Animo masyarakat kemudian lahir dan memandang pesimis kepada kedua capres sama-sama bukan seorang Soekarno, bukan pula Nilson Mandela, bukan juga Obama, bahkan sama sekali tidak ada kemiripan dengan para pemimpin negara sekaligus pemikir kebangsaan.
Mengenang kembali para tokoh pemimpin negara, tidak terlepas dari keahlian mereka dalam mengelolah dan berfikir tentang rakyatnya. Dinamika saat itu, tentu menerapkan skema politik yang apik dan menginspirasi, ada tipikal membakar seperti Adolf Hitler, beringas seperti Lenin dan Mao Zedong, dan tipikal lainnya.
Di zaman ini, sulit menemukan siapa yang macan dan siapa yang kancil. Di menit akhir jadi penentu siapa yang sebenarnya macan atau hanya sekadar menjadi macan mimbar dalam sehari.
Kedua capres punya tipikal berbeda. Soekarno salah satu pemimpin yang suka membakar massa lewat orasinya cetar membahana. Kalau pun menyentil salah satu persoalan, tidak lepas dari ranah argumentasi kebangsaan. Kita bisa lihat itu dari Prabowo, walaupun tidak sepenuhnya mirip.
Lain hanya dengan Jokowi, sulit menemukan kesamaan dengan para tokoh dunia. Mungkin saja perpaduan antara para pemimpin negara tipikal halus tapi beringas atau sebaliknya. Boleh dikata, mantan Walikota Solo ini jadi entitas baru ditengah krisis kepemimpinan.
Selama ini animo masyarakat melihat sebab akibat menjadi capres mengacu pada siapa yang dekat dengan negara adidaya, Amerika. Kalau dekat pasti menang, seperti Susilo Bambang Yudhoyono. Kalau pun tidak dekat, mungkin saja dekat dengan China, seperti Jokowi saat ini.
Maka dalam sesi akhir debat nanti, Â sulit rasanya melepaskan pemahaman masyarakat yang tidak ingin ada argumentasi saling serang personal. Kasus Romahurmuziy atau Romi misalnya, diciduk Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap. Tentu itu jadi amunisi buat Prabowo bila ingin mengunci lidah Jokowi. Argumen turunannya yakni ideologi dengan menyindir revolusi mental ala Jokowi.
Dengan demikian, Jokowi kelimpungan menjawab isu hukum itu. Tapi Jokowi selama ini tetap tampil dingin ala kejawaan. Kalau Jokowi orang Sulawesi atau Timur, Prabowo sudah dihabisinya lebih dulu.
Hadirnya panelis berkompeten menambah bekal berfikir kedua capres diawal bedat nanti. Panelis untuk tema ideologi diisi oleh Prof DR Zakiyuddin yang berprofesi sebagai Direktur Pascasarjana IAIN Salatiga dan Dr J Haryatmoko SJ seorang akademisi Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sedangkan tema pemerintahan, panelisnya adalah Dr Erwan Agus Purwanto M Si yang berprofesi sebagai Dekan Fisip Universitas Gadjah Mada, Dr Valina Singka Subekti seorang akademisi Departemen Ilmu Politik Fisip UI dan Dadang Tri Sasongko seorang Sekjen Transparency International Indonesia.