Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sengkarut Kesiapan Peluncuran "Kartu Sakti" Jokowi

22 Februari 2020   03:42 Diperbarui: 22 Februari 2020   07:52 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dana intensif yang diberikan kepada pengangguran tidak boleh dianggap dana kecil. Angka pengangguran menurut Badan Pusat Statistik (BPS) diperkirana mencapai sekitar tujuh juta orang. 

Sementara angkatan kerja setiap tahun mencapai 2,8 juta orang. Dari angka pengganguran itu, 52 persen di antaranya berusia 18-24 tahun. Sedangkan angkatan kerja, 88 persen di antaranya berada di wilayah perkotaan. Sebanyak 65 persen pengangguran adalah berpendidikan SMA dan sederajat dan 28 persen diploma.

Itu baru presentase yang dilakukan melalui perhitungan secara berkala. Lantas bagaimana menyiapkan anggaran bagi karyawan yang siap-siap mendapat PHK? 

Tantangan ini semakin nyata saat perusahaan-perusahaan berencana mengurangi beban biaya operasional dengan cara melakukan PHK kepada sejumlah pegawainya. Belum lagi, anggaran jika pihak kementerian menggelar pelatihan-pelatihan. Dana yang akan digunakan juga tidak sedikit.  

Sampai saat ini, pemerintah belum secara jelas menggambarkan kesiapannya menggaji para pengangguran. Meskipun ada kategori yang sudah ditetapkan, tidak mudah menyeleksi siapa-siapa saja yang benar-benar dikategorikan sebagai pemegang kartu prakerja.

Bukan ingin berfikir pesimis, tapi alangkah baiknya menyiapkan segala sesuatunya hingga pada level anggaran agar program ini tidak menjadi boomerang bagi pemerintah. 

Satu lagi, regulasi mesti diperkuat agar tidak carut marut dalam pelaksanaan teknis, mulai dari undang-undang hingga petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan. 

Selain itu, pihak swasta perlu terlibat dalam program tersebut. Jika tidak, naas bagi para penggangguran yang belum mendapat kerja. Begitu juga bagi pemerintah yang bisa saja kehabisan anggaran menggaji mereka. Dalam kondisi itu, konflik bisa saja terjadi.

Di samping masalah anggaran, kualitas hasil pelatihan menjadi perhatian penting. Sejauh ini, belum juga ada gambaran siapa saja yang akan memberi pelatihan kepada para penggaguran. Sebab, perusahaan besar tidak ingin menggaji kompetensi di bawah rata-rata, itu bisa saja merugikan perusahaan itu sendiri. 

Belum lagi persaingan etos kerja warga kita sendiri dengan warga asing, memang jauh berbeda. Logikanya, mengapa perusahaan China banyak memperkerjakan tenaga ahli dari negaranya daripada Indonesia. 

Kemudian, mengapa mereka lebih banyak memperkerjakan tenaga asing pada posisi paling teknis daripada memakai tenaga kerja Indonesia. Cleaning Service misalnya, etos kerja antara tenaga Indonesia dan China memang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun