Boleh jadi, kesunyian di kubu Jokowi adalah bentuk ketegangan apakah menang atau tidak. Mungkin kalah atau menang tipis. Apapun hasilnya, banyak orang menduga kemenangan ada ditangan Jokowi-Ma'ruf.
Keterlambatan logistik dan masalah hak pilih menjadi dasar pemikiran bahwa kemenangan sejatinya tanpa masalah krusial. Soal logistik dan hak pilih merupakan dua hal prinsipil dalam Pemilu.
Terlambatnya logistik ke KPPS bisa memakan waktu warga untuk memilih. Akhirnya enggan ke TPS dan memilih untuk bekerja. Parahnya apabila hak pilih tidak terpenuhi, tentu saja mengancam hilangnya suara. Entah itu pendukung Jokowi atau Prabowo, sulit diidentifikasi.
Masalah lainnya, masih ada beberapa daerah yang belum melaksanakan pencoblosan. Misalnya 7 wilayah di Kabupaten Banggai dan Provinsi Papua. Dua daerah itu merupakan basis capres, Papua basis Jokowi dan Sulteng basis Prabowo melalui Gubernur Sulteng sebagai Ketua DPD Gerindra Sulteng.
Terlambatnya dua daerah itu melakukan pecoblosan, memicu adanya kecurangan di pihak penyelenggara. Dibalik itu, dua tim sukses bisa saja menggunakan taktik serangan akhir menjelang hari esok pemilihan. Akan banyak di rumah-rumah warga para tim sukses dan pendukung mengajak memilih capres.
Banyak hal yang bisa mengubah situasi menjadi terbalik. Perlu ditanggapi dengan bijak, bahwa kemenangan itu benar-benar meyakinkan setelah KPU mengumumkan hasilnya. Apalagi saat ini, masih ada beberapa wilayah yang belum melakukan pencoblosan.
Adapaun klaim kemenangan dari kedua capres bukanlah satu hal yang perlu disikapi melalui keriaan pesta atau aksi perayaan dalam bentuk long march. Sebaiknya menunggu hasil resmi dari KPU. Hasil itulah menjadi dasar Presiden dan Wakil Presiden dilantik, bukan hasil hitung cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H