Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sengkarut "Endorsement" Partai Pendukung

16 Februari 2019   04:11 Diperbarui: 16 Februari 2019   04:20 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak jauh berbeda di kubu Jokowi, dibalik upaya endorsement partai Gerindra harus menghadapi fenomena split ticket voting. Konstituen Partai Gerindra mendukung Jokowi-Ma'ruf tergambarkan dalam angka 14,1 persen. Meski terbilang sedikit, ini sangat berpengaruh saat partai mengendorsing Prabowo ke masyarakat.

Namun begitu, kondisi ini sedikit diuntungkan 31,2 persen konstituen Partai Golkar yang melakukan split ticket voting ke pasangan Prabowo-Sandi. Padahal Golkar merupakan partai koalisi pendukung Jokowi - Ma'ruf.  

Praktik endorsment masing-masing partai pendukung dua kubu capres cawapres ini patut diperhitungkan. Jelang Pilpres 17 April nanti, Jokowi terus ditawarkan kepada masyarakat sebagai pilihan pemimpin. Demikian Prabowo juga ditawarkan sebagai representasi indonesia baru. Secara otomatis praktik ini melahirkan efek ekor jas atau  coat-tail effect cukup membanggakan.

Upaya meraih dukungan dari upaya endorsement bukan hanya fokus pada sisi positif dua capres. PDIP dan PSI harus berjibaku dengan berbagai serangan lawan agar tidak kehilangan dukungan. Demikian Partai Gerindra turut disibukkan ramainya hoaks dimana-mana yang menyudutkan ketuanya sendiri. Belum lagi sebagian konstituen Partai Golkar bermain halus untuk memenangkan Prabowo di Pilpres.

asumsi.co
asumsi.co
Menariknya untuk dipahami penyebutan PDIP sebagai partai loyalis Jokowi adalah satu fenomena pemaksaan. Secara kekaderan Jokowi bukanlah kader PDIP, melainkan direkrut karena dinilai mampu menjadi representasi kekuatan PDIP di panggung politik. Bila ada mempertanyatakan sebarapa loyal Jokowi kepada PDIP, tentu tidak mengeluarkan jawaban yang berujung pada kehilangan dukungan partai. Sangat dilematis, entah menjadi kader ideologis tapi tidak melewati proses perkaderan atau mengaku bukan kader tapi takuk kehilangan dukungan partai.

Elektablitas PDIP jelas naik jika Jokowi digembar-gemborkan sebagai kader yang layak memimpin. Andaikan partai tidak mengendors, elektablitas Jokowi sama sekali tidak terganggu. Sebab selama ini figur pemimpin rakyat didapatkannya dari jejak rekam sebagai kepala daerah hingga kepala negara, bukan politisi.

Jokowi bukanlah kekuatan sesungguhnya. Sebab figur yang melekat dihati rakyat adalah figur sebagai seorang sipil dengan jejak rekam prestasi kepala negara. itu artinya walaupun praktik endorsement tidak dilakukan PDIP, Jokowi tetap dikenal dan dipilih rakyat tanpa harus menempatkan kepercayaan kepada partai yang mengusungnya.

Di sisi lain, loyalnya PDIP kepada Jokowi hanya senjata untuk menekan politik elektoral agar tidak kacau balau karena virus dualisme politik. Sudah banyak yang tahu partai ini memiliki banyak masalah internal. Ceritanya panjang kalau mau dijelaskan.  

Sama halnya penyebutan loyalis kepada PSI, partai pendatang baru wajib rasanya menggandeng Jokowi agar bisa mendapatkan posisi politik yang kuat dalam parlemen Jokowi berhasil duduk dikursi Presiden. Setidaknya bisa mem back up kader PSI diparlemen. Kalau tidak diperjuangan dari sekarang, sulit rasanya seorang Grace Natalie mengukir sejarah baru sebagai satu-satunya politisi perempuan berpresitasi.

Perpaduan semangat milenial dan kerakyatan mengharuskan Jokowi menjadi simbol Partainya. Tak ayal gaya santai Jokowi dipersepsikan sebagai produk milenial yang cocok untuk PSI kumadangkan. Tapi dibalik itu, PSI tanpa Jokowi, sulit dibayangkan bagaimana partai baru berjuang memenangkan kontestasi politik lima tahunan.

Lain halnya dengan Prabowo, suhu politik sama sekali tidak nampak ada pemaksaan. Justru lebih nyaman menjadi seorang Prabowo. Partai Gerindra mengendorsing tanpa dibebankan suhu politik elektoral, sosok Prabowo akan lebih mudah dipromosikan ke masyarakat. Selain berasal dari politik lalu mendirikan Partai Gerindra, semangat indonesia raya sangat melekat dalam diri dan partainya. Sulit rasanya masyarakat melepas keterkaitan roh Partai Gerindra dari Prabowo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun