Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Sengkarut Remisi Susrama

29 Januari 2019   04:12 Diperbarui: 29 Januari 2019   04:15 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencermati berbagai pandangan itu, Susrama tengah dalam tekanan antara keadilan hukum dan keadilan manusia. Pada posisi ini saling bertolak belakang. Namun, remisi pada dasarnya adalah bagian keadilan hukum kepada manusia. Tentu napi juga adalah manusia. Begitu juga dengan pandangan yang lain, pemberian remisi kepada napi bukan pertamakalinya kepada pembunuh wartawan. Tidak sedikit napi dengan berbagai kasus krusial mendapat remisi. Terlepas apakah politik atau tidak, remisi ini berketetapan hukum. Tentu ranah menggugat ada di PTUN, bukan tekanan publik.

Namun, pada aspek praktik pengampunan melalui remisi, Susrama menjadi orang pertama napi pembunuh wartawan mendapat remisi. Praktik pengampunan bisa saja dianggap sebagai kelemahan negara terhadap kekerasan apapun hingga membuat meninggalnya seorang wartawan. Sebab, sampai saat ini belum ada satupun kasus pembunuhan wartawan terungkap dan mendapat ganjaran hukum. Seharusnya, negara memperimbangkan aspek lain. Sebab, banyak para pelaku pembunuhan wartawan belum terungkap, bahkan ada yang divonis bebas.    

Tribunnews.com
Tribunnews.com
Remisi Tanpa Penyelesaian Kasus 

Deretan kasus pembunuhan wartawan seperti meninggalnya Wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafrudin yang tewas dibunuh 16 Agustus 1996 di Yogyakarta. Akhir dari cerita ini, pelaku yang diduga dipaksa sebagai pelaku divonis bebas. Kemudian, pembunuhan wartawan Sinar Pagi Naimullah yang tewas dibunuh di Pantai Penibungan  25 Juli 1997 dan kasusnya tidak ditindak lanjuti.

Menyusul, dugaan tewasnya wartawan Pos Makassar, Muhammad Sayuti Bochari karena kecelakaan. Kemudian, meninggalnya wartawan RCTI, Ersa Siregar saat terjadi baku tembak antara TNI dan GAM pada 23 Desember 2003. Sampai saat ini, tidak ada penyelesaian kasus.

Selain itu, empat pelaku pembunuhan wartawan Radar Surabaya, Herliyanto pada 29 April 2006 kini buron dan belum ada titik terang hingga sekarang.  Ada lagi pembunuhan kepada wartawan Tabloid Pelangi, Alfrets Mirulewan yang tewas dibunuh di Kisar, Maluku pada 17 Desember 2010 lalu. Hingga pada penyelesaian kasusnya, penetapan tersangka diduga hanya rekayasa belaka.

Selanjutnya, pengeroyokan hingga meninggalnya wartawan Sun TV, Ridwan Salamun di Tual, Maluku pada 31 Agustus 2010 berakhir dengan kaburnya tiga pelaku yang telah divonis empat tahun penjara. Wartawan nasional TVRI, Muhammad Jamaludin juga masuk dalam daftar korban tewasnya wartawan di Banda Aceh pada 17 Juni 2003. Sampai saat ini tidak ada tindak lanjutnya. Nasib sama juga dialami wartawan Merauke TV, Adriansyah Matra'is yang tewas dibunuh pada 30 Juli 2010. Kasus ini berakhir tanpa ada penyelesaian.  

Deretan kasus ini, berakhir tanpa ada sikap negara kepada korban. Padahal, kehadiran negara sangat dibutuhkan memelihara dan menjaga wartawan dari kekerasan dan pembunuhan. Jika remisi ini tidak segera dicabut, maka sekali lagi, Susrama menjadi orang pertama mendapat remisi setelah kasus lainnya tidak pernah selesai. Otomatis, kelemahan sesungguhnya menjadi nyata ketika wartawan kedepan akan menghadapi hal serupa, sementara praktik pengampunan melalui remisi menjadi sikap negara kepada pelaku.

Kita patut memberikan selamat datang era baru, dimana ancaman kekerasan kepada wartawan semakin jelas. Sikap negara inib memberi celah rusaknya esensi kebebasan pers. Jika mengingat Orba adalah ancaman kebebasan pers, maka kali ini merupakan ancaman kehidupan pers. Negara tidak boleh bersikap semata-mata peduli kepada pers dengan memberikan ruang anggaran dan ruang kerja. Akan tetapi, perlindungan negara bisa memberikan arti pentingnya pers di Indonesia.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun