Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menpora, Lebih Baik Arief Rosyid Hasan

2 Agustus 2019   13:36 Diperbarui: 2 Agustus 2019   13:40 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa nama-nama menteri muda atau milenial digadang-gadang bakal mengisi kursi kabinet Joko Widodo-Ma'aruf Amin periode 2019-2024. Alasannya, kompleksitas kabinet harus memenuhi tiga unsur yang saling berkesinambungan dan relevan dalam perubahan zaman, yakni milenial, profesional dan sumber daya manusia yang terbukti dalam menjalankan tugas serta tanggung jawab pada Kabinet I pemerintahan Joko Widodo. Tapi, Joko Widodo menegaskan jika ada yang muda profesional, tentu lebih baik lagi. 

Sejumlah partai pendukung mulai disibukkan dengan permintaan Presiden Indonesia terpilih, Joko Widodo untuk mencari nama-nama menteri muda. Disamping itu, mantan Walikota Solo itu juga bakal mencari sendiri calon menteri muda profesional untuk mengisi jajaran kabinetnya. 

Beberapa nama yang santer diberirakan, mulai dari seorang politisi muda Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany, kemudian Ketua Umum DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Dito Ariotedjo, mantan KeTum PB HMI Arief Rosyid Hasan serta beberapa nama menteri milenial lainnya. 

Menjajaki ketiga nama itu, ada titik temu pemikiran, yakni semangat pemuda membangun Indonesia. Namun tetap saja ada pembeda dan pada akhirnya merujuk pada siapa yang paling layak menduduki kursi kabinet. 

Misalnya, Tsamaran Amany Alasannya. Kehadiran nama politisi perempuan itu dianggap mewakili kaum milenial, masih muda, populer, berani tampil dan perempuan. Anggapan itu masih mendominasi wacana publik dibanding gagasan kongkrit ketika benar menjadi seorang Menteri. 

Nama selanjutnya, Dito Ariotedjo, yang diusung Partai Golkar tampil dengan gagasan program pengembangan karya inovasi sosial bernama muda pembaharu. Gagasan itu dirancang untuk membangun ekosistem kepemudaan yang mampu mengembangkan karya anak muda yang berdaya guna. Bagi Dito, ini senafas dengan semangat pemerintah ke depan mengembangkan sumber daya manusia terutama pemuda.

Menerjemahkan semangat mereka, idealnya berada pada posisi menteri bersentuhan dengan gerakan pemuda, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Begitu pentingnya pemuda dalam tubuh pemerintahan sampai harus membuat satu organ tubuh tersendiri dalam tubuh pemerintahan. Nafas pemuda sejalan dengan dua nama tersebut. Namun lagi lagi, layak atau tidak layak bukan hanya ditentukan atas lobi-lobi Partai, melainkan loyalitas gerakan hingga gagasan pembaharu.  

Dibalik dua nama itu, ada satu anak muda potensial yang patut dibicarakan, ialah Arief Rosyid Hasan. Sampai saat ini eksistensi aktivis milenial itu tetap pada koridor ide dan gagasan peran anak milenial sebagai mesin penggerak utama pembangunan Indonesia lima tahun akan datang.  

Konsen pada kajian bonus demografi, Arief Rosyid Hasan banyak menyumbangkan gagasan lewat aksi lapangan hingga tulisan di media - media. Misalnya, dilangsir dsri Republika.Co.Id, Kamis (26/8/2017) berjudul "Arief Rosyid: Bonus Demografi Momentum Genjot Pembangunan". 

Direktur Eksekutif Merial Institute itu menyatakan pemerintah belum memiliki kerangka kebijakan yang integral dan terukur dalam pembangunan kelompok usia muda. Padahal, masyarakat Indonesia yang mayoritas saat ini berada di usia produktif bisa menjadi momentum untuk menggenjot pembangunan di Indonesia. Apabila pemerintah tidak memberikan perhatian khusus terhadap usia produktif yang dikenal dengan pemuda, maka justru momentum ini bisa menjadi petaka Indonesia.

Untaian pernyataan itu menjadi bahan pertimbangan mengapa Arief Rosyid Hasan harus didudukkan pada kursi Menpora. Selain kapasitas pemikiran, juga didukung kinerja dalam dunia kepemudaan. 

Selama menjadi aktivis HMI, tidak sedikit sumbangan gagasan dan sampai saat ini masih terasa. Jika mau merunutkan satu per satu, baiknya berdiskusi secara langsung. 

Selain konsen pada bonus demografi, khusus kepada pemuda muslim diajak untuk kembali ke masjid. Pemikiran itu mengingatkan saya saat aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) 2009 lalu tentang gerakan kembali ke masjid. Saya memandang, revelansi masjid dan pembangunan terletak pada aspek meletakkan sisi religius dalam membangun Indonesia. 

kabarjakarta.Com
kabarjakarta.Com
Dalam islam, jelas bagaimana suatu bangunan kehidupan harus berpijak pada landasan religius. Apalagi di tengah gesekan ideologi saat ini, mengantarkan Islam pada posisi paling paling dibicarakan. 

Lihat bagaimana perbedatan internal tentang khilafah dan islam yang sebenarnya. Kondisi itu juga mengingatkan kita pada perdebatan founding father dan tokoh muslim dan mengerucut pada pada penguatan konsep beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Pada aspek teknologi, Anggota Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN PIM) itu mengingatkan masih adanya kesenjangan antara generasi muda yang tinggal di perkotaan dan pelosok daerah. 

Dalam renungannya, bangsa Indonesia masih menghadapi permasalahan akses pemanfaatan teknologi bagi segelintir anak muda. Mestinya pemanfaatan teknologi harus tersebar merata dan bukanya hanya terfokus pada anak muda di perkotaan. 

Singkatnya, kabinet Joko Widodo perlu disegarkan dengan pemikiran muda seperti itu. Gagasan Arief Rosyid Hasan di atas hanyalah sedikit sampel untuk dijadikan wacana mengapa harus dirinya mengendalikan segmen gerakan pemuda. Posisi Menpora dapat bilang cocok untuk gaya seperti Arief Rosyid Hasan. 

Memang dalam perjalanan panjang ada saja suara - suara sumbang yang tugasnya menilai dan mengganggap. Tapi itu hanya suara sumbang, tidak perlu dikhawatirkan. Perlu jadi catatan hari ini, menteri milenial harus duduk dalam kabinet untuk segmen gerakan pemuda. 

Kalau harus diisi dengan nama-nama profesional, harus dibidang kepemudaan. Bukan sekadar ahli mengeksekusi program, tapi perlu ada pemikiran dari yang berpengalaman. Memakai pemikiran itu, sungguh tidak enak rasanya jika menyebut Arief Rosyid Hasan sebagai calon menteri profesional dibidang kepemudaan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun