/Basri Marzuki
ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Keempat, kedudukan perempuan sangat tidak dihargai dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Jika membuka kembali draft RUU ini, tidak ada akses hukum yang pasti bagi perempuan yang hami, keguguran, melahirkan dan haid. Slogan yang disuarakan selama ini tentang gender hangus seketika karena rancangan ini. Ada dugaan memprovokasi perempuan kembali ke ranah domestik, sedangkan laki-laki dipaksa bekerja sebagaimana tupoksinya kepala keluarga.

Kelima, dugaan ada agenda besar dibalik seluruh rancangan yang sedang diperjuangkan saat ini. Terbukanya akses pintu investasi memang ada baiknya disambut positif. Tapi tidak ada formula bagi negara untuk melindungi sumber daya alamnya.

Parahnya, hal itu tidak tersampaikan kepada rakyat. Dalam posisi ini, ketika rakyat menyuarakan penolakan, justru dianggap ancaman keamanan negara.

Keenam, memang draft itu bukan bersifat final. Tapi pendidikan politik "kambing hitam" sedang diajarkan kepada rakyat.

Siapa yang dikambing hitamkan? Jawabannya saat demonstrasi.

Di situ bisa dilihat siapa yang ditembak gas air mata, water canon, dikejar-kejar polisi dan dipukul hingga babak belur. Segala kerusakan yang terjadi kemudian menyalahkan pendemo yang anarkis. Tidak ada anarkisme jika gas air difungsikan untuk mengamankan, bukan membubarkan massa aksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun